Ch. 38 - Senyum Bulan Sabit

149 21 1
                                    

Aruna menutup pintu setelah ia selesai mengantarkan Jean ke depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aruna menutup pintu setelah ia selesai mengantarkan Jean ke depan. Gadis itu terlihat berulang kali menghela napas panjang, pikirannya masih dipenuhi oleh sesuatu saat ini. Dengan langkah gontainya ia berjalan menuju kamar.

"Ternyata memang benar Aksara." Suara Reina membuat Aruna terkejut ketika melihatnya tengah duduk santai sambil menyandarkan punggung pada pinggiran tempat tidur.

"Bagaimana bisa-"

"Sangat bergairah, sampai kedatanganku saja tidak disadari." Potong Reina terlihat acuh dan menikmati beberapa bungkus permen jelly di tangannya. "Sedikit lagi kurasa akan-"

"Sudah cukup, itu tidak akan terjadi." Ganti Aruna yang memotong kalimat Reina diikuti dengan menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.

"Kurasa akan berbaikan. Apa yang sedang kamu pikirkan Aruna?" Reina menoleh pada Aruna. Kemudian mulutnya terbuka karena mengerti kemana arah Aruna berbicara. "Kau... Memikirkan itu?" Tanyanya tersenyum penuh arti.

"Tentu saja tidak!" Aruna mengelak dan menghindari kontak matanya dengan Reina.

"Ayolah Aruna, aku tidak bodoh untuk memahami maksudmu." Reina masih berlanjut menggoda Aruna. "Lihatlah pipimu memerah, haa bahkan terasa panas." Ujarnya menunjukkan ekspresi terkejut sambil menangkup wajah Aruna.

"Be honest, apa kamu dan Aksara sudah pernah melakukannya?" Tanyanya dengan raut wajah berubah menjadi lebih serius.

"No. Aku masih punya akal sehat." Aruna mengernyitkan kening merasa kesal dengan pertanyaan Reina.

"Good girl." Reina menepuk-nepuk puncak kepala Aruna, ia bisa langsung percaya dengan jawaban yang diberikan gadis itu. "Bagaimana bisa sepanas itu, tapi Aksara masih bisa menahannya. Selama ini? Bukankah itu akan terasa sangat menyiksa?" Lanjut Reina sambil berbaring di samping Aruna.

Ucapan Reina barusan membuat Aruna termenung. "Kamu benar, bagaimana bisa." Tanyanya dalam hati. Pikiran Aruna kembali dipenuhi oleh hal yang sama seperti sebelumnya.

"Tapi itu bagus, aku senang karena dia menghargai keputusanmu-" Reina mengangguk kecil. "meskipun laki-laki itu hampir saja melakukannya." Kening Reina berkerut saat mengingat kejadian yang menimpa Aruna, akibat Jean. Kemudian ia menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan reka ulang adegan pahit yang terjadi hari hari itu.

"Apa benar sesakit itu menahannya?" Tanya Aruna pelan, tidak menghiraukan kalimat Reina barusan.

Reina mengangguk mengiyakan, "aku tidak tahu pasti, hanya saja Kainan selalu mengeluh seperti itu setiap kali aku menolaknya." Ia mengendikkan bahu membayangkan wajah menyebalkan Kainan saat kekasihnya itu mulai bertingkah kekanakan. Reina sama seperti Aruna, ia tidak akan melakukan sesuatu yang melewati batas jika belum dalam ikatan yang jelas, yaitu pernikahan.

Aksa AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang