10. KABAR BURUK

152 110 15
                                    

Sudah hampir seminggu Sean berada di rumah sakit tetapi cowok itu belum juga sadar, padahal dokter mengatakan kalau Sean hanya membutuhkan waktu siuman dua atau tiga hari, tapi kenapa sekarang dia belum bangun? Apa ada yang salah?.

Elzio menuruni anak tangga menuju meja makan dan melihat Bi Ina sudah menunggunya di sana.

"Pagi Bi" sapa Elzio sambil tersenyum pada wanita paruh baya itu.

"Pagi juga den."

Elzio duduk Di depan Bi Ina lalu mulai menikmati sarapan buatan Bi Ina.

"Den," panggil Bi Ina yang membuat Elzio menatapnya.

"Kenapa Bi?" Tanya Elzio mengerutkan keningnya.

"Tadi Tuan nelpon Bibi,"

"Terus?" tanya Elzio mulai penasaran.

"Katanya dia akan menikah lagi." Kata Bi Ina yang langsung membuat Elzio membeku di tempatnya.

Bukan, bukan ini yang Elzio inginkan, bukan kabar seperti ini yang Elzio nantikan, ini terlalu sakit untuk di jelaskan, kenapa semua orang seolah memilih pergi darinya, apa dia seburuk itu, apa dia sejahat itu? Elzio sudah cukup hancur setelah mendengar kabar bahwa ibunya menikah lagi, dan sekarang dia juga harus mendengar kabar yang sama dari ayahnya.

"Bi!"

"Iya den."

"Kenapa mama sama papa Ninggalin Zio, kenapa Bi, Mereka benci Zio, atau mereka nggak sudih punya anak seperti Zio?" tanya Elzio tapi Bi Ina tidak tau akan menjawab apa dan memilih diam saja sambil terus mendengarkan apa kata anak dari majikannya itu.

"Bi, Zio udah buat kesalahan besar, Zio udah buat seseorang kecewa, sekarang orang itu masuk rumah sakit karena kebodohan Zio Bi, dan sampai saat ini dia belum bangun padahal kata dokter dia akan siuman dalam waktu 2 atau 3 hari, dan sekarang sudah memasuki hari ke lima dia di rawat, tapi tidak ada tanda-tanda dia akan bangun."

"Kenapa ya Bi, apa dia sengaja nggak mau bangun supaya gak ketemuemu Zio, atau dia menghindari Zio? Zio takut Bi, Zio takut dia akan ninggalin Zio kayak mama sama papa yang ninggalin Zio demi keluarga baru mereka, Zio takut semua orang ninggalin Zio saat Zio butuh mereka." Elzio meneteskan air matanya, dia sudah tidak sanggup, dia merasa ini sangat sakit di banding luka yang sering dia dapat saat berkelahi.

Elzio memang cowok yang terkenal kuat juga dingin dan irit bicara, tapi dia akan lemah jika menyangkut hal-hal seperti saat ini, dia juga tidak pernah bicara panjang seperti itu jika bukan dengan Bibinya.

Bi Ina mendekati Elzio lalu memeluknya erat, sambil menpuk-nepuk punggung Elzio, menenangkan nya,"Sabar den, aden harus kuat, suatu hari pasti aden akan dapat bahagia yang selama ini tidak pernah aden dapatkan, Bibi akan temani aden sampai di titik itu, bibi akan selalu ada buat aden dan tidak akan ninggalin aden saat orang-orang memilih pergi."

Elzio merasa bersyukur masih ada Bi Ina di sisinya, yang selalu ada saat dia sedih maupun bahagia, "Makasih Bi, Makasih Udah selalu ada buat Zio."

"Sama-sama den," kata Bi Ina sambil terus menenangkan Elzio.

Setelah puas bercerita dengan Bi Ina, Elzio meninggalkan mansion yang sepi itu juga penuh dengan kenangan pahit di dalamnya, dia berkendara dengan air mata yang masih menetes di pelupuk matanya, dan tujuan nya sekarang adalah rumah sakit.
__

"Bang, tolongin gue", Terdengar suara ketakutan dari seberang sana. Lalu tiba-tiba panggilan itu terputus.

Sean khawatir juga gelisah, dia mengendarai kembali motornya mencari keberadaan sang adik yang tidak tau ada di mana, Sepanjang perjalanan pikirannya tidak tenang. Saat melewati sebuah gang sempit yang sangat minim penerangan, dia melihat ada sepatu yang sama seperti milik adiknya. Sean berhenti lalu turun dari motornya mendekati sepatu tadi lalu meraihnya.

"Ini sepatu milik sila, tapi kenapa bisa di sini," pikirnya lalu dia berjalan masuk ke dalam gang itu, saat sudah masuk terlalu dalam di ujung gang di bawah lampu jalan yang sudah redup dia melihat ada seorang perempuan yang tergeletak tidak sadarkan diri juga banyaknya darah di tubuh perempuan itu, Sean tidak tenang, dia berusaha menepis pikiran anehnya lalu mendekatinya.

Damn..

Sean tidak percaya dengan apa yang di lihatnya, Rasanya Sean mau mati saja.

"Sila," panggil Sean, namun tidak ada jawaban dari Adiknya, "bangun dek ini abang, lo nggak boleh gini sil, lo nggak boleh ninggalin abang sil," kata Sean sambil memeluk badan lemah adiknya, Sean memeluk raga yang sudah tidak bernyawa itu.

"SILAA," teriak Sean.

Dia merasakan pusing dikepalanya sangat luar biasa, Sean bangun lalu melihat sekelilingnya tidak ada siapa-siapa di sana. Lalu tiba-tiba pintu di buka dari luar dengan sedikit keras yang membuat Sean kaget melihat orang itu.

***

Elzio memasuki rumah sakit, berjalan dengan langkah cepat. Dia ingin cepat sampai di Ruangan tempat sahabatnya di rawat, ia berharap Sean segera bangun.

Elzio membuka pintu ruang rawat Sean dengan sedikit keras, saat melihat kedalam kakinya tiba-tiba susah di gerakin seakan ada yang menahannya, menyuruhnya untuk tidak masuk ke dalam. Elzio kaget bukan main saat melihat di sana Sean sudah terduduk dengan wajah yang sedikit pucat juga kaget karena kedatangannya yang tiba-tiba, Elzio ingin mebalikkan badannya dan menutup kembali pintu, tetapi suara Sean menghentikannya.

"Lo nggak mau masuk?" Tanya Sean yang melihat Elzio akan keluar lagi.

Elzio terpaksa membalikkan badannya menghadap Sean, "Gue belum siap ketemu lo."

"Terus kenapa lo buru-buru banget tadi?"

"Gue pikir lo belum sadar."

"Kenapa kalau gue belum sadar, lo mau ngapain? mau bunuh gue?" tanya Sean sedikit terkekeh ketika melihat wajah kaget Elzio karena pertanyaannya.

"Ngaco!" Elzio menatap Sean tajam karena tidak suka dengan pertanyaan Sean barusan "Gue tadi mau cerita, tapi nggak jadi."

"Lo mau cerita sama orang yang gak sadar? Waras lo?" tanya Sean heran.

Elzio menghiraukannya saja lalu dia teringat dengan janjinya yang akan minta maaf saat cowok itu sudah siuman.

"Gue minta maaf!"

"Gak perlu," Jawab Sean cepat sambil melihat ke arah lain tidak ingin melihat wajah Elzio.

"Gakpapa kalau lo belum bisa maafin gue." Elzio sadar kalau dirinya memang tidak pantas untuk di maafkan secepat itu, dia tau perbuatannya memang sudah melebihi batas dan dia akan tanggung jawab dengan apa yang sudah dia perbuat, dengan cara menjaga gadis yang tidak sengaja mengusiknya. Gadis yang di lindungi oleh sahabatnya tapi dia malah menyiksanya, haha sangat lucu.

Elzio keluar dari ruangan Sean dengan perasaan yang sedih Juga kecewa pada diri sendiri. Elzio cukup senang dan bahagia melihat Sean yang sudah siuman, itu berarti Sean nggak akan ninggalin dia.

Di ruangan nya Sean terus menatap pintu yang sudah tertutup rapat saat Elzio keluar, "Bukan itu yang gue maksud El," entah kenapa Sean merasa bersalah karena sudah menyalahkan Elzio juga memukulnya saat itu. Sebenarnya tadi Sean kaget bukan karena pintu yang di buka dengan keras, tapi karena melihat mata sembab Elzio yang berarti cowok itu baru saja menangis, Sean ingin bertanya tapi gengsinya terlalu tinggi.

"Lo sebenarnya kenapa El? Apa yang mau lo ceritain ke gue sampai terburu-buru kayak tadi. kalau tau gitu, mending tadi gue pura-pura tidur aja supaya bisa dengar keluh kesah lo yang selama ini lo simpan sendirian, lo gak sekuat itu El, gue tau lo pasti butuh pendengar, Maafin gue karena hanya mentingin perasaan gue sendiri." Gumamnya.




Elzio And ShaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang