Tandai Typo Chagi💗
Ini hari Minggu. Biasanya keluarga Pratama akan berdiam diri dan menghabiskan waktu bersama dirumah. Tapi kali ini, mereka akan pergi kerumah nenek. Orang tua dari ayah Jordan.
"Ayah, Haikal ga usah ikut aja, ya." sudah ada puluhan kali Haikal mengatakan itu. Jordan sampai bosan mendengarnya.
"Ga bisa dong, Sayang. Kan hari ini nenek ulang tahun," kata bunda.
"Tapi Haikal pengen dilumah aja, Buna."
"Gak ada yang tinggal!" tegas ayah dan berlalu dari sana.
Bukan apa. Haikal hanya tak ingin sakit hati ketika berada di rumah nenek. Nenek yang tidak terlalu suka padanya, dan selalu membandingkannya dengan Abang bahkan dengan sepupunya yang lain.
Bahkan Haikal suka menangis ketika dirumah nenek. Ketika nenek yang menyudutkan nya, mengatainya bodoh, cadel, bahkan yang paling menyakitkan adalah ketika nenek mengatainya Idiot. Sakit? Tentu saja.
Bunda tau kenapa Haikal tak ingin ikut. Dia pun sebenarnya malas, ibu mana yang suka ketika anaknya di katai idiot dan bodoh. Tapi karna paksaan ibu mertuanya Nayla terpaksa ikut. Meninggalkan Haikal? Tidak mungkin, itu bahkan akan membuatnya tidak tenang di sana nanti.
"Gapapa ya, kan ada Buna. Nanti kalo mereka jahat, Haikal jangan dekat-dekat sama mereka,ya, sayang." Bunda mengerti suasana hati bungsunya.
"Gamau, Buna." gumamnya lirih.
"Ada Abang. Kalo mereka jahat kita pulang. Kalau Ayah gak mau, kita tinggalin Ayah di sana" Alvero yang tadi mendengarkan percakapan mereka berusaha menenangkan adiknya.
"Meleka jahat banget, Abang," adunya pada Alvero.
"Mereka kan titisan dakjal. Jadi wajar kalo mereka jahat," kata Alvero membuat Haikal terkikik pelan.
Bunda yang melihat keduanya tersenyum. Beruntung sekali ada Alvero yang bisa menenangkan dan menjaga Haikal.
"Ya udah, yuk! Kita berangkat. Ayah Udah nunggu di depan," ajak bunda pada kedua anaknya.
Mereka keluar dari rumah. Di halaman sudah terparkir mobil milik ayah, dan sudah ada ayah di balik kemudi. Mereka naik ke atas mobil dengan bunda di kursi samping kemudi, sedangkan Alvero dan Haikal duduk di bangku belakang yang sudah di isi Arka.
Haikal duduk di apit oleh kedua abangnya. Mobil yang mereka naiki melesat meninggalkan halaman rumah. Suasana hening di mobil membuat bunda tak nyaman. Biasanya ketika seperti ini Haikal akan banyak bicara dan bertanya tentang apa saja yang dia lihat di pinggir jalan.
Tapi kali ini anak itu hanya diam, sesekali melirik ke samping melihat suasana jalan.
"Tumben diam." Arka pun sama. Dia tidak nyaman dengan suasana hening ini.
Memang dia tidak suka keramaian dan berisik, tapi jika itu adik bungsunya dia tak masalah. Malah dia lebih tidak nyaman ketika Haikal mendadak diam.
"Emang kita halus ngapain?" tanya Haikal.
"Biasanya mulut mu tidak berhenti berbicara," kata Arka.
Haikal mencebik bibirnya kesal. Mana mungkin dia seperti itu.
"Abang Velo nih, diem aja dali tadi main hp telus. Nanti palanya pusing balu tau lasa," katanya menyalahkan Alvero.
"Kok jadi gue yang salah?" tanya Alvero tak terima.
"Makanya jangan hp telus. Nanti kepala nya pusing," peringat Haikal.
"Halah! Bilang aja lo iri. Kan iPad lo di pegang Ayah. Jadi gak bisa main," ejek Alvero.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAIKAL [ TERBIT]
General FictionPelkenalkan, nama saya Haikal Lesmana Platama. Anaknya ayah Joldan!