Sebuah deringan panjang pada ponselnya membuat Jinan terbangun. Sial! Ternyata ia ketiduran di kursi ketika tengah menjaga Gita. Mengabaikan panggilan pada teleponnya, Jinan lebih memilih mengecek suhu tubuh Gita lebih dulu. 'Syukurlah, panasnya sudah turun.' gumam Jinan dalam hati. Tak ingin deringan ponselnya membangunkan Gita, Jinan memilih mengangkat panggilan telepon tersebut dengan keluar dari kamar.
"Kenapa, pak bos?" Jawab Jinan dengan suara lirih, maklum saja, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12 malam, waktu yang tak lajim bagi seorang bos untuk menghubungi karyawannya.
"Kamu udah tidur, ya? Aku lagi di jalan nih. Sendirian,"
Jinan menguap, matanya berair karena kantuk, namun begitu, ia tetap menyimak.
"Berangkat jam berapa tadi?" Tanyanya yang sudah tahu ke mana tujuan bosnya saat ini.
"Jam 11 tadi. Aku pikir akan macet, ternyata nggak terlalu."
"Udah mau sampe?" Lagi-lagi Jinan menguap. Ia rebahkan tubuhnya di atas sofa kecil di ruang santai.
"Belum. Masih jauh,"
Jinan manggut-manggut.
"Jangan ngebut-ngebut. Aku masih butuh duitmu, pak bos," terdengar suara kekehan dari seberang. Dari semua karyawan yang bekerja di kantornya, hanya Jinan lah yang berani meledeknya.
"Jinan-ssi," (embel-embel 'Ssi' biasanya digunakan untuk panggilan sopan/hormat dalam bahasa Korea)
"Ya, Sehun-Ssi?"
Lagi-lagi terdengar suara kekehan dari seberang. Pria itu berdehem sebelum akhirnya mengatakan, "terimakasih, bunganya, dia pasti menyukainya."
Jinan hanya menggumam sebagai jawaban. Selanjutnya, tidak ada kalimat apapun yang terdengar di antara mereka. Jinan membiarkan sambungan itu terus berlanjut sampai pria di seberang sana lah yang mematikannya.
Benar saja, tak perlu menunggu waktu yang lama, panggilan telepon itu berakhir. Jinan meletakkan ponselnya asal di atas meja. Hatinya terasa sesak karena harus menjadi pendengar serta penasihat yang baik bagi orang yang telah ia cintai sejak lama. Namun apa daya, perbedaan status sosial cukup untuk membuatnya tau diri. Si pria adalah bosnya. Bos yang pernah hampir depresi karena kisah asmaranya yang berakhir tragis.
Malam ini adalah 4 tahun peringatan kematian tunangan Sehun, bosnya Jinan. Pria itu keturunan Korea yang sudah menetap di Indonesia sejak lulus kuliah.
Sehun adalah CEO yang memiliki jiwa hangat, namun pria itu menutup hatinya untuk wanita manapun karena cintanya telah ia berikan seutuhnya untuk sang kekasih yang telah lebih dulu meninggalkannya.Empat tahun lalu, Sehun dan sang kekasih mengalami kecelakaan ketika hendak kembali dari salah satu kota di daerah Jawa barat. Hujan yang turun dengan deras membuat jalanan licin serta penglihatan terbatas. Sehun nekad menerobos derasnya hujan meski sang kekasih sudah memintanya untuk berhenti dan melanjutkan perjalanan besok saja. Tapi Sehun bersikukuh dan mengatakan kalau dia ingin cepat sampai Jakarta dan beristirahat di rumah saja. Nahas, mobilnya tergelincir.
Sehun yang sama sekali tidak tahu struktur jalanan yang dilaluinya itu tak sengaja membuat mobilnya terperosok ke dalam jurang. Tunangan Sehun saat itu terpental dari dalam mobil dan hanyut terbawa arus sungai yang deras, dan jasadnya belum ditemukan hingga sekarang.
Sejak saat itulah Sehun berubah menjadi sosok yang dingin. Tapi, sikap dinginnya itu tidak berlaku pada Jinan. Karena hanya pada Jinan lah Sehun tidak bisa marah.
Sampai saat ini Sehun masih belum bisa melupakan kekasihnya. Setiap tanggal kematian sang kekasih, Sehun selalu mendatangi tempat terjadinya kecelakaan itu dengan membawa sebuket bunga mawar putih kesukaan sang kekasih. Biasanya, Sehun hanya akan diam berdiri menatap arus sungai yang deras hingga ia merasa cukup untuk melepas kerinduannya pada sang kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Breath
FanfictionGita harus merasakan pahitnya kehidupan setelah kakak yang selalu ia andalkan hilang entah kemana. bukan hanya kehilangan sang kakak, Gita juga harus merelakan kekasih, sahabat, serta semua kemewahan yang ia miliki karena ulah seseorang. "Bertahanl...