Pagi pun datang, Hanni menguap lebar sambil berjalan keluar kamar.
"Pagi Hanni!"
Sedikit terkejut mendapati seorang pria di rumahnya- ah ia lupa kemarin baru saja memungut seorang bayi besar. "Hm pagi- tunggu."
Langkahnya ia tarik mundur menelisik penampilan Sean di pagi hari, pria itu tersenyum lebar dengan di tangan kirinya terdapat kemoceng, tak lupa dia memakai celemek berwarna pink dengan gambar babi- ah itu hadiah dari Malik saat anniversary cafe nya satu tahun lalu.
"Bagus kau sudah rajin di pagi hari," ucap Hanni tangannya secara tiba-tiba terangkat hendak mengusap kepala Sean. Pria itu langsung menundukkan kepalanya agar tangan Hanni dapat menjangkau kepalanya, "pintar."
"Aku sudah membersihkan rumah lalu sarapan apa yang akan ku dapatkan?"
Hanni mengecek persedian bahan makanan di kulkas dan menemukan udang dan nasi, "kau alergi seafood?"
"Tidak."
"Baiklah aku akan membuat nasi goreng udang."
Setelah sarapan Hanni bersiap untuk bekerja, "jaga rumah selagi aku pergi."
"Siap!"
Pintu flat tertutup bersamaan dengan Hanni yang pergi wajah berseri Sean seketika berganti datar tanpa ekspresi, mengecek ponsel miliknya dan banyak panggilan tak terjawab di sana.
"Aku lelah."
***
Rutinitas harian Hanni hanya seputar kerja-makan-tidur begitu saja tanpa bosan- bosan sih sebenarnya. Tapi ya mau bagaimana lagi, pilihan hidupnya seperti ini jika ingin berubah nikahi saja duda kaya raya.
Langit masih memperlihatkan awan jingganya kebetulan hari ini ia kebagian sampai sore, waktunya masih banyak hingga jam istirahat nya tiba. Tiba-tiba ia teringat bahwa di rumahnya kini ada satu makhluk yang menumpang, langkahnya ia belokkan ke sebuah minimarket mengingat jika bahan makanan di dalam kulkasnya pun sudah habis.
Sepertinya pria itu tak pemilih dalam hal makanan tak terlalu merepotkan, dan lagi Hanni tak tau mengapa dirinya sampai menerima Sean untuk tinggal di rumahnya.
Jiwa kemanusiaan.
Ya anggap saja seperti itu.
"Aku pulang!"
"Selamat datang Hanni!"
Sean segera menyambut Hanni dan mengambil alih kresek belanjaannya, "bagaimana pekerjaan mu? Lancar?"
Hanni mengeluarkan semua barang belanjaannya dan memasukkan nya ke dalam kulkas, "baik seperti biasa."
"Hanni."
"Aku izin keluar malam ini."
Gerakkan tangannya terhenti ia menoleh ke belakang menatap, "terserah."
"Terima kasih."
Kulkas nya kini penuh sudah dengan berbagai bahan masakan, buah dan minuman kaleng serta beberapa camilan. Kehadiran Sean tak merubah apapun hanya saja ia sedikit merasa senang ada seseorang yang menunggunya pulang dan bahkan mengucapkan selamat datang padanya.
Malam pun tiba, tepat pukul 23:30 di sebuah gedung terbengkalai terlihat gerombolan pria dengan ditemani api unggun, suara tawa mereka menggelegar bunyi botol kaca terdengar nyaring.
"Kau kalah keparat!" Pria itu tertawa saat temannya kalah dan harus mundur dalam permainan kartu.
"Sialan!"
"Hei, pria itu apa kau bertemu dengannya?"
"Pria mana?" Dia bertanya seraya mengisap rokok nya.
"Yang kemarin malam itu."
"Oh, bukankah dia salah satu anggota Blackhawks. Kenapa tiba-tiba kau bertanya tentangnya?"
"Dia bukan anggota Blackhawks!"
"Huh?"
"Apa maksud mu bung!" Yang lain ikut menimpali.
"Hei jika pun dia anggota Blackhawks bukankah harusnya mereka membalaskan dendam karena sudah melukai anggotanya? Tapi apa, satu pun dari mereka tak ada yang datang."
Pria yang tadi merokok membuang rokoknya, "kau benar. Ini sedikit janggal."
"Kalau dia bukan anggota Blackhawks lalu siapa dia?"
Tak.
Tak.
Tak.
Keadaan hening seketika, entah mengapa mereka merasakan hawa tak enak malam ini.
Seseorang tiba-tiba datang dengan tergopoh, "Robert-"
"Hei apa yang terjadi pada mu?!" Pria yang di panggil Robert terkejut kala melihat anak buahnya babak belur.
"I-itu seseorang datang!"
Tak lama setelah dia mengucapkan itu terlihat dua orang datang, mata mereka memicing tajam.
"Siapa kau? Berani-beraninya kau masuk ke wilayah kami!"
Karena kurangnya cahaya membuat pandangan buram tak tak jelas melihat kedatangan dua orang tersebut.
Buak!!
Tanpa aba-aba satu dari mereka maju dan memberikan pukulan telak hingga pingsan.
Robert menggeram marah lalu menerjang maju sayangnya pukulannya kosong dengan kesal dan geram Robert melayangkan tendangan, di bantu para anak buahnya yang turut ikut maju.
"Bereskan dengan cepat."
Pria yang berada di tengah-tengah perkelahian mengangguk patuh.
Sementara pria satunya duduk di tempat Robert tadi seraya menyalakan sebatang rokok. Cukup menghibur melihat perkelahian mereka, tak perlu membawa satu lusin anak buahnya hanya untuk mengurus kroco seperti mereka yang mengatasnamakan kelompok gengster.
Lihat saja satu anak buahnya saja sudah bisa menghabisi 20 orang dari mereka sendirian. Tangannya tak perlu kotor-
Brukk!
Satu orang terpental kuat hingga berada di dekat dirinya duduk, dengan santai dia membawa kakinya menginjak punggung itu.
"Ugh... siapa sebenarnya kalian?!" Kepalanya mendongak menatap pria yang kini tengah menyeringai lebar.
Robert pria itu melotot tat kala melihat sebuah tatto dengan ukiran elang dan ular di dada kiri pria yang tak sengaja terlihat tersinari cahaya api unggun.
Tubuhnya gemetar hebat, tulisan BW di tengah-tengah tatto itu benar-benar membuatnya ketakutan.
Siapa yang tak mengenalnya, bukan Blackhawks yang di maksud sebagai kelompok gengster menakutkan yang menguasai ibu kota. Ada satu kelompok gengster yang jauh lebih kuat dan berkuasa, mereka tak terlalu memperlihatkan dominasinya namun tak ada yang tak kenal mereka.
BertWall, pemimpin gengster mereka dikatakan seorang pria gila yang tak segan membunuh musuhnya hanya dengan tangan kosong. Kasus kelam yang menjadi momok menakutkan bagi siapapun yaitu kejadian 4 tahun yang lalu, di mana kota ini pernah menjadi saksi pertumpahan darah dan bagaimana gilanya seorang pria menumpuk mayat musuhnya menjadi satu lalu membakarnya.
Dikatakan pria itu hanya sendiri melawan sekelompok gangster. Kasus itu bahkan tak pernah sekalipun berada di meja hijau sebagai kasus kekerasan dan pembunuhan, sebegitu besarnya kekuasaan yang dimilikinya.
Dan kini orang itu tepat berada di depannya, "to-tolong selamatkan aku~!"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mr. Big boy
Romance[COMPLETED] Hanni tak pernah mengira jika pertemuan nya malam itu ternyata menjadi titik awal kisah cintanya di mulai. Pria gengster itu ternyata hanya seorang pria cengeng yang membutuhkan tempat tinggal, bagaimana saat keduanya tinggal satu atap y...