Ann berdiri di depan pintu kaca besar yang bertuliskan "Lacuna Corp" dengan huruf tebal mengilat. Rasanya terlalu mewah untuk dirinya yang hanya mengenakan blus sederhana dan rok pensil hitam. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menghalau rasa gugup yang melilitnya.
Para karyawan lalu-lalang dengan langkah cepat, semua tampak sibuk dan profesional.
"Masuk saja, Ann. Aku sudah memberi tahu mereka kalau kau akan datang. Tempat ini milikku, yang artinya juga adalah milikmu." suara Max terngiang di ponselnya tadi pagi. Cara pria itu menyebut namanya masih terasa menusuk hati—tegas, tapi ada nada dingin seperti memerintah.
Ann baru saja hendak menghubungi Max untuk mengonfirmasi kedatangannya, ketika seorang wanita cantik menyambutnya.
Rambut cokelat gelap wanita itu tergerai rapi, mengenakan blazer hitam pas badan dan rok selutut yang menonjolkan kaki jenjangnya. Senyumannya tampak ramah, tetapi aura profesionalisme yang ia pancarkan begitu kuat hingga Ann sedikit merasa cemas.
"Selamat siang, anda pasti Nona Ann," sapanya dengan senyum ramah, namun aura profesionalnya begitu kuat. "Saya Vallery, sekretaris Tuan Max. Dia sedang menunggu anda di lantai atas."
Senyuman itu, meskipun ramah, membuat Ann sedikit gugup. Gadis itu mulai merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Apa yang aku lakukan di sini? pikirnya gugup. Ann merasa, tempat seperti ini bukanlah tempatnya. Ia merasa kecil.
Ann membalas dengan senyum kecil, merasa kakinya sedikit berat saat berjalan mengikuti langkah Vallery menuju lift.
Saat lift naik, Ann mencuri pandang ke arah Vallery yang berdiri tegak dengan tangan melipat dokumen di dadanya. Sangat cantik, sangat elegan, dan Ann tidak bisa tidak membandingkan dirinya yang tampak begitu sederhana di sampingnya.
"Ini pertama kalinya anda datang ke kantor, ya?" tanya Vallery, nadanya ringan.
Ann mengangguk, tersenyum kecil. "Ya, aku lebih sering menemui Max—— maksudku, Tuan Max, di rumah."
Vallery menoleh sedikit, matanya yang tajam tampak mempelajari Ann sejenak sebelum mengangguk. "Ah, tentu saja. Tuan Max jarang membawa orang ke sini kecuali untuk urusan yang benar-benar penting."
Kalimat itu membuat Ann sedikit berkeringat dingin. Apa maksudnya? Namun sebelum ia bisa menjawab, lift berbunyi, pintunya terbuka, dan Vallery memberi isyarat agar Ann keluar lebih dulu.
Ann mengangguk, berterima kasih dengan sopan, lalu mengikuti Vallery melewati lorong yang dipenuhi karya seni abstrak dan patung-patung modern yang entah mengapa terasa intimidatif. Setiap sudut di kantor ini mencerminkan kepribadian Max—berkelas, mewah, tapi juga dingin dan tak ramah.
Ketika pintu kayu besar di ujung lorong terbuka, Ann terdiam sejenak. Ruangan Max jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Dengan dinding kaca yang menghadap ke kota, meja kerja besar dari kayu gelap, dan beberapa patung karakter game yang tampak seperti robot, ruangan ini seperti dunia lain—dunia yang jauh dari kenyamanannya.
Max sedang duduk di kursi kerjanya, mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku, dasi hitam longgar melingkar di lehernya. Pandangannya tertuju ke layar laptop di depannya, tapi begitu Ann masuk, matanya langsung beralih.
Ann bisa merasakan perubahan atmosfer dalam ruangan itu. Pandangan Max tetap tajam, tetapi ada kehangatan tersembunyi yang hanya ia yang bisa menangkapnya.
"Ann," panggil Max dengan nada datar, namun cukup untuk membuat jantung Ann berdebar. Ia berdiri, menghampirinya, dan tanpa peringatan mencium kening Ann dengan lembut, sebuah gesture yang mengejutkan Ann, terutama di depan Vallery.
KAMU SEDANG MEMBACA
Die Into You
Romance"Aku sudah menjadi pria yang baik. Mengapa kau tidak membiarkanku menjadi priamu, Ann?" Max merengek putus asa. rate : mature © all pics from : pinterest FOLLOW SEBELUM MEMBACA, YA!!!