Ch. 34 - Menghilang

128 19 5
                                    

Malam sudah semakin larut, Arne yang baru saja selesai bersiap-siap memutuskan untuk mendatangi rumah Aruna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam sudah semakin larut, Arne yang baru saja selesai bersiap-siap memutuskan untuk mendatangi rumah Aruna. Jangan heran mengapa dia tahu banyak hal tentang Aruna. Semua karena Arne sudah memata-matai gadis sekaligus saudara perempuannya itu sejak lama.

"Ada apa Arne?" Tanya Aruna yang akhirnya membukakan pintu untuk Arne setelah membuat wanita itu sedikit lama menunggu.

Arne tidak menjawab, dia diam menatap Aruna yang mengenakan sweater turtleneck dengan panjang setengah lengan. Terlihat seperti sengaja menutup bagian lehernya. Kemudian mengangguk kecil, pikirannya mengarah pada apa yang dilakukan Jean pada Aruna malam itu.

"Boleh aku masuk?" Arne bertanya balik. Kemudian Aruna mempersilahkan Arne untuk masuk. Terlepas dari apa yang ingin dilakukan Arne, Aruna tidak terlalu menaruh curiga. Terlebih lagi memang sudah semestinya Arne sebagai tamu dipersilahkan untuk masuk.

"Rumahmu bagus, kamu tidak curiga denganku Aruna?" Ucap Arne sambil melihat rumah Aruna pertama kalinya. Lebih tepatnya rumah keluarga kecil yang lain dari papa.

"Tidak, ingin minum apa? Biar aku buatkan." Aruna berjalan melewati Arne menuju ke arah dapur.

"Apa saja, minuman dingin."

Mata Arne menangkap ke arah sebuah meja yang berada di ruang tengah. Terdapat cukup banyak foto terpajang disana, diikuti beberapa lukisan pada kanvas kecil di sekitarnya. Terlihat minimalis dan menarik. Namun yang membuat Arne heran adalah tidak ada satupun foto yang menunjukkan wajah papa.

Hanya foto gadis kecil bersama seorang wanita yang sudah bisa dipastikan jika itu adalah foto Aruna dengan ibunya. Terdapat juga foto pertunangan Jean dan Aruna disana. Tapi bukan itu yang menarik perhatian Arne. Tangannya terulur menyentuh sebuah bingkai berwarna putih dengan foto seorang anak laki-laki yang tersenyum lebar.

"Dia Reijiro, Akshata Reijiro." Suara Aruna mengejutkan Arne, membuatnya cepat-cepat meletakkan bingkai itu dan berbalik duduk.

"Jadi apa yang membuatmu mendatangiku, Arne?" Tanya Aruna memecah keheningan diantara mereka.

"Kamu tidak bodoh untuk memahami posisiku Aruna." Jawab Arne.

"Ya kamu benar. Tanpa perlu tahu cerita dibaliknya, aku tahu kamu terluka disini."

"Kalau begitu mengalahlah kali ini, Aruna. Biarkan aku bahagia. Sekali saja." Ucap Arne tanpa berbicara panjang lagi. Aruna menghela nafas pelan sambil menatap Arne. Ia mengerti jika arah pembicaran mereka adalah tentang Jean.

"Baiklah. Ambillah kesempatanmu untuk bahagia Arne. Tapi bolehkah aku memintamu untuk menceritakan hal yang aku ingin tahu?"

"Apa?"

"Tentang ayah dalam kehidupanmu." Arne mengernyitkan kening ketika mendengar permintaan Aruna. Dia tidak masalah jika hanya diminta untuk menceritakan, karena itu bukan sebuah permintaan berat untuknya. Hanya saja, dia tidak mengerti kenapa Aruna hanya ingin mendengarkan cerita tentang papa bukan Jean. Padahal inti dari topik pembicaraan mereka adalah Jean.

Aksa AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang