XII

1 0 0
                                    

"Menyenangkan sekali, hari ini!" Annie berseru dengan semangat. "Lain kali kita harus jalan-jalan seperti ini lagi, ya!"

"Hm, bagaimana kalau saat musim semi, kita pergi ke taman bersama-sama?" Annie mengangkat telunjuknya.

"Ide yang bagus!" Helena menepuk tangannya senang.

"Bagaimana?" Annie bertanya pada Han Yoo Ra. "Kamu harus ikut ya! Pokoknya kita bertiga harus lengkap." Han Yoo Ra hanya menatap penuh arti ke Annie. "Aku berharap kita bisa mencapai masa itu." Ia setengah berbisik.

Tawa Annie terpecah. Helena, Hans, dan Tomo hanya berpandangan bingung.

"Kau ini memang suka becanda." Annie menepuk punggung Yoo Ra.

"Ya sudah," Annie menoleh ke arah Hans, Tomo, dan Helena. "Aku mau pulang, kalian bagaimana?"

"Aku mau pulang," Helena menjawab. "Terimakasih atas hari ini."

"Hei, kalian dua pria," Annie menunjuk Hans dan Tomo. "Kalian antar gadis ini pulang, ya. Kalau terjadi apa-apa dengannya aku lenyapkan kalian!"

"Lalu, bagaimana dengan kalian?" Helena bertanya.

"Tenang, aku pulang bersama Han Yoo Ra. Kami searah!" Annie dan Yoo Ra melambaikan tangan. "Sampai jumpa."

*

Helena merasa sangat bersemangat. Setelah bermain seluncur es malam itu, wajahnya menjadi semakin cerah. Ia merasa kehidupannya menjadi lebih baik. Ia juga menjadi lebih suka makan. Karena setiap makan, dia ditemani oleh orang-orang yang ia sayangi. Setiap pagi, Tomo dan Hans menghampiri rumahnya. Tomo yang kakinya masih sakit dirangkul oleh Hans. Helena memasak untuk mereka. Sesuatu yang sangat mustahil untuk Helena.

"Wangi sekali," Tomo datang dengan wajahnya yang sumringah. "Anda memasak apa nona?"

"Pancake!" Helena menjawab dengan ceria. Mata hijaunya berkilauan tertimpa matahari pagi.

Melihat situasi itu, mata Hans berubah kebiruan. Berkilauan seperti mata air. "Cantik, cantik sekali..." ia bergumam.

Pipi Helena memerah malu. "Helena memang cantik," Tomo menjawab santai. Ia menarik kursi meja makan. "Suatu saat nanti, dia pasti akan menjadi istri idaman yang cantik!"

"Kalian ini berlebihan!" Helena tersenyum malu. Ia menyuguhkan pancake yang sudah matang di atas piring. Ia menuangkan teh camomile hangat. Sarapan yang sangat apik.

"Sarapan mewah ini tidak terlalu cocok untukku, ramen instan saja yang cocok," Tomo menyeruput tehnya. "Mungkin sarapan ini hanya cocok untuk Hans, lihat saja, dia seperti bangsawan."

Hans duduk dengan tegap di meja makan. Wajahnya berkilauan. Ia menatap makanan di meja makan. Ia memang benar-benar cocok menjadi seorang pangeran. "Kurasa kau memang benar." Helena tertawa kecil. Ia memakan pancakenya.

Hans berdiri. Ia memberikan seikat bunga. "Untukmu." Ia berkata pelan.

"Astaga, bagaimana bisa?" Helena membelalakkan matanya. "Bunga macam apa yang bisa tumbuh di musim dingin seperti ini?" Helena mencium aroma berkelopak ungu itu. Wanginya sangat harum. "Aku tidak pernah mencium aroma bunga seperti ini," Helena teringat sesuatu. "Bukankah bunga ini hanya tumbuh di daratan tropis? Di Asia?"

Hans tidak menjawab. Ia menikmati makanannya. Tomo dan Helena hanya saling bertatapan bingung.

*

Siangnya, Tomo, Hans, dan Helena menemui Han Yoo Ra di perpustakaan. Han Yoo Ra sudah duduk di perpustakaan sejak tadi. Dia amat sangat cantik. Rambutnya terurai panjang dan hitam berkilauan. Ia memakai blus bermotif floral berwarna soft pink. Ia seperti bunga sakura yang bermekaran di musim dingin. Jelas sekali, setiap pria di perpustakaan memperhatikannya. Beberapa dari mereka meminta nomor telepon Han Yoo Ra, tapi ia menjawab ia tidak mempunyai ponsel.

"Kau lumayan populer ya, Yoo Ra." Tomo berkata. Ia mengeluarkan buku dari tasnya yang besar. Yoo Ra hanya menjawab dengan senyum manis. Tomo mematung sebentar. Ia salah tingkah.

"Ummm," Helena berkata. "Aku ingin mengerjakan aritmatika dahulu sekarang."

"Ah, iya," Yoo Ra memberikan suatu soal. "Daritadi aku tidak mengerti soal ini, apa kamu bisa mengerjakannya?"

Helena tertegun. "Kenapa kau malah belajar ini?" Dia mengerutkan dahinya. "Ini kan masih akan dipelajari semester depan?"

Han Yoo Ra mengangkat alisnya. "Oh, umm, aku sudah mengerjakan semua buku."

Helena dan Tomo terdiam. Mereka saling berpandangan.

"Kalau begitu, apa kamu mau mengajariku?" Helena bertanya. Ia menyodorkan bukunya ke depan Han Yoo Ra. Hans yang duduk di sebelahnya ikut membaca. Dahi Hans mengerut. "Ini mudah sekali," dia langsung menjelaskan dengan cepat. Ia meraih pensil dan menulis. Dia menulis rumus yang sangat panjang. Dia mengerjakan semuanya dengan cepat. "Hasilnya harusnya seperti ini."

Han Yoo Ra tertawa kecil. Sebaliknya, Helena dan Tomo melongo. "Aku tidak pernah tahu rumus itu," Tomo menyipitkan matanya. "Kau memakai rumus apa?"

"Rumus buatan manusia Helio," Hans menjawab. "Dengan rumus ini lah mereka sanggup mendinginkan badan di dekat matahari."

Helena dan Tomo mengedipkan matanya.

"Ini soal mendinginkan generator," Tomo berkata. "Bukan mendinginkan tubuh di depan matahari."

Han Yoo Ra memegang pundak Hans. "Hahaha, sepertinya Hans sedang meracau."

Hans melotot ke arah Han Yoo Ra.

"Kau seharusnya bisa mengerjakan soalnya dengan 'normal' " Han Yoo Ra berbisik.

Hans mengerutkan dahinya. "Apa maksudmu dengan normal?"

Han Yoo Ra seperti terkejut. Begitu juga dengan Helena dan Tomo. Namun, sepertinya mereka semua memikirkan hal yang berbeda. Kenapa Han Yoo Ra berkata 'normal'? Han Yoo Ra akhirnya terdiam. Tomo ikut terdiam. Tatapannya menatap tajam ke arah Han Yoo Ra dan Hans.

"Aku tidak masalah dengan hal yang tidak normal," Helena menatap Hans. "Coba ceritakan padaku, semesta seperti apa menurutmu?" Mata hijau Helena mengkilat. Ia menopang dagu, penasaran.

Hans tersenyum penuh arti.

Hans berbicara panjang lebar mengenai teori-teori aneh. Bahkan, tidak bisa dicerna. Dia mengaduk segala macam bahasa yang ia pakai. Jelas sekali dia seperti orang yang meracau Tapi, Helena mendengarkan dengan sabar. Dia berbicara tentang menjelajah bintang, berinteraksi dengan makhluk planet lain dan bertukar ilmu. Mereka menjelajah bintang dengan sebuah portal yang dibuat secara khusus. Ketika semesta itu sebenarnya terkoneksi, tapi hanya sebagian kecil saja orang yang tahu, bahkan hanya sedikit manusia bumi yang tahu bahwa manusia bumi itu kemampuannya paling terbatas. Manusia terkurung dalam planet paling indah bernama bumi. Otak manusia sebenarnya kecil. Manusia hanya ingin melihat apa yang ingin mereka lihat.

Entah, mereka itu siapa yang dimaksud. Kenapa Hans menyebut manusia bumi.

"Lalu?" Mata Helena menatap lurus ke arah Hans. Ia menyunggingkan sedikit senyuman di bibirnya. "Kau itu siapa, tuan Hans?"

Suasana menegang. Tomo dan Han Yoo Ra saling berpandangan bingung. Bibir merah Hans merekah. Giginya yang putih berbaris rapi. "Aku sangat tahu dirimu," dia tersenyum simpul. "Tapi, aku lupa siapa diriku. Aku lupa darimana aku berasal. Sepertinya ada yang salah."

Hans berdiri. Dia membungkukkan badannya dan mendekatkan wajahnya ke Helena. Hans menatap Helena dengan matanya yang kebiruan. "Helena," Hans memanggil Helena. "Sebenarnya, kenapa hanya kau yang bisa kubaca pikirannya?"

ALTALUNE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang