Tandai Typo Mek 💗💃
Sudah sepuluh menit lamanya, kedua bocah berpenampilan tidak baik itu berdiri di halaman rumah besar keluarga Pratama. Saling dorong dan saling mengumpat.
"Buruan, masuk. Gue mau pulang."
"Ga belani, Vano. Nanti Buna malah."
"Gak akan marah. Buruan."
"Vano aja sana yang masuk." Mendorong tubuh yang lebih besar dari nya.
"Tau deh mending gue pulang," kata nya lalu berlari menuju rumah nya. Meninggalkan Haikal yang saat ini gelisah bukan main.
"Aduh..ini gimana kalo Buna malah," cicit nya pelan.
Masi dengan pakaian dan penampilan yang sama. Baju seragam yang penuh lumpur seperti baru memandikan kerbau. Bahkan saat ini seperti dia yang menjadi kerbaunya.
Duduk di bawah pohon rindang di depan rumah sambil melamun. Memikirkan apa kah Buna akan marah? Atau bahkan Ayah? Pertanyaan itu bersarang di otak kecil nya.
Suara motor dari gerbang membuat dia menoleh ke arah suara tersebut. Terlihat sang Abang yang baru saja memasuki pekarangan rumah. Sepertinya abangnya baru pulang ekskul basket, terlihat dari Jersey yang digunakannya.
Dia Alvero, yang baru tiba. Dia memang pulang sore karna harus mengikuti ekstrakurikuler basket. Baru turun dari motor dan membuka helm tak sengaja matanya melihat Haikal yang sedang duduk di bawah pohon, sambil mencabuti rumput. Matanya melotot melihat penampilan bungsu Ayah nya itu.
"Baru dari mana sampe baju berlumpur kaya gitu?" tanya Al sambil berjalan menghampiri adiknya.
Haikal tersentak kaget mendengar suara Alvero. Menatap Al takut-takut dan bangkit berdiri. Kepalanya semakin menunduk saat Al sudah berdiri di hadapan nya sambil bersedekap dada.
Meneliti penampilan Haikal dari atas sampai bawah. Anak kerbau. Pikirnya.
Sedangkan yang di tatap semakin gugup dan meremat tangannya.
"Kalau Abang tanya di jawab, Haikal," ucap Al.
Diam. Haikal bungkam tak ingin bersuara. Dia benar-benar takut sekarang.
Berdecak kesa. Tangan Al menarik kerah belakang adiknya dan membawanya masuk ke dalam rumah. Haikal hanya bisa mengikut saja dalam diam, tidak protes saat dirinya di bawa bak seekor kucing.
"BUNDA! " teriakan Al menggema di penjuru rumah. Membuat sang bunda tadi sedang sibuk di dapur langsung berlari ke ruang tamu.
"Abang, Kenap- ASTAGA HAIKAL. HABIS NGAPAIN KAMU." Bunda terkejut melihat anak bungsunya yang seperti kerbau.
Bagaimana tidak. Baju seragam penuh lumpur, wajah yang cemong oleh lumpur dan tas yang di seret di lantai.
"Kamu dari mana sampai bisa kaya gini?" tanya Bunda.
Haikal semakin menunduk takut, ingin menangis rasanya. Tak berani bersuara dan tak berani menatap bunda.
"Al nemu di depan. Duduk di bawah pohon kek gembel," kata Al.
"Kamu gak tau kenapa begini?" tanya Bunda di balas gelengan oleh Al.
Bunda menghela napas lelah. Apa lagi yang di lakukan anak bungsunya ini. Haikal yang mendengar Bunda menghela napas pun akhirnya bersuara.
"Maaf, Buna," cicitnya pelan. "Haikal nakal lagi. Maaf, Buna." sambunya Masi dengan kepala menunduk.
Bunda jadi tak tega. "Haikal dari mana aja, Sayang? Pulang sore banget dan pulang udah penuh lumpur, hmm ?" tanya Bunda lembut.
"Tadi main dulu," jawab Haikal.
"Kalau main kenapa sampai kaya gini?"
"Haikal, tawulan." Bunda terdiam.
"Hahhahahah..tawuran katanya?" tawa menggelar milik Al membuat suasana canggung menjadi berisik. "Udah gede lo sok-sokan tawuran?" tanya Al setelah menghentikan tawanya.
"Haikal benelan tawulan, Abang," seru Haikal kesal. Masa abangnya tidak percaya sih.
"Lo masih kecil, pendek sok tawuran. Main sepeda aja Masi di pegangin Ayah di belakang," ejek Al.
"Abang kok bodyswiming?" tanya Haikal kesal.
"Bukan bodyswiming, Sayang," kata Bunda.
"Buna diem dulu. Haikal kesel sama Abang ejek-ejek Haikal pendek," kata nya pada Bunda. Bunda diam.
"ASTAGAAA KENAPA ADA KERBAU JELEK DISINI?" teriakan cetar milik Ayah mengagetkan ketiganya.
"Hahhahahah!" Alvero tertawa lagi saat adiknya di katai kerbau jelek.
Haikal kesal, masa dia di katai kerbau jelek. Dia kan tampan dan menggemaskan, mereka buta atau bagaimana?. Menyebalkan.
Matanya menyorot tajam ke arah Ayah yang memandangnya seolah dia adalah manusia paling jorok. Haikal hanya mandi lumpur, bukan mandi tai.
"Biasa aja liatnya. Muka Ayah jelek banget!" seru Haikal kesal.
"Kenapa kamu bisa kaya gini? Ngapain aja kamu? Nanem padi, di sawah?" tanya Ayah beruntun.
"Haikal tawulan. Namanya juga anak muda," jawabnya sombong.
"Pfftt..hahaha, tawuran? Anak muda? Hahhaa..ga salah kamu ngomong begitu?" tanya Ayah sambil tertawa ngakak sampai tersedak dan metong. Canda.
"Tau tuh, yah. Katanya dia udah gede makanya sok-sokan tawuran segala," kata Alvero ikut-ikutan.
"Bobok Masi di keloni, Masi ngedot sok tawuran," ucap Ayah memandang anak bungsunya yang akan menangis itu dengan tatapan remeh.
Sedangkan Bunda hanya bisa menghela napas. Lagi lagi dan lagi. Kenapa suami dan anak tengah nya suka sekali membuat Haikal kesal dan menangis. Lihat saja sekarang, bontot nya sudah bersiap akan menangis.
"Ayah, kok, jahat! " Seru Haikal.
"Ayah gak jahat, kamu aja yang bandel."
"Haikal gak bandel, Ayah."
"Nakal. Buktinya tawuran-tawuran sampe baju kotor begitu. Apa kalo bukan nakal, ha?"
"Jangan malah Haikal, Ayah!" serunya. Dia benci ketika Ayah sudah menggunakan nada tinggi.
"Sekarang masuk kamar. Jangan keluar sebelum Ayah suruh," ucap Ayah dengan nada tegas.
Haikal tidak tahan lagi, dia tidak suka di situasi seperti ini. Ayah yang marah, dan dia hanya bisa menangis.
"AYAH JAHAT, HAIKAL BENCI, AYAH!" teriaknya sambil terisak, lalu berlari kencang menuju kamarnya. Walau sesekali kakinya tersandung di anak tangga. Haikal tidak peduli jika kakinya akan sakit nanti.
"Kamu berlebihan, Mas. Gak usah sampe pake nada tinggi. Kamu tau bungsumu bagaimana," kata Bunda.
"Dia nakal, Nayla."
"Aku tau, Mas. Aku juga marah, aku emosi. Tapi aku tahan, Mas. karna aku tau bagaimana anak bungsumu jika mendengar suara bentakan."
"Aku minta maaf," kata Ayah.
"Jangan minta maaf padaku. Minta maaf pada Haikal. Dia yang kamu marahi." selanjutnya Bunda berlalu dari sana berniat menghampiri anak bungsunya. Dia tau pasti Haikal menangis di kamar.
Ayah menghela napas, bukan maksudnya membentak Haikal, tapi di kantor ada masalah dan dia tidak sengaja melampiaskan kenapa bungsunya. Sekarang dia menyesal.
"Gapapa, Yah. nanti minta maaf, " kata Alvero menenangkan Yyah.
Ayah hanya mengangguk. Setelahnya keduanya menuju kamar masing-masing untuk membersihkan diri. Biar lah begini dulu. Nanti Ayah akan minta maaf pada bungsunya.
Tiga sahabat Haikal bilek : di marahin kan? Sama, saya juga di marahin💃
KAMU SEDANG MEMBACA
HAIKAL [ TERBIT]
General FictionPelkenalkan, nama saya Haikal Lesmana Platama. Anaknya ayah Joldan!