XI

1 0 0
                                    

Tomo dan Hans berjalan menghampiri ketiga gadis itu. Tomo merentangkan tangannya dengan senyumnya yang lebar dan memeluk Helena. Tubuh Helena yang kecil tenggelam dalam pelukan pemuda asli Jepang itu. Tapi, wajah Helena merah padam. Air matanya mengalir deras. Tomo melepas pelukannya. Matanya mengedip bingung.

Hans menghampiri Helena. Tangannya yang besar dan kurus membelai rambut Helena. Matanya yang biru menatap Helena lurus. "Jangan menangis..." kata Hans. Matanya yang biru mulai menggelap. Melihat itu, Helena mulai berhenti menangis. Mata Hans kembali menjadi biru terang kembali. Helena memegang tangan Hans. Dia sangat lega Hans baik-baik saja. Semua ingatan tentang Hans yang terluka malam itu hilang begitu saja dari ingatannya.

*

Setelah penderitaannya hampir seminggu, perlahan senyumannya terbit kembali. Mereka berlima bermain skating. "Helena, kau pintar juga ternyata main skating, kenapa kau selalu tidak mau kuajak sih?" Annie merengut. Helena hanya tertawa kecil. Tomo yang paling payah bermain skating. Sebenarnya ia tidak sepayah itu, dia hanya sulit berkonsentrasi.

"Lihat! Sekarang aku sudah bisa main, loh!" Tomo merentangkan tangannya. Ia berseluncur lurus. Ia tersenyum lebar. "Tomo, di depanmu ada pohon!" Yoo Ra berteriak.

"Aku tidak bisa berhenti!" Tomo berteriak panik.

Bruk!

Tomo menabrak pohon dengan posisi berdiri. Dahinya mencium pohon willow yang besar berselimut salju. Salju yang tebal jatuh menimbum dirinya. Mereka berlima meluncur dengan panik.

"Tomo! Kau baik-baik saja?" Annie berteriak.

Sebuah kaki muncul dari balik timbunan salju.

"Aakk!" Han Yoo Ra berseru kaget.

Kepala Tomo ikut menyembul juga. Ia tersenyum lebar. "Seru juga, ya!"

Helena tertawa. Wajah Tomo dihiasi sebuah benjolan merah di dahinya. Yang lain ikut tertawa. "Aw, sakit sekali..." Tomo mengeluh memencet benjolannya. Lalu, ia meringis. Mereka menarik Tomo dari timbunan salju.

"Itulah akibatnya kalau kebanyakan pamer!" Annie mengomel.

"Aku ini terlahir tampan dan keren. Aku tidak bermaksud pamer!" Tomo menjawab.

"Tidak ada yang bilang kamu tampan dan keren!" Annie menyahut.

"Benarkah? Setiap valentine aku mendapat minimal 15 surat cinta!" Tomo menyahut lagi.

"Aku rasa itu surat cinta salah alamat Tomo." Annie terus menggoda Tomo. Helena dan Han Yoo Ra tertawa geli. Hans tersenyum kecil. Tapi, wajah Hans tertuju melihat Helena yang tertawa. Ia tersenyum bukan karena becandaan mereka, tapi ia tersenyum melihat Helena yang tertawa bahagia. Mereka membawa Tomo yang benjol dan pincang ke pinggir danau.

"Ah, aku lapar! Aku ingin beli corn dog yang hangat. Sepertinya enak sekarang kalau makan corn dog!" Annie berseru.

"Corn dog kan makanan korea. Aku maunya takoyaki!" Tomo menyahut.

"Makanan apa itu?" Annie bertanya. "Sepertinya makanan Jepang tidak populer disini!"

Tomo cemberut. "Populer, kok!" Tomo menunjuk Helena dan Hans. "Mereka berdua suka setiap makanan yang aku berikan. Terlebih lagi ramen."

Han Yoo Ra tersenyum. "Mereka orang yang sangat baik."

Tomo menoleh ke Helena. "Helena, kau mau karena kasihan padaku, ya?"

Helena tertawa kecil. "Tidak, aku memang suka."

"Ya sudah, aku mau cari makan dulu dengan Yoo Ra. Aku carikan makanan Jepang khusus untukmu, Tomo!" Annie menggandeng tangan Yoo Ra. "Ayo, Yoo Ra!"

ALTALUNE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang