XXII

1 0 0
                                    

Helena menghela napasnya. Lucas baru saja pergi. Dia mengedarkan pandangannya ke luar jendela yang terbuka. Ia melihat langit yang biru. Langit itu hanya berwarna biru dan terang. Tidak ada awan. Tidak ada matahari. Hanya biru berkilauan seperti permata. Berbeda dari ruangan lain yang langitanya berupa langit malam dengan bintang-bintang, khusus rungan ini langitnya biru seperti bumi.

Tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya mereka ada di perut bulan. Tidak ada ilmuwan yang tahu. Tidak ada yang tahu juga bahwa bulan mempunyai penduduk dan berpemikiran maju, juga memiliki kemampuan-kemampuan istimewa.

Ia menundukkan kepalanya. Ia kesal. Kesal karena ia sangat lemah. Sangat lemah hingga tidak bisa menyelamatkan siapapun. Dia tidak bisa melindungi Riv, atau Hans. Tidak bisa menjaga Tomo, ia malah lari darinya ketika ia patah hati setelah mengetahui Tomo tidak menyukainya juga. Dia juga tidak bisa melindungi Nyonya Rose, Freya, atau mungkin dia juga gagal melindungi orang tuanya.

Dia terlalu sering lari dari masalah.

Ia menghela napas. Lucas pasti sedang mencari Tomo dan Riv. Ia menggerakkan tangannya yang terikat kencang. Ia berdiri dengan tangan yang masih terikat.

Bruk!

Ups, ternyata kakinya juga terikat. Dia terjatuh ke arah depan. Dahinya terantuk lantai. Sepertinya dahinya memar. Hidungnya juga terbentur sehingga darah keluar dari lubang hidungnya. Sekarang tubuhnya tertimpa kursi juga. Ia menggeliat dan mengedarkan pandangannya ke sekitar. Ruangan ini benar-benar kosong. Ia menggeliat ke arah meja dan mencari laci di meja itu. Ia sungguh bersusah payah. Dengan giginya, ia menarik gagang laci satu persatu. Isinya benar-benar kosong. Ia menghela napas.

"Helena!"

Helena menoleh. Ia melihat Way terbang dalam bentuk naganya. Salah satu matanya tampak dari jendela. Way merubah bentuknya ke manusia dan melompat ke dalam.

"Apa-apaan ini? Lucas memperlakukanmu seperti ini?" Wajahnya terlihat marah. Ia segera membuka ikatan tali pada Helena. Way membopong tubuh Helena yang sempoyongan. "Ayo segera pergi dari sini."

Way melompat dari jendela dan berubah menjadi naga. "Naiklah, cepat." Helena melompat dan memeluk Way. Way terbang menuju gerbang. Ketika keluar dari gerbang, Way mengubah dirinya menjadi manusia. Namun, Way tidak menemukan Vey di tempatnya.

Way mengacak rambutnya kesal. "Ah, memang seharusnya Vey tidak kutinggalkan sendirian!"

"Way, tolong antar aku ke rumah Winsca, aku harus bertemu dengan Tomo!" Helena memegang pundak Way.

Way menatap Helena dengan bingung. "Apa? Kukira Tomo bersamamu."

"Apa?" Helena mengerutkan dahinya.

"Tomo juga menghilang." Way menjawab.

Helena membelalakkan matanya. Tomo menghilang? Tubuh Helena terasa semakin lemah. Ia jatuh berlutut.

"Helena, kuatkan dirimu!" Way memegang pundak Helena erat. "Saat ini kau harus tetap berada bersamaku."

Way membopong tubuh Helena. Ia kembali berubah menjadi naga. "Pertama, ayo kita cari Vey terlebih dahulu."

*

Way dan Helena terbang menuju daerah untuk penjelajah. Way yang merupakan naga suci bisa melewati setiap daerah, dan bisa langsung menembusnya, kecuali daerah pemerintah.

Apabila dibuatkan peta, mungkin daerah bulan seperti kubus yang terdiri dari beberapa kotak-kotak yang menandakan wilayah klan. Mereka melalui daerah pemelihara, lalu melalui lembah, daerah peneliti, dan kemudian mereka masuk ke sebuah daerah yang penuh dengan peralatan dan perkakas. Daerah itu tidak seluas daerah-daerah lainnya. Disana juga tidak banyak orang, hanya beberapa saja.

"Ini adalah daerah penjelajah, mereka menyebutnya seperti markas," Way menjelaskan. "Karena beberapa penjelajah berpencar di seluruh semesta, mereka terkadang kemari hanya beberapa kali untuk melakukan suatu pertemuan. Mereka punya banyak aturan ketat supaya dapat bertahan hidup di planet yang mereka tempati."

Helena hanya mengangguk.

Way pun turun dan menghampiri seorang pria menggunakan pakaian cokelat seperti Helena. Rambutnya ikal pendek, dan tubuhnya tidak begitu tinggi. Wajahnya bulat manis dengan hidung yang kecil dan bibir yang kecil pula.

Way merubah tubuhnya menjadi manusia. "Way?" Pria itu tersentak kaget. "Astaga, ada apa kau kesini?"

"Dusten, apa kau melihat Vey?" Way mengedipkan matanya. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling untuk mencari penampakan Vey.

"Dia belum kemari, apakah dia sudah kembali ke Altalune?" Dusten menggelengkan kepalanya. "Ada apa kau panik sekali? Oh, iya kau siapa?" Dusten memiringkan kepalanya bingung ke arah Helena. Dia bingung melihat rambut cokelat dan mata hijau Helena.

Helena tersentak. "Oh, aku..."

"Kau sedang menyamar di bumi ya?" Pria lucu itu tertawa jenaka. "Tidak apa, kadang aku juga suka lupa merubah wujud."

Way memegang pundak Dusten. "Dusten, tolong aku."

Dusten menatap Way. "Ada apa Way?"

Way memandang sekeliling. Karena memang daerah tersebut sedang sepi, Way akhirnya langsung angkat bicara.

"Dia itu bukan makhluk Altalune, dia memang makhluk bumi." Way menunjuk Helena.

Dusten menutup mulutnya. Mata bulatnya melebar. "Apa?"

"Dia adalah wanita yang dikejar Riv." Way berkata lagi.

"Apa?!" Mulut Dusten makin melebar.

"Menurut firasatku, kita akan didatangi suatu perubahan yang cukup besar," Way menghela napasnya. "Riv turun ke bumi dan seluruh penjaga mencari Riv dan juga Helena. Vey menyelamatkan Helena dan membawanya kemari kemudian meminta peneliti menutup portal."

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi banyak sekali penjaga yang turun ke bumi dan mereka membantai manusia bumi, Vey yang menceritakannya padaku," Way menjelaskan. "Seharusnya mereka hanya menangkap Riv tapi mereka malah membuat porak poranda."

"Sudah berapa lama Riv ada di bumi?" Dusten bertanya.

"Hampir satu bulan." Way menjawab.

"Astaga," Dusten memegang kepalanya. "Ini tidak bagus." Mata bulat Dusten menyerngit. "Aku mengkhawatirkan mitos itu terjadi."

"Mitos apa?" Way bertanya.

"Makhluk bulan yang bukan penjelajah tidak boleh turun ke bumi, atau planet manapun," Dusten berkata. "Terlebih lagi, ini adalah bumi. Dia paling dekat dengan planet kita."

"Mereka yang turun ke bumi akan musnah?" Way bertanya.

"Iya salah satunya itu," Dusten menghela napas. "Tapi, ada yang lebih parah dari itu."

Napas Dusten tertahan. Way dan Helena saling berpandangan bingung. Keringat Dusten mulai bercucuran.

"Apabila banyak klan selain penjelajah turun ke bumi," Dusten diam sesaat. "Bumi dan tempat kita akan saling tarik menarik, bertubrukan dan Altalune akan hancur lebur."

Helena dan Way terkejut hingga napas mereka tertahan. Wajah Way memucat. "Berapa lama lagi waktu kita?" Way bertanya.

"Kira-kira 10 hari lagi," Dusten menjawab. "Keseimbangan kita hancur."

"Apa kalian tidak tahu, bumi juga hancur sekarang!" Helena tiba-tiba menyentak. "Karena kalian masuk ke bumi, manusia bumi dibunuh, kemudian muncul gempa dan tsunami yang menakutkan. Bulan juga semakin besar."

Way dan Dusten terdiam. "Kalau saja," Way menghela napas. "Kalau saja, Riv tidak turun ke bumi mencarimu."

Mata Helena membulat.

"Kurasa cukup sampai sini," Way mengusap mukanya frustasi. "Kita harus membawa Riv pulang dan menghukumnya dengan berat."

Way memegang tangan Helena. "Dan kau jangan sekali-sekali kabur lagi." Mata kelabu Way menatap Helena tajam.

Helena menelan ludahnya.

ALTALUNE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang