"Kamu tahu, sejak kecil aku jatuh hati dengan laut. Laut seperti candu untukku. Tapi sejak kejadian itu, laut menjadi terlihat mengerikan dan penuh dengan misteri. Sehingga aku tidak lagi berani untuk menyelaminya terlalu dalam. Sama kayak kamu. Aku...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Brisbane, 2041.
Tahun ini adalah tahun pertama Aruna menyandang status sebagai seorang mahasiswi. Setelah melewati lika-liku sebagai seorang Mahasiswa Baru, Aruna akhirnya memulai dunia perkuliahan yang sesungguhnya. Menghabiskan waktu untuk mengikuti kelas, mengerjakan tugas, menghabiskan waktu di perpustakaan dan sesekali menemani Reina sekedar bersantai meminum segelas cokelat panas atau kopi di cafe langganannya. Cafe yang berada tidak jauh dari kampus.
Menghabiskan waktu di perpustakaan adalah hal yang paling sering dilakukan Aruna. Sejak dulu ia memang lebih menyukai kesendirian. Aruna tidak membenci keramaian, ia juga tidak menolak teman. Hanya saja, ia merasa lelah dengan banyak orang. Terlebih sejak cerita pahit ayah dan ibu yang menimpanya.
"Aruna, sudah gue duga lo pasti disini. Hari-hari aja disini, apa gak bosan?" Suara Reina mengejutkan Aruna yang tengah membaca buku.
"Sstt." Aruna menempelkan jari telunjuk di bibirnya, memberi isyarat agar Reina tidak berisik.
"Hai Aruna." Suara Kainan membuat Aruna mengulang apa yang ia lakukan pada Reina tadi.
"Barusan ada yang ngomong kayaknya. Kau dengar itu Aruna?" Kainan dengan sengaja mengabaikan Reina.
"Kuno banget." Sinis Reina.
"Itu namanya tren lama," ucap Kainan tidak terima.
"Kenapa lo ngomong? Bukannya tadi gak lihat?" Reina membalas Kainan dengan senyum penuh kemenangan.
"Sial." Dengusnya mengaku kalah.
Suara berisik dari luar perpustakaan membuat Aruna, Reina dan Kainan refleks menoleh secara bersamaan.
"Kalian tahu, dia Aksara Rajendra. Primadona kampus, selalu jadi incaran sejak tahun pertama dia kuliah disini. Dan sekarang adalah tahun keduanya." Kainan menjelaskan pada Aruna dan juga Reina yang masih berstatus baru disana. Sementara Kainan sendiri terpaut usia dua tahun dari kedua gadis di hadapannya. Sehingga tidak jarang ia menjelaskan hal-hal lain yang tidak pernah didengan oleh Aruna maupun Reina.
"Aksara?" Aruna menyebut ulang nama itu. Nama yang terasa familier di telinganya.
"Ya, jangan dekat-dekat Aksara, dia suka main cewek. Rumornya sih begitu." Ujar Kainan santai.
"Bukan tipeku, sudahlah malah bergosip. Aruna gue mau beli minum, mau nitip?" Tawar Reina yang kini sudah berdiri dari duduknya. Aruna menggeleng pelan menjawabnya.
"Baiklah, aku pergi dulu." Ujar Reina sambil berjalan menjauh.
"Tunggu- aku ikut." Kainan bergegas mengikuti Reina, berjalan di belakangnya. Dan sudah pasti, sepanjang jalan keduanya akan terlibat pertengkaran kecil. Hal biasa untuk Aruna yang terus bersama Reina dan Kainan sepanjang waktu. Ia sudah sangat memakluminya.