Ch. 18 - Orang Itu Adalah 'Dia'

159 23 2
                                    

Dua pekan berlalu setelah Mahen menyatakan perasaannya pada Aruna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua pekan berlalu setelah Mahen menyatakan perasaannya pada Aruna. Hari-hari mereka berjalan seperti biasa. Mahen memegang kata-katanya untuk tidak mengusik Aruna dengan perasaan itu. Ia bertingkah seperti biasa, seolah tidak terjadi apa-apa.

Hanya saja Mahen lebih sering menunjukkan perhatiannya pada Aruna seperti menjemput Aruna di galeri seninya, mengajaknya makan bahkan tidak jarang Mahen memberikan bekal hasil masakannya sendiri pada Aruna.

Namun untuk sementara waktu ini, Aruna sedang tidak berada di Korea. Gadis itu kembali ke Brisbane untuk menemani Reina yang sedang rindu dengan kampung halaman mereka. Disaat seperti ini, Mahen tetap menjaga komunikasi diantara mereka. Cukup sering laki-laki itu mengabari Aruna meski tidak diminta, bahkan tidak jarang ia mengirimi foto random untuk Aruna.

"Mahen lagi?" Tanya Reina sambil melirik ponsel di tangan Aruna.

"Sudah menemukan pengganti?" Tanya Reina menyelidik.

Reina sudah tahu mengenai Mahen yang menyukai Aruna. Tentu saja ia tahu dari Aruna sendiri. Ia juga tahu jika sejak hari itu Mahen terus mencoba mendekati Aruna dengan cara yang pelan tapi pasti menurutnya.

Aruna menggeleng pelan menjawab pertanyaan Reina.

"Masih Jean, dan sepertinya akan selalu Jean." Ucapnya sambil menghela nafas pelan.

"Seandainya Jean masih hidup, dan Mahen berhasil menjadi sosok yang selalu hadir buat kamu, kamu milih siapa?" Kali ini Reina bertanya dengan serius.

Aruna terdiam sebentar. Ia kembali membuang nafas pelan dan menatap Reina.

"Pemenangnya masih Jean, tapi kalau dia kembali dan semesta tidak memberi izin untuk kita bersama lagi aku bakal mencoba untuk...." Aruna berhenti, lehernya tercekat.

"Aku bakal berusaha untuk melepaskan dia pergi mengejar kebahagiannya." Lanjut Aruna lagi.

"Apa kamu sanggup?" Reina memegang bahu Aruna. Ia hanya ingin melihat apakah Aruna masih bisa berpikir menggunakan logikanya ketika hatinya telah dipenuhi oleh sosok Aksara Rajendra.

"Kamu tahu kan Jean orang pertama yang membuat tembok pertahananku runtuh, mengembalikan rasa percayaku pada laki-laki, semuanya karena Jean." Ujar Aruna.

"Aku gak sanggup. Tapi bukankah aku Aruna? Yang pada akhirnya tetap menelan kenyataan sepahit apapun kenyataan itu? Merelakan meski tidak ingin bukan menjadi yang pertama kalinya untuk ku kan Rein?" Aruna tersenyum getir ke arah Reina.

Tidak ada yang salah dari ucapannya. Aruna selalu dipaksa semesta untuk menelan setiap kenyataan pahit meskipun ia tidak ingin.

Reina memeluk Aruna dan mengusap punggung gadis itu. Cukup sudah obrolan mereka dengan topik sensitif kali ini.

Aksa AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang