Gadis cantik itu mengerjabkan matanya perlahan. Hari sudah petang ketika untuk pertama kalinya Ia terbangun di tempat ini, tempat yang sangat asing baginya.
'Di mana aku?' batinnya bertanya.
Matanya menyisir tiap sudut ruangan bernuansa hitam putih ini dengan seksama. Gita yakin jika saat ini dirinya tidak sedang berada di rumah sakit. Tapi, kenapa di punggung tangannya terpasang selang infus?
Gita ingin mendudukkan diri, namun badannya terasa remuk semua. Kepala, telapak kaki serta pergelangannya juga terasa sangat nyeri.
Gita menyentuh bagian pelipisnya yang pagi tadi sempat berdarah, namun, bekas darah yang mengering di sana sudah tidak ada lagi, berganti dengan sebuah kain kasa yang direkatkan menggunakan plester. Hal itu membuat Gita semakin bertanya-tanya di mana sebenarnya dirinya sekarang.
Seseorang membuka pintu kamar tersebut. Gita pun terkejut. Seperti orang ketakutan, Gita segera beringsut mundur dari posisinya. Bukan hanya Gita, pria yang baru masuk itu juga terkejut mendapati gadis yang ia tabrak pagi tadi sudah sadarkan diri.
"Ka-kamu udah bangun?" Tanya si pria yang mulai melangkah memasuki ruang kamarnya.
Namun Gita semakin beringsut ketakutan di pojok kasur. Seperti sebelum-sebelumnya, gadis itu menyembunyikan wajah menggunakan kedua tangan, bukan hanya wajah, kedua telapak tangannya juga ia gunakan untuk menutup telinganya.
"Ja-jangan takut, ini aku," ujar si pria terlihat panik. Ia letakkan bubur yang ia bawa di atas nakas, sebelum akhirnya mendekat pada si gadis yang masih terlihat ketakutan.
"Gita," Cio hendak menyentuh lengan Gita, namun gadis itu segera menepis tangan si pria.
Cio yang terlihat panik segera berlari keluar untuk memanggil kakaknya. "Kak Jinan! Kak!" Panggilnya pada Jinan yang berada di dapur.
"Ada apa, Cio? Kenapa teriak-teriak, sih,"
"Dia udah bangun, kak. Tapi, dia malah keliatan kayak orang ketakutan."
Jinan tinggalkan tumpukan piring yang tengah dicucinya dan segera menuju kamar Cio untuk memeriksa keadaan gadis itu, gadis yang ditabrak oleh adiknya pagi tadi.
Jinan memasuki pintu kamar Cio dan mendapati Gita masih dengan posisi yang sama ketika ditinggal Cio tadi. Jinan segera mendekat.
"Hey," ujarnya lembut. Diraihnya tangan Gita yang digunakan untuk menutup kedua telinganya, "jangan takut, kami bukan orang jahat." Ujarnya sambil menahan kedua tangan Gita untuk ia singkirkan dari wajah serta telinganya.
"Gita," ujar Jinan lagi masih dengan suara lembutnya. "Cio bilang nama kamu Gita, benar, 'kan?" Gita menggeleng yang tentu membuat Cio maupun Jinan mengerutkan kening.
"Terus, siapa?"
Gita tidak menjawab, ia masih saja menyembunyikan wajahnya dengan menunduk ketakutan.
"Gita, coba liat ke sini!" Jinan mendekatkan wajahnya pada wajah Gita, kemudian menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajah gadis itu.
Gita menggeleng, menolak tangan Jinan yang hendak menyentuh wajahnya. Dan saat itulah Jinan tak sengaja melihat tatapan gadis itu, tatapan ketakutan serta kebencian yang menguar jadi satu. Tak lagi banyak bicara, Jinan segera memeluk tubuh Gita. Meski untuk beberapa saat, Gita sempat menolak pelukan tersebut. Namun pada akhirnya Jinan berhasil menahan tubuh gadis itu agar tidak lagi meronta. Dengan lembut, di usapnya punggung Gita yang bergetar karena tangis.
Cio memalingkan wajahnya, tak sanggup melihat pemandangan itu. Kenapa gadis itu jadi seperti ini? Apa yang sudah mereka lakukan pada Gita hingga membuatnya jadi seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Breath
FanfictionGita harus merasakan pahitnya kehidupan setelah kakak yang selalu ia andalkan hilang entah kemana. bukan hanya kehilangan sang kakak, Gita juga harus merelakan kekasih, sahabat, serta semua kemewahan yang ia miliki karena ulah seseorang. "Bertahanl...