06. Drowning In Her Smile

23 9 0
                                    

"Aku merindukanmu, meskipun masalalu tak bisa kita ulang" ~Naila
-----------------------------------------------------------
.
.
.
.

Pada bulan Agustus, jika tidak salah ingat, dia, Fauzan sering kali memberi Naila kode dengan gaya saranghaeyo menggunakan tangannya yang ia tujukan pada Naila.

Beberapa hari kemudian, saat Naila berada di kelasnya, ia terpaksa keluar karena ada guru yang akan datang mengajar. Ketika dia menunggu guru itu di pintu kelasnya, Fauzan tiba-tiba datang dan berdiri tepat di sampingnya. Karena posisinya menghalangi jalan orang lain untuk masuk, Naila pindah tempat dan Fauzan pun mengikutinya. Karena takut banyak yang melihat, Naila pindah lagi, dan akhirnya Fauzan pergi untuk meminjam pulpen ke temannya di kelas lain.

Esok harinya, Naila datang lagi ke kelasnya. Saat itu, Naila melihatnya duduk di bangku temannya, Aisya, dan mereka berdua sedang mengobrol. Temannya yang lain, Ainun, memanggil Naila yang sedang makan Beng-Beng. Dia lalu menunjukkan komik horor pada Naila.

Naila mulai membacanya, dan saat ia tenggelam dalam cerita, Fauzan melihat ke arahnya sambil bernyanyi lagu yang viral saat itu, "Begitu sulit lupakan kamu, apalagi kamu baik."

Aisya, menyadari bahwa Fauzan, meski tengah mengobrol dengannya, pandangan matanya tertuju ke arah Naila. Naila yang saat itu merasa salting, langsung menutup wajahnya dengan buku komik temannya itu.

Setelah selesai membaca, Naila pergi untuk membuang bungkus sneknya. Dan ia tanpa sengaja mendengar sedikit percakapan antara Fauzan dan Aisya.

"Suatu saat nanti kita semua juga pasti akan puber," jelas Fauzan dengan nada santai.

"Kita? Lo aja kali," celetuk Naila sambil tertawa kecil.

Aisya ikut tertawa mendengar celetukan Naila, sementara Fauzan tersenyum meresponsnya.

------------------
Skip

Di tengah keramaian-pikuk sekolah saat istirahat, Fauzan dan teman-temannya berdiri di depan kelas, bercanda sambil menunggu bel berbunyi. Fauzan melirik ke arah Naila yang berada di samping kantor, tak jauh dari tempat mereka berkumpul. Rasa ingin tahu menguasainya, dan dengan hati-hati dia mengambil ponselnya, berusaha memotret Naila secara diam-diam.

Namun, Naila menyadari gerak-gerik Fauzan dari sudut matanya. Dia berpura-pura tidak tahu, meski jantungnya berdebar kencang. Fauzan terlihat mulai ragu dan gugup, dan kebetulan seorang kakak kelas yang berada dalam perkumpulan mengamati tindakannya.

Fauzan berbisik padanya "Saya takut memfotonya"

Kakak kelas itu, dengan senyum lebar, mengambil ponsel dari tangan Fauzan. "Sini, saya yang fotokan," katanya dengan nada bercanda.

Naila yang menyaksikan adegan tersebut dengan jelas, merasa canggung namun berusaha tenang. Ia tahu bahwa semua ini terlihat terang-terangan. Sambil menenangkan dirinya, Naila mencoba tersenyum dan menghadap ke kamera, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Jangan terang-terangan gitu," bisik Fauzan dengan wajah merah padam, merasa malu karena niatnya ketahuan.

Kakak kelas itu hanya tertawa kecil dan berkata, "Santai aja, Fauzan. Ini cuma foto biasa." Ia pun mengarahkan kamera ke Naila yang sudah siap dengan senyum terbaiknya.

Saat kakak kelas yang di sukai Naila memotretnya, Naila merasa campur aduk. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya mereka pikirkan, tetapi di dalam hatinya, dia berharap ini adalah tanda bahwa si kakak kelas juga memiliki perasaan yang sama. Setelah foto diambil, Naila melanjutkan kegiatannya dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya, meski hatinya terus bertanya-tanya tentang arti dari semua ini.

Fauzan kembali ke teman-temannya dengan ponselnya. Dia melihat hasil foto itu dan tak bisa menahan senyum. Mungkin ini adalah langkah kecil, tapi ini adalah momen yang berarti. Ia berharap bisa lebih dekat lagi dengan Naila, suatu hari nanti.

My Diary: AuthorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang