XIX

1K 96 2
                                    

Kisah kelam yang terjadi sekitar 4 tahun yang lalu kisah itu menjadi cerita menyeramkan yang hampir warga ibu kota tahu tetapi, kebanyakan dari mereka memilih diam seakan kejadian itu hanyalah cerita dongeng, lagipula kelompok itu sudah lama tidak ada pikir mereka.

BertWall!

"Akhirnya setelah 4 tahun!"

Pintu terbuka lebar semua orang yang berada di sana kompak menoleh dan tersenyum lebar saat tau siapa yang datang segera berjejer rapih membentuk barisan tuk menyamb.ut pemimpin mereka

"Selamat datang kembali tuan!"

Membungkuk hormat bak pada seorang raja, sang penguasa BertWall!

"Katakan pada kami permintaan anda, tuan." Salah satu dari mereka maju kepalanya mendongak- sekujur tubuhnya merinding hebat tat kala melihat ekspresi wajahnya yang kelam.

"Semua harus mati!"

Tiga kata yang menjadi perintah mutlak, setelah perintah itu dilayangkan semua kembali terdiam menunggu perintah selanjutnya.

"Malik, dia membawa kekasih ku!"

Malik Adam, ya dia si manager café itu ternyata hanya sebuah kamuflase sebuah pengalihan dari kehidupannya yang sebenarnya. Di balik itu Malik adalah pria kejam tak punya hati yang tak segan membunuh dengan pisau kecil yang selalu dia bawa kemana-mana.

"Ini salah saya tuan, jika saja saya bisa-"

"Aku tidak sedang mengajak mu bicara, Malik."

Deg!

"Maafkan saya tuan." Malik menunduk takut, jiwa gilanya bisa dengan mudah dikendalikan oleh satu orang. Dia sang pemimpin tunggal BertWall, Ocean Finn Harlow Bert.

Ocean- Sean menepuk pundak Malik, "tidak. Kau sejak awal sudah banyak membantu ku, aku akan merebutnya kembali dengan tangan ku sendiri!"

"Pergi!"

***

Cuih!

Hanni meludah di bawah sepatu mengkilap Timothy menatap hina pada pria yang berdiri di depannya itu.

Plak!!

Kedua pipi Hanni dicengkram kuat dipaksa mendongak kasar, "seharusnya kau menurut saja dan jangan banyak tingkah."

Jari jempolnya menekan sudut bibir Hanni yang lecet akibat tamparan nya lalu menekan nya kuat, "ugh!"

Tatapan mata nya yang tajam sangat mengganggu Timothy maka dari itu dia meminta kain panjang pada bawahannya, "akan lebih baik jika kedua mata mu itu ditutup."

Hanni berontak namun tenaganya kalah kuat dengan Timothy, "lebih baik." Tersenyum lebar saat kedua mata yang menganggunya sudah tertutup kain.

"Bersenang-senang lah bersama kegelapan dan kesendirian sebelum aku datang kembali."

Pintu ruang penyekapan tertutup dan Hanni yang terikat di atas kursi meruntuhkan pertahanan nya, air matanya berlomba-lomba jatuh, ia takut sangat takut.

"Sean... Sean tolong aku~!"

Entah berapa jam sudah berlalu, tak tau siang atau malam Hanni masih setia terikat dengan mata yang tertutup. Ia lapar dan haus, ia kedinginan dan sekujur tubuhnya sakit kedua tangannya mencengkram kuat kursi kayu menyalurkan rasa sakit yang diderita.

Jangan menangis... jangan menangis Hanni.

Bertahanlah Sean pasti akan datang menyelamatkan mu.

Pasti!

Pintu ruangan itu terbuka Hanni berjengit kaget apalagi saat kain yang menutup kedua matanya ditarik kuat. Wajahnya langsung diapit dipaksa terbuka saat menerima sesuatu masuk ke dalam mulutnya.

"Ugh... hoeekkk!!"

Hanni mengeluarkan apa yang dimakannya tadi, "menjijikan! Bukannya berterima kasih malah kau buang makanannya!"

Mangkuk berisi sup yang sudah bercampur nasi itu dilempar kencang hingga pecah. "Kau lapar kan? Ku beri kau makanan malah kau buang dengan percuma hah!!"

"Dasar wanita tak tau di untung!"

Satu tamparan melayang membuka luka yang sebelumnya mulai tertutup.

"Hei dengar boss sudah berbaik hati pada mu, seharusnya kau beri dia imbalan yang sepadan. Seperti-" matanya melirik jelalatan pada tubuh Hanni, "memberikan tubuh mu padanya?" Dia tertawa kencang.

Hanni yang kesal dan marah menendang pria itu, "cih tak sudi bahkan seujung jari pun aku menyentuh pria bajingan itu!"

Kesal dia menjambak rambut Hanni hingga mendongak ke atas, "mulut mu ini sepertinya perlu di beri hukuman huh?"

Pria itu mendekat mengincar bibir Hanni untuk di cium nya namun Hanni dengan sekuat tenaga membenturkan kepala mereka kencang-

Plak!!

Bruk!

"Ugh!"

"Wanita sialan!" Erdo lagi, menampar Hanni hingga limbung jatuh. Di injaknya kursi itu, "lihat saja akan ku balas penghinaan ini dengan rasa sakit tak terhingga!"

Selepas kepergian Erdo Hanni mengatur napasnya yang tersendat tangisnya ia redam tak ingin ada yang mendengar bagaimana sakit dirinya, ia percaya Sean pasti akan menolongnya.

Di sisi Sean, pria itu kini berdiri bersama pasukan di belakangnya.

"Ternyata secepat ini kau datang ya sepupu?" Itu Timothy.

Sean menatap tajam penuh kebencian tanpa banyak bicara ia berlari menerjang Timothy setelahnya diikuti para anak buahnya.

Satu pukulan, Timothy pikir itu takkan terlalu sakit namun naas dugaannya salah besar.

"Seharusnya sebelum kau menantang ku cari tau dulu tentang ku, bajingan sialan!"

Tanpa ampun Sean memberikan pukulan dan tendangan yang mana membuat Timothy kewalahan, bahkan tak ada satu pukulan pun mengenai lawannya.

'Kenapa? Kenapa dia sekuat ini?!'

'Tidak! Ini tidak seperti rencana.'

Tak hanya Timothy tapi seluruh anak buahnya pun ikut terbantai habis-habisan di sana terlihat Malik dengan membabi buta menumbangkan anak buah Timothy dengan mudahnya hanya dengan sebuah pisau kecil.

Bruakk!!

Timothy terhempas kencang hingga menabrak tembok beton di belakangnya, darah segar mengalir deras di sekujur tubuhnya.

"A-apa i-i-ini alasan ka-kakek memilih mu? Ka-kau adalah pemimpin hhah- mereka?!"

"Ughh!"

Sean menginjak dada Timothy, "kan sudah ku katakan jika kau seharusnya mencari tau dulu tentang ku sebelum kau sok jagoan menantang ku!"

Benar, seharusnya Timothy mencari tau dulu ya sejarusnya begitu. Tapi, karena kecerobohannya dia buta dan malah menantang tanpa tau kekuatan dari lawannya. Tentu saja perbandingan keduanya jauh berbeda-

"Peristiwa 4 tahun... lalu, apakah itu k-kau juga?"

Sean hanya menjawab dengan senyuman sebelum menendang kepala Timothy hingga dia benar-benar kehilangan kesadaran.

Melihat kebelakang ternyata bawahannya juga berhasil menumbangkan seluruh anak buah Timothy, "Malik."

"Ya tuan!"

"Bawa dia." Seraya menunjuk Timothy.

"Ughh," Malik memperlihatkan wajah jijik. "Kenapa tak anda bunuh saja Tuan?" Malik menarik tangan Timothy dan menyeret nya.

"Anggap saja belas kasihan ku yang terakhir padanya."

Kejadian seperti ini tak semengerikan peristiwa 4 tahun lalu 'kegilaan' Sean masih dapat dikatakan wajar dan belum sampai pada tahap ekstrem.

Tanpa menunggu lama ia bergegas masuk ke dalam dan mencari keberadaan kekasihnya.

Tbc.

My Mr. Big boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang