"Kamu tahu, sejak kecil aku jatuh hati dengan laut. Laut seperti candu untukku. Tapi sejak kejadian itu, laut menjadi terlihat mengerikan dan penuh dengan misteri. Sehingga aku tidak lagi berani untuk menyelaminya terlalu dalam. Sama kayak kamu. Aku...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aruna berdiam diri di studio lukis pribadinya. Tatapannya sedikit kosong, melukis silhouette Jean yang sedang menghadap ke arah laut luas. 48 jam setelah berita itu sampai di telinga Aruna, waktu yang sudah sangat cukup untuk membuatnya benar-benar merindukan laki-laki itu.
Dadanya terasa terhimpit. Sesak dan sakit bersamaan. Lehernya tercekat akibat menahan tangis. Aruna berusaha untuk bertahan hingga lukisannya selesai. Setelah beberapa menit, Aruna mengakhiri kegiatannya dengan memberi watermark pada lukisan yang sangat berharga.
Tepat saat itu juga, air matanya jatuh membasahi punggung tangannya yang masih memegang kuas.
"Jean..." Aruna berbisik lirih pada dirinya sendiri.
Ia menarik kaki dan memeluk lutut. Posisi yang selalu dilakukan Aruna ketika ia merasa sudah sangat hancur.
Dari luar terlihat Reina yang ikut menangis melihat kondisi sahabatnya. Meskipun tidak menyukai Jean, tapi Reina tetap memiliki empati yang tinggi dalam hubungan Aruna. Ia selalu bisa merasakan ketulusan diantara mereka berdua. Ia bisa merasakan, betapa bahagianya Aruna sejak bersama dengan Jean.
Aruna mengepalkan tangan yang masih memegang kuas. Kepalan tangan itu semakin lama semakin kuat, hingga akhirnya kuas di tangannya patah.
Masih menyaksikan Aruna dari luar, Reina yang melihatnya sontak saja langsung berlari menghampiri Aruna.
"Gue tahu lo lagi sedih, tapi enggak gini juga Aruna." Reina meninggikan suaranya ketika melihat telapak tangan Aruna yang terluka karena terkena serpihan kuas yang dipegangnya.
"Kenapa selalu begini Rein?" Aruna bertanya pelan, ia menghela nafas berat memandang kosong ke arah lukisannya.
Reina mengusap air mata yang membasahi pipi chubby gadis dihadapannya. Lalu menariknya ke dalam pelukan. Berusaha untuk menyalurkan ketenangan untuk diri sahabatnya saat ini.
"Apa ini karena aku lagi?" sambung Aruna masih dengan suara pelan.
Pertanyaan itu membuat Reina terhenyak ketika mendengarnya. Jika boleh, sungguh Reina sangat ingin untuk mengutuk semesta kali ini. Karena ini sudah sangat tidak adil bagi Aruna.
"No, It's not your fault Aruna." Reina mengusap kepala Aruna, semakin mengeratkan pelukannya.
"Bolehkah aku bahagia, sekali saja?" Aruna kembali menangis dalam pelukan Reina.
"Boleh, semua orang berhak untuk bahagia Aruna. Tidak terkecuali kamu," Reina menjawab dengan tegas, air matanya ikut jatuh. Hatinya ikut teriris melihat betapa rapuhnya Aruna saat ini.
Keduanya mengeratkan pelukan, menenangkan diri dalam larut tangis masing-masing.