I

3.9K 208 2
                                    

"Hei kau tau tidak?"

"Apa?"

"Tadi malam katanya ada sekelompok gengster melakukan pembunuhan!"

"Hah? Yang benar?"

"Iya, mereka membawa samurai dan cerulit tajam."

"Tapi kenapa tidak pernah masuk berita meski kita sering mendengar ceritanya?"

"Karena awak media tutup mulut! Mereka itu bukan sekedar gengster, katanya ketua gengster nya merupakan cucu kesayangan pengusaha kaya raya. Itu loh yang punya bangunan paling tinggi di kota!"

"Ooh aku tau!"

"Hei kalian berdua! Berhenti bergosip dan kembali bekerja!"

"Siap pak!"

"Kau tidak terganggu?"

"Sudah biasa," ucapnya seraya mengelap kedua tangannya dengan sapu tangan.

Hanni Amelia, umurnya tahun ini genap 24. Pekerjaannya sebagai koki utama di sebuah cafe, tahun ini merupakan tahun ke 2 nya menjadi koki setelah luntang-lantung tak jelas.

"Kenapa tak kau tegur jika begitu?"

Malik Adam, manager cafe yang terkadang jika sedang bosan akan mengambil alih mesir kasir itu tampak memicingkan mata sipitnya.

"Mereka sumber gosip, kau bilang aku harus sedikit tau tentang dunia. Nah, dengan mendengar mereka aku tau gosip terkini." Hanni terkikik geli apalagi melihat wajah jengkel Malik.

Pria itu kemudian menumpukan dagunya, "tapi ya sepertinya itu bukan hanya sekedar gosip. Akhir-akhir ini kawasan di sini memang marak dengan kelompok gangster yang berlalu lalang."

Hanni mendengar cerita Malik, "katanya gedung kosong di ujung jalan itu selalu menjadi tempat mereka berkelahi memperebutkan wilayah. Dan dia ini-" Malik menunjukkan sebuah cover majalah ternama.

"Katanya dia adalah ketua gengster itu, apa sih ya nama kelompoknya." Pria itu tampak berpikir keras, "oh iya Blackhawks! Ciri khas mereka itu tato elang hitam di dada kiri dengan tulisan BW."

Hanni memutar matanya malas, "dari mana kau tau?"

"Gosip!"

"Sudah sana jangan ganggu aku bekerja." Hanni mendorong Malik pergi dari celah pantry.

Malam pun tiba dan cafe tutup tepat pukul 23:00, Hanni beserta karyawan lain kebagian tugas pulang terakhir.

"Kak, beneran gak mau di antar?" Tanya Adel salah satu pekerja cafe.

Hanni menggeleng tanda menolak, "jarak flat house ku dengan cafe cukup dekat. Lagipula arah kita berbeda, aku sudah terbiasa."

Wajah Adel tampak gusar, "kak tau kan gosip akhir-akhir ini?"

"Aku tau sudah sana pulang, hei Nico bawa pacar mu ini pulang cepat!" Seru Hanni pada Nico yang baru selesai mengunci pintu.

Hanni melambaikan tangannya dan berbalik untuk pulang, ia sudah terbiasa hidup sehat dengan pulang jalan kaki. Alasan lainnya ia sedang menabung untuk pindah, flat house yang saat ini ditempatinya memang nyaman namun adakalanya manusia ingin sedikit memanjakan dirinya.

Ada sebuah unit apartemen incarannya, dengan harga yang cukup menguras namun sesuai dengan kualitas. Bagaimana dengan kendaraan? Tak perlu, selagi masih ada kendaraan umum Hanni tak membutuhkannya. Kendaraan pribadi hanya menambah polusi ibu kota.

Ngomong-ngomong tentang gosip yang akhir-akhir ini membuat ibu kota diguncang perasaan takut karena ulah sekelompok gangster, sepertinya gosip itu tak bohong. Awalnya Hanni setengah percaya, hei ini ibu kota hal-hal seperti itu memang ada tapi untuk melihat langsung bagaimana ganasnya dan mengerikan nya para pria bertubuh besar dengan tatto diseluruh tubuhnya bertarung dengan membawa balok kayu, benda tajam semacamnya sungguh mengerikan.

Hanni segera mencari tempat bersembunyi saat matanya melihat segerombolan orang tengah berkelahi(?), untung saja ada gang sempit di sana. Ia menghela napas berat sedikit menyesal tidak menerima ajakan Adel tadi, atau paling tidak ia pulang dengan taxi meskipun lama karena jalannya memutar tapi setidaknya ia tak mengalami hal ini.

Tangannya bergetar takut apalagi mendengar bunyi kekerasan seperti itu.

Ia menggigit bibirnya sambil menutup mata perlahan berjongkok berdoa semoga perkelahian para pria kuat itu segera berakhir.

"Ya tuhan aku masih belum menikah bahkan belum tau bagaimana rasanya ciuman, jangan sampai aku mati konyol seperti ini."

Sedikitnya terlintas sebuah ide di mana ia akan memutar suara sirine polisi atau berteriak meminta tolong, haha jangan bodoh untuk melakukan hal itu. Jelas-jelas yang ada kau akan langsung mati di tempat ingat ini bukan film atau drama, mereka takkan kabur dengan mudah.

Kira-kira 30 menit berlalu tanpa disadari kakinya sudah kebas dan kesemutan karena terlalu lama berjongkok, bahkan tubuhnya menjadi sasaran empuk gigitan nyamuk. Dengan keberanian sebiji kedelai ia melongokan kepalanya-

"Hah?"

Sudah sepi ternyata, ia berdiri sambil tangannya berpegangan pada dinding. Di rasa rasa kebasnya hilang Hanni bergegas keluar dari tempat persembunyiannya dan lari sekencang mungkin, kita tidak tau tiba-tiba saja para gangster itu ternyata bersembunyi kan.

Ugh menyeramkan!

"Enggh...!"

Kedua kakinya sontak berhenti tepat di persimpangan jalan sudah lelah berlari pun telinganya mendengar suara rintihan seseorang, ia menoleh matanya menyipit mencoba melihat di antara gelapnya malam tanpa penerangan.

"Mungkin hanya perasaan ku saja."

Hanni pun kembali meneruskan langkahnya hingga sebuah tangan berlumur darah memegang kakinya, "Aakkhhh!!!"

Tbc.

My Mr. Big boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang