14. Titik Terang

33 9 71
                                    

.
..
.
..
.
...
.
...
.
..
.
..
.
..
.
..
.
..
.
..

Happy Reading




Kali ini Jimin berada dirumah sakit, ditemani oleh Seokjin yang sekarang berada di depan berbincang dengan seorang suster. Wajah Seokjin keruh menandakan bahwa laki-laki itu sedikit merasa kesal. Jimin hanya diam memperhatikan, dia juga tidak ingin menginterupsi sama sekali. Setelah berdebat cukup serius, Seokjin menghampiri Jimin dan mendorong kursi rodanya menuju ke arah resepsionis.

"Jim kurasa kita harus menunggu dokter Seo sebentar, apakah tidak apa-apa?" Tanya Seokjin ketara menahan kesalnya.

Jimin mengangguk dan mengiyakan, tidak masalah kalau menunggu sebentar. Lagi pula Jimin juga sedikit bosan tinggal dirumah. Beberapa hari ini Taehyung dan Jungkook usil dengan menyembunyikan ponselnya. TV dirumah pun mati entah karena apa. Membuatnya dilanda bosan dan jenuh terus-terusan, karena kegiatan nya membaca buku.

Bisa-bisa kalau NamJoon mengajak nya diskusi atau bedah buku Jimin bisa lebih ahli. Bayangkan saja beberapa hari ini dia hanya duduk dikamar, halaman belakang, depan rumah, ruang tamu dan membaca buku. Apalagi kehebohan Taehyung dan Jungkook jika berkunjung, mereka akan terus membuat keributan. Membuatnya makin sakit kepala mendengarnya.

Sekarang ini keduanya duduk dikursi tunggu, menunggu nama Jimin dipanggil oleh resepsionis. Disela-sela menunggu Seokjin berbincang sebentar dengan Jimin. Mereka berdua bercerita mengenai masa lalu, saat-saat dimana Bangtan masih baru debut. Pengalaman pahit yang mereka bertujuh dapatkan, yang untungnya mampu mereka lalui hingga nama Bangtan dikenal.

Perjuangan mereka pada saat itu sungguh menguras emosi dan perasaan. Jatuh bangun dengan berbagai rumor yang ada, pertengkaran besar mereka mengenai perpanjangan kontrak. Jika diingat lagi Jimin bersyukur bisa sampai disini, dengan mereka tanpa ada yang berhenti dan tanpa ada yang hilang. Bertujuh dan selama akan tetap bertujuh, Jimin harap dimasa depan akan tetap seperti ini.

Tanpa terasa nama Jimin dipanggil, Seokjin berdiri sebentar dan menyuruh Jimin untuk tidak kemana-mana dan diiyakan. Laki-laki dari Busan itu mengedarkan pandangannya ke penjuru arah. Hari ini rumah sakit sedikit lenggang, tidak banyak orang yang berlalu lalang. Jika diperhatikan hanya ada 5 orang di kursi tunggu, 3 perempuan dengan berbagai usia dan 2 laki-laki remaja.

Karena sibuk dengan sekitarnya, Jimin tidak menyadari bahwa kursi rodanya tengah didorong oleh seseorang. Bukan Seokjin, laki-laki itu masih sedikit berdebat dengan resepsionis. Jimin pun tidak sadar, hingga dia dibawa ke lift.

"Hyung mengapa naik, ruangan dokter Seo bukan kearah sini"

Hening tidak ada jawaban apapun, Jimin ingin menengok ke belakang namun suara asing terdengar.

"Jangan melihat ke belakang, diam jangan berteriak juga. Kau akan baik-baik saja jika mengikuti ucapan ku Jimin-ssi"

Jimin gelisah, itu bukan suara Seokjin dan dia tidak mengenalinya sama sekali. Sementara itu Seokjin yang sudah selesai dengan urusannya dan mengetahui Jimin hilang pun kelimpungan. Dia berteriak pada resepsionis dan beberapa orang, Seokjin melakukan nya secara tidak sadar. Apalagi saat ada yang bilang padanya Jimin dibawa oleh orang asing.

"Laki-laki yang ada di kursi roda tadi pergi ke arah sana. Dengan seseorang yang berpakaian suster, kupikir dia sedang berobat jadi aku diam saja." Celetuk seorang remaja laki-laki yang melihat Seokjin marah.

The Antagonis Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang