02. The Unspoken Connection

33 9 0
                                    

"Walaupun tidak lama, terima kasih karena sudah pernah ada" ~Naila
-----------------------------------------------------------
.
.
.
.

Hari Jum'at yang cerah namun penuh dengan kegelisahan. Esok adalah hari yang dinanti-nantikan oleh semua siswa kelas 9, acara pelepasan yang menandakan berakhirnya perjalanan mereka di sekolah ini.

Bagi Naila, hari ini lebih dari sekadar penutupan babak pendidikan; ini adalah kesempatan terakhirnya untuk bertemu dengan Fauzan sebelum mereka semua melangkah ke jalan masing-masing.

Naila berjalan di antara kerumunan siswa yang sibuk berbicara dan tertawa. Ia berusaha mencari sosok yang dirindukannya, tetapi setiap kali ia menoleh, yang ditemuinya hanyalah wajah-wajah yang familiar namun bukan yang dicarinya.

Semakin lama ia mencari, semakin besar rasa cemasnya. Ia merasa seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

"Mana dia Nay? Foto dia diam-diam," saran Ainun, temannya yang selalu ceria dan penuh inisiatif.

Naila menggelengkan kepala, ekspresi kecewa terpancar di wajahnya. "Dia tidak ada, dia tidak datang," jawabnya pelan.

Di dalam hatinya, Naila merasa sedih. "Padahal aku ingin sekali bertemu," batinnya lirih.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti seabad, Naila memutuskan untuk berhenti mencari.

Ia berdiri di sudut lapangan, melihat para siswa yang tengah sibuk dengan persiapan dan kegembiraan mereka. Ada yang berfoto bersama teman-teman, ada yang tertawa keras-keras, dan ada juga yang tampak emosional menghadapi perpisahan ini.

Naila merasa terasing di tengah-tengah semua itu, hatinya kosong karena Fauzan tak kunjung muncul.

-----------------------
Skip

Latihan untuk acara kelulusan membuat Naila sering berada di panggung. Salah satu teman Fauzan memotret mereka yang tengah latihan. Tak lama setelah itu, Fauzan yang tadinya tak ada di sekolah tiba-tiba muncul. Sambil bernyanyi di atas panggung, Naila melihat Fauzan hadir di balik barisan penonton. Ekspresi seriusnya memperhatikan Naila dengan cermat membuatnya semakin gugup, tetapi juga menambah semangat untuk memberikan yang terbaik.

"Kenapa dia datang tiba-tiba?" pikir Naila, berusaha menyembunyikan kegugupannya di balik senyuman. Kehadiran Fauzan di sana memberikan dorongan ekstra, seolah-olah dia ingin menunjukkan penampilannya yang terbaik bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk Fauzan.

"Segala apa yang ada di depan mata, tak akan menandingi ia yang sudah ada dalam hati" ~ Naila

-----------------
Skip

Acara Kelulusan

Akhirnya, hari yang dinanti-nanti tiba. Acara kelulusan. Duduk di belakang Fauzan di ruang yang penuh dengan harapan dan kenangan selama tiga tahun terakhir, Naila merasakan campuran antara kegembiraan dan kecemasan. Ketika Fauzan berbalik dan menatapnya, Naila tak bisa menahan senyumnya. Jantungnya berdebar kencang, mencoba mempertahankan senyumnya meski Fauzan seakan berusaha mengalihkan pandangan.

Namun, dua kali ia mengalihkan pandangannya ke arah Naila, seolah-olah ada sesuatu yang ingin disampaikan lewat tatapan itu. Detik-detik tersebut terasa begitu panjang, penuh dengan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Setelah acara resmi berakhir, para siswa saling berpelukan dan mengucapkan selamat tinggal. Naila melihat Fauzan, berbicara dengan beberapa teman. Naila mengumpulkan keberanian untuk mendekati Fauzan.

Dan bagaimana selanjutnya??

My Diary: AuthorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang