08. Become awkward

23 8 0
                                    

Bulan Oktober

Bulan Oktober membawa Naila ke dalam momen yang tak terlupakan di sekolah. Suatu hari, dia ingin mengambil tasnya di kelas dan meminta temannya, Amira, untuk menemaninya. Namun, Amira hanya menunggu di luar kelas. Saat itu, banyak laki-laki yang sedang nongkrong di dalam dan di luar kelas, termasuk kakak kelas yang disukainya dan juga Fauzan.

Dengan terburu-buru, Naila mencoba mengambil tasnya yang tersangkut di meja. Dia merasa panik karena begitu banyak laki-laki yang duduk di sekitar bangkunya. Tiba-tiba, Fauzan melihatnya dan berkata, "Sini, biar aku yang lepas." Dia sengaja agak lama melepas tas itu,mungkin agar bisa sedikit lebih lama berada di dekat Naila. Seketika itu, teman-temannya yang ribut langsung diam dan fokus melihat mereka berdua.

Ketika akhirnya tasnya terlepas, Naila hampir saja mengucapkan terima kasih, namun Fauzan tersenyum ramah dan berkata, "Ini, sama-sama." Tatapan ramah dan senyum itu membuat Naila yang tadinya wajahnya datar langsung tersenyum.

Teman-temannya langsung ribut melihat mereka berdua. Mereka bersorak, "Aaa, ciee," sambil berusaha menyapa dengan candaan. Beberapa temannya, termasuk kakak kelas yang disukainya, bahkan sampai mendorong-mendorong dan memukul Fauzan dengan penuh semangat.

Tentu saja, Naila juga langsung salting dengan tingkah laku mereka. Dia cepat-cepat meninggalkan Amira yang masih menunggu di luar dan kembali berlari masuk ke kelas sebelah.

Setibanya di dalam kelas, Naila duduk di samping dinding dan sedikit membenturkan kepalanya sambil tersenyum. Amira mendekatinya dengan ekspresi penasaran. "Pasti kamu salting ya?" tanya Amira sambil tersenyum.

Naila spontan mengelak, "Tidak."

Amira mengangguk, "Ooh," dengan nada percaya saja.

Percakapan dengan Amira
"Amira, kamu lihat tadi? Mereka semua ribut-ribut gara-gara aku sama Fauzan," ucap Naila dengan nada geli.

Amira menggelengkan kepala sambil tertawa. "Iya, itu lucu banget, Nay. Mereka beneran terlalu heboh."

Naila tertawa kecil. "Ya ampun, padahal aku cuman mau ngambil tas aja. Tapi serius deh, Mira, Fauzan tadi kayaknya sengaja aja lama-lama nyetel tasnya."

Amira menyipitkan mata, memandang Naila dengan nada jenaka. "Emangnya kamu suka, Nay?"

Naila menggeleng pelan sambil merahasiakan senyum di balik tangannya. "Apaan sih, Mira? Enggak kok."

Amira mengangkat bahu. "Kalau gitu, ya udah. Tapi kalau iya, kamu tahu, aku dukung kamu deh."

Naila tersenyum. "Thanks, Mira. Tapi, aku serius, ini cuman kejadian biasa aja."

Amira mengedipkan mata. "Yaudahlah, kalau gitu. Tapi aku senang kalau kamu senang."

------------
Skip

Hari penerimaan rapor tiba. Naila meraih peringkat ke-3 di kelas. Saat itu, ia melihat Fauzan dari kejauhan. Dia menatap Naila dengan isyarat mulutnya, seakan bertanya tanpa bersuara, "Juara berapa?" Naila tidak paham apa yang ia katakan, dan pada awalnya Naila berpikir Fauzan bertanya pada orang lain.

Tapi kemudian, saat seluruh siswa di kelas selesai menerima rapor, Naila kembali bersama teman-temannya.

Amira segera bertanya padanya, "Juara berapa, Nay?"

"Juara 3," jawab Naila dengan senyum.

"Saya kira kau juara 1 lagi," kata Aisya sambil tersenyum.

Naila melihat ke arah Fauzan lagi dengan senyum. Teman Fauzan yang berada di samping Fauzan memberi tahunya, "Fauzan, Naila melihatmu sambil senyum-senyum." Fauzan, yang sebelumnya tampak setengah kecewa karena pertanyaannya yang tak di jawab, menjawab tanpa ekspresi, "Iya, biar saja," lalu ia kembali menundukkan kepalanya.

Naila merasa bersalah karena tidak menjawab pertanyaannya dengan baik. Apakah ia seharusnya menjawabnya tadi?

"Suatu hari, kau akan menjadi hal terbaik bagi seseorang" ~Naila

My Diary: AuthorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang