Lawyer

5 2 0
                                    

Sudah beberapa hari berlalu, Shalu menceritakan semua yang terjadi dari awal hingga akhir kepada orang tuanya melalui telepon. Kedua orang tuanya itu sama sekali tidak marah ataupun kecewa kepada putrinya. Menurut mereka, Shalu sudah dewasa dan pastinya sanggup mengatasi masalahnya sendiri.

Royan mengenalkan anak dari sahabatnya yang merupakan seorang pengacara dan masih muda kepada Shalu. Namanya Jihan, usianya masih dua puluh empat tahun. Ia dipilih oleh Royan karena memenangkan kasus pertamanya yang cukup berat di pengadilan.

Setelah mereka berhasil bertemu dan gadis itu setuju untuk mendampingi Heisen, Shalu memberikan sebuah surat kepada Jihan untuk diberikan kepada Heisen.

Jihan pun sudah menandatangani surat izin besuk. Kini, ia duduk menunggu sipir memanggil Heisen. Pria yang sedang melakukan push up itupun dipanggil dan dibawa oleh sipir untuk menemui Jihan. Pemuda itu pun duduk berhadapan dengannya yang dibatasi oleh sekat.

"Waktu kita ngga banyak, jadi tolong kerjasamanya,"

"Kita informal aja, ok?" tanya Jihan. "Kita bakalan formal kalau udah sidang,"

Heisen yang dari matanya tampak kurang tidur pun hanya menurut.

"Kenalin, gue Jihan, gue pengacara lu," perempuan beralis tebal itu memperkenalkan diri.

"Lu tahu kan kalau kasus lu bakal dibawa ke pengadilan sama Setiabudi?" tanya Jihan untuk memastikan. Heisen pun mengangguk.

"Apa lu ingat gimana lu ngebunuh om lu sendiri?" tanya gadis itu. Heisen berusaha mengingatnya, namun kepalanya benar-benar terasa pusing hingga rasanya mau pecah.

"Gue ngga ingat apapun," Heisen menyerah dan menjawab seperti itu. Gadis itu pun mengangguk pelan.

"Lu beneran punya kepribadian ganda?" tanya gadis itu lagi. Heisen menganggukkan kepala.

"Kata dokter, gue punya penyakit itu," jawabnya.

"Ada buktinya?" tanya Jihan sekali lagi.

"Don't get me wrong, tapi, bukti-bukti itu beneran penting," lanjut perempuan itu.

"Kita bisa menghemat waktu di persidangan, jadi ngga perlu sidang berkali-kali buat dengar keputusan hakim. Karena kemungkinan, lu bakal dibebasin sesuai sama pasal empat puluh empat," lanjut gadis itu. "Atau paling mentok, lu dibawa ke psikiater,"

Heisen mengembuskan napas panjang. Ia sebenarnya tidak terlalu peduli dengan bagaimana hasilnya. Ia hanya ingin semuanya segera selesai.

"Semua dokumen soal itu ada sama istri dan adik gue," sahut Heisen. "Gue sama sekali ngga nyimpen itu,"

"Gue bahkan ngga dikasih tahu apa yang terjadi sama gue dan baru dikasih tahu beberapa minggu lalu," lanjutnya. Jihan pun mengerti. Gadis itu tidak bisa memaksa jika kliennya tidak bisa mengingatnya.

Jihan hendak pulang karena waktu jenguk sudah selesai. Ia lantas memberikan surat dari Shalu yang dititipkan padanya. Heisen menerima surat itu dengan senang hati.

Heisen berpesan kepada Jihan.

"Tolong, jangan kasih tahu soal ini ke bini gue," pesannya sembari menunjuk ke luka-luka lebam di wajahnya. Jihan pun mengangguk.

*****

Empat orang yang berada di balik jeruji besi itu tengah berbincang satu sama lain setelah menghabiskan makan malam mereka. Tiga di antara mereka sedang mengakui perbuatan dosa mereka yang diawali oleh Rana.

"Gue bisa masuk sini, karena, gue hampir kena begal di jalan," cerita Rana. "Terus, gue membela diri sampai ngga sadar kalau begalnya malah mati,"

"Aneh, kan? Gue yang jadi korban, tapi malah dipenjara," lanjutnya.

7 IdentitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang