22 : can i trust you

117 19 2
                                    

note!!
guys ini lanjutan part [10 : just need her, and her] mungkin kalian bisa baca ulang kalo lupa

enjoy xx

***




"Memangnya... aku bisa membantu apa? Aku.. juga hanya gadis biasa, asisten biasa, Tuan John."

John menatapnya dalam-dalam sebelum menjawab, seolah mencari cara terbaik untuk menyampaikan apa yang ada di pikirannya.

"Begini, Ann... kemarin, Dokter Ryu berbicara denganku."

Ann meneguk ludah, mencoba menguasai kegugupannya. Ia tahu, jika nama Dokter Ryu disebut, itu bukanlah hal yang sepele.

"Apa yang dikatakan Dokter Ryu?" tanyanya pelan, meski ada nada gentar dalam suaranya.

John menghela napas sebelum melanjutkan. "Dokter Ryu merasa bahwa Max membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekadar terapi profesional. Max perlu lingkungan yang lebih stabil dan dukungan yang lebih personal. Dia menyarankan agar kau, Ann, mengambil peran yang lebih signifikan dalam proses pemulihannya."

Kata-kata itu seperti bom yang meledak di telinga Ann. Ia tertegun, merasa darahnya surut ke ujung jari.

"Maksud...mu?"

"Max membutuhkan seseorang yang bisa diandalkan, yang membuatnya merasa aman. Kau, Ann, kau adalah orang itu," ujar John dengan nada mantap, meski lembut. "Dia membutuhkanmu lebih dari sekadar sebagai asistennya."

Ann memalingkan wajahnya. "Tidak mungkin," gumamnya sambil menggeleng. "Aku tidak punya keahlian apa pun dalam hal ini, Tuan John. Bagaimana mungkin aku—aku bahkan bukan bagian dari sesi terapinya."

John tidak segera menjawab. Ia membiarkan Ann berbicara, mengeluarkan semua keraguannya.

"Bagaimana kalau aku malah memperburuk keadaannya? Aku hanya asisten di sini. Menggantikan mendiang ibuku. Hanya itu. Max itu... dia bukan orang yang mudah didekati, Tuan. Kau tahu itu lebih baik daripada siapa pun." Suaranya mulai meninggi, meski masih terdengar gemetar.

John mengangguk pelan, seolah memahami setiap kata yang Ann ucapkan. "Aku tahu, Ann. Tapi kau juga tahu, sejak kau ada di sini, ada banyak perubahan pada Max. Mungkin kau tidak menyadarinya, tapi kami semua bisa melihatnya. Dia lebih tenang, lebih terkendali, setidaknya saat kau berada di dekatnya."

Ann berdiri, meletakkan cangkir tehnya dengan tangan gemetar.

"Tidak... aku tidak bisa. Maksudku, aku tidak mungkin terlibat sedalam itu. Max adalah..." Gadis itu berhenti, menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Max adalah tanggung jawab kalian, bukan aku."

John bangkit dari tempat duduknya, berjalan mendekati Ann, tapi tetap menjaga jarak.

"Ann," katanya lembut, "aku tahu ini berat untukmu. Aku tahu kau merasa ini bukan tugasmu. Tapi kau memiliki sesuatu yang tidak dimiliki siapa pun: kepercayaan Max. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa kami beli, bahkan dengan semua uang di dunia ini."

Ann mendongak, menatap John dengan mata berkaca-kaca.

"Tuan John, aku... aku tidak tahu harus mulai dari mana."

John tersenyum tipis, lalu menepuk pundaknya dengan pelan. "Kau tidak sendiri, Ann. Kami semua akan membantumu. Dokter Ryu akan memandu setiap langkahnya. Kami hanya meminta kau tetap ada untuk Max. Itu saja."

Ann menggeleng kecil, bayangan wajah Max—sikapnya yang keras kepala, kasar, tak terkendali, namun juga rapuh—muncul dalam pikirannya. Ia mengingat tatapan Max beberapa waktu lalu, bagaimana pria itu kadang tampak seperti anak kecil yang mencari kehangatan yang hilang.

Dan akhirnya, setelah sesi terapi Max selesai, Ann berbicara empat mata dengan Dokter Ryu. Tentu saja, tanpa sepengetahuan Max.. dan semua memastikan pria itu tidak akan pernah mengetahui ini..

Ruangan terapi itu terasa sunyi, hanya terdengar detak jam dinding yang seakan memperpanjang setiap detik.

Dokter Ryu, wanita paruh baya dengan rambut sebagian memutih, menyambut Ann dengan senyum hangat.

"Ann, terima kasih sudah datang. Aku tahu ini tidak mudah untukmu," katanya, mempersilakan Ann duduk.

Ann menunduk, menggenggam kedua tangannya erat-erat di pangkuannya. "Aku tidak yakin bisa melakukan ini, Dokter. Aku bukan seorang ahli. Aku bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya Max butuhkan."

Dokter Ryu mencondongkan tubuhnya ke depan, sikapnya penuh pengertian.

"Ann, tidak ada yang meminta kesempurnaan darimu. Yang Max butuhkan bukanlah ahli terapi. Dia membutuhkan seseorang yang bisa membuatnya merasa diterima, apa adanya. Seseorang yang bisa menjadi tempatnya bergantung, terutama saat dia merasa dunianya runtuh."

"Tapi bagaimana jika aku gagal? Bagaimana jika aku malah membuat semuanya lebih buruk?":Ann bertanya, suaranya nyaris pecah.

Dokter Ryu mengangguk perlahan. "Ketakutan itu wajar. Tapi kau harus ingat, Ann, Max sudah lebih baik sejak kau ada di dekatnya. Perubahan kecil itu tidak mungkin terjadi tanpa kehadiranmu."

Ann mengusap wajahnya, mencoba menenangkan pikirannya yang berkecamuk. "Jadi... apa yang harus aku lakukan?"

"Sederhana. Dengarkan dia. Beri dia ruang untuk mengekspresikan dirinya, bahkan jika itu tidak selalu masuk akal. Jangan memaksanya. Tunjukkan bahwa kau tidak akan meninggalkannya, apa pun yang terjadi."

Ann terdiam lama, memikirkan kata-kata Dokter Ryu.

"Tunjukkan bahwa kau tidak akan meninggalkannya, apa pun yang terjadi."

Apa pun yang terjadi...?

Apa pun.....?

Dengan napas yang berat, Ann akhirnya berkata, "Baik, Dokter. Aku... aku akan melakukannya.. aku akan bersikap lebih baik pada Max.. dan tidak menentanh emosinya."

Dokter Ryu tersenyum penuh kelegaan. "Aku tahu kau bisa, Ann. Kau memiliki kekuatan lebih dari yang kau sadari."

Ann masih merasakan keraguan itu. Namun, ada juga secercah harapan. Mungkin, hanya mungkin, ia bisa membantu Max melewati badai yang selama ini menghantui pria itu.

Die Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang