Ep10

482 60 17
                                    

Gita kesal. Pasalnya, ia harus berdiri sepanjang perjalanan di bus menuju kampus. Dirinya juga harus rela berdesak-desakkan dengan penumpang lain. Bau orang belum mandi, bau keringat, serta bau asap rokok menguar jadi satu memaksa masuk indera penciumannya. Tubuhnya yang lelah karena harus membersihkan pecahan beling saat di rumah tadi membuat moodnya juga anjlok ke dasar samudera paling dalam.

Semua hal yang dilaluinya hari ini tidak pernah terbayangkan akan terjadi dalam hidupnya. Seandainya papanya masih ada, Gita pasti tidak akan pernah menderita seperti ini.

Merogoh tas miliknya, Gita menemukan ponsel ponsel kesayangannya ada di sana.  Untung saja Ve tidak merampas benda berharga itu juga darinya. Gadis itu lupa kalau dia masih punya uang digital di ponselnya. Kalau dia ingat, harusnya dia tadi naik taksi online saja, 'kan?

Gita teringat jika dia harus segera menghubungi Daniel dan memberitahukan padanya bahwa Ci Shani masih hidup. Gita yakin sekali jika Daniel pasti bisa membantunya menyelamatkan Ci Shani dari Mak Lampir Ve.

Tanpa pikir panjang, Gita pun segera menghubungi Daniel untuk membicarakan hal penting ini. Namun, Ia harus mengurungkan keinginannya itu karena dirinya harus pergi ke kampus lebih dulu. Gita tidak mau kalau Ve curiga padanya karena tidak sampai di kampus tepat waktu.

"Kak Daniel, ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu." ucapnya setelah sambungan terhubung.

["Hal penting apa, Gita?"]

"Ini mengenai Ci______ yak!" Ponselnya terjatuh karena sang sopir mengerem mendadak dan membuatnya kehilangan keseimbangan. Dilihatnya ke sekeliling siapa yang harus ia salahkan, namun dia malah mendapat tatapan sinis dari penumpang lain. Akhirnya dengan berat hati Gita harus membungkuk untuk mengambil ponselnya yang terjatuh di kolong kursi penumpang.

"Aw," ringisnya saat kepalanya terantuk gagang kursi bus.

'awas kamu Veranda, kita liat aja nanti. Aku akan menjebloskanmu ke penjara setelah aku berhasil mendapatkan Ci Shani kembali.' batinnya.

Mobil telah sampai di halte yang dituju. Halte yang berada tidak jauh dari kampus. Gita turun dari bus dengan ponsel yang menempel di telinganya. Ia masih berusaha menghubungi Daniel.

"Kak Daniel, pulang kuliah temui aku di______aahhk!" Lagi-lagi Gita gagal menyelesaikan kalimatnya karena seseorang berlari menyambar ponselnya.

"Jambret! Tolong jambret!" Pekik Gita sambil mengejar si pencuri. Pekikan serta teriakan Gita tak dipedulikan orang yang berlalu lalang. Entahlah, semua manusia seolah mati rasa melihat seorang gadis berlari sendiri mengejar jambret.

Gita sudah berlari cukup jauh, namun ia harus menghentikan aksi kejar-kejarannya karena ia kehilangan jejak si penjambret.

Gadis itu menangis. Ia berjongkok, lalu menutup wajah dengan kedua tangan. Tak peduli jika yang ia lakukan akan menjadi tontonan banyak orang. Nyatanya mereka juga tidak peduli ketika ia berteriak meminta tolong untuk membantu mengejar jambret.

'Papa, Ci Shani, apa yang harus aku lakukan? Aku nggak bisa apa-apa tanpa kalian.'

Tidak ada sepatah katapun yang terucap, hanya isakan yang terus keluar dari bibir ranumnya.

Tidak jauh dari tempat itu, Ve yang tengah duduk di dalam mobil miliknya pun tersenyum melihat pemandangan menyedihkan tersebut. Tak lama kemudian, seseorang terlihat mengetuk kaca jendela mobilnya. Ve pun segera menurunkan kaca mobil.

"Ini Nyonya, sesuai perintah anda." ujar seorang pria bertopi sambil menyerahkan sebuah ponsel di tangannya. Ya, pria itu adalah si penjambret yang telah berhasil merampas ponsel Gita beberapa saat lalu.

Deep Breath Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang