XX

1K 100 5
                                    

"Sialan ternyata aku salah mengikuti orang!"

Erdo berdecak kesal saat melihat pertarungan di luar sana yang berat sebelah. Dia bersembunyi saat tau tempat ini diserang, dari balik jendela Erdo menggeram lalu menutup tirai kasar.

Saat berbalik Hanni sudah menatap dirinya tajam seraya tersenyum pongah, "kau kalah dasar pecundang!"

Erdo semakin tak menyukai Hanni dia berjalan mendekat Hanni sudah was-was dengan tindakan Erdo selanjutnya, tali pengikat di kedua tangan dan kakinya di lepas. Bersamaan dengan itu pintu di dobrak kencang dan Erdo langsung mengunci pergerakan Hanni di depannya.

"Selamat datang tuan Ocean!"

Sean maju tanpa gentar namun Erdo memiliki senjata tersembunyi-

Dor!

Hanni amat terkejut mendengar bunyi senapan yang tepat di sebelah telinganya yang mana seketika membuat bunyi nyaring- ngiiiiiinggg- yang cukup panjang.

"Maju selangkah ku tembak kakinya, tetap keras kepala ku tembak punggungnya, tak mematuhi perintah ku tembak kepalanya!"

Hanni sudah pasrah dengan memejamkan matanya saat terbuka ia melempar senyum pada Sean kedua bibir pucatnya terbuka, "lakukanlah!" Ucapnya tanpa suara.

Melihat keputusasaan Sean membuat Erdo tertawa sayangnya tawa itu tak bertahan lama Sean berlari mendekat dan- dor!!

Segera Sean tarik Hanni ke dalam pelukannya menendang pistol di tangan Erdo lalu memberikan tendangan tambahan tepat di wajahnya.

"Berbalik lah dan tutup mata dan kedua telinga mu!"

Tanpa bertanya apapun Hanni mematuhi perkataan Sean ia berbalik membelakangi Sean. Hatinya bergemuruh keras seraya terus menggumamkan doa-

Sean mengambil pistol itu sebelum Erdo mengambilnya, "berapa banyak kau melukai kekasih ku?"

"Hah! Aku menamparnya dan oh aku juga hampir mencicipi bibirnya, sayang sekali wanita sialan itu malah menghindar-"

Dor!

"Akhh! Sialan keparat kau!"

Timah panas itu tepat bersarang di sebelah kakinya, "satu..."

Dor!

"Akhhh!"

Kini kaki kanannya.

"Dua."

Dor!!

"Aaakkhrghg!"

Selangkangan tepatnya alat kelamin nya.

"Tiga."

Seluruh tubuh Hanni bergetar telinganya masih dapat mendengar teriakan Erdo di sana.

Sean menginjak wajah Erdo yang terkapar, "ah ingin rasanya aku mencabik-cabik mu dan ku potong menjadi beberapa bagian sebelum ku jadikan kau makanan tikus!"

"Urrggg!"

Dor!

Dor!

Dor!

Dor!

Clikk.. clikk!

Amunisi di pistol itu habis, Sean mendengkus kasar merasa kurang puas meski kini Erdo hanya tinggal nama saja. Mayatnya mati mengenaskan dengan banyaknya luka tembak.

Teringat Hanni Sean berbalik dan mendapati tubuh Hanni yang gemetar seraya bergumam lirih, "bee."

Hanni berbalik dan seketika memeluk Sean erat, "aku- aku takut- aku- aku takut Sean."

Hatinya sakit melihat keadaan Hanni yang tak baik-baik saja ditangkupnya wajah itu menatap nanar pada Hanni, dia terlambat, jika saja Sean tak lalai Hanni takkan pernah melewati kejadian seperti ini.

Sean gagal.

Melihat Sean yang menunduk membuat senyum manis terbit diwajahnya, "sayang ku kenapa hum?"

"Aku baik-baik saja selama kau ada, aku senang kau datang." Hanni menyatukan kepala mereka menggelengkan kepalanya memberikan penenang pada bayi besarnya.

Sean tersenyum kecil sungguh beruntung dirinya, dia pun mengangkat Hanni ke dalam gendongan nya melingkarkan kedua kaki Hanni sepanjang pinggangnya.

"Tutup mata mu sampai aku memerintahkan mu untuk membuka mata mu."

"Hu'um." Ia pun menyenderkan kepalanya pada bahu Sean seraya menutup matanya.

Bau amis tercium sepanjang jalan membuat Hanni mau tak mau menutup hidungnya, matahari sudah tenggelam beberapa saat lalu tubuhnya lelah dan ingin beristirahat. Untung saja ada penginapan, Sean dan Hanni sepakat untuk kembali besok pagi dan mengistirahatkan tubuhnya sejenak.

Hanni menenggelamkan setengah kepalanya pada air bathup, berusaha menghilangkan bau anyir darah dari tubuhnya. Menggosok-gosok spons sabun hingga tanpa sadar kulitnya telah memerah karena terlalu kasar-

Ceklek!

Pintu kamar mandi di buka Sean berjalan perlahan dan jongkok di depan Hanni yang tengah membelakanginya. "Pelan-pelan," Sean mengambil alih spons di tangan Hanni.

"Hiks...!"

Kedua tangannya menangkup wajahnya yang sudah berlinang air mata, dirinya masih amat ketakutan bayangan gelap dengan ruangan pengap serta suara-suara bising menghantui pikiran nya.

Sean tak tahan pun memeluk Hanni dari belakang, "sshhh aku di sini Bee."

Tbc.

My Mr. Big boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang