Ep12

472 66 17
                                    

Gita membuka matanya di ruangan yang sekarang menjadi kamar tidurnya. Gadis itu segera mengubah posisi tidurnya menjadi duduk setelah kesadarannya pulih seutuhnya, tanpa peduli rasa pening yang menyerang kepalanya. Netranya berkeliling, mencari keberadaan Shani di sekitar. Namun, hanya air mata yang Ia dapat. Shani tidak ada di sana. Gita baru menyadari bahwa dirinya telah kembali di kamarnya, kamar bik Minah yang sekarang telah menjadi kamarnya.

Gadis itu menangis nelangsa, menumpahkan rasa marah juga kecewa yang terasa mencekik. Menjatuhkan kembali wajahnya di atas kasur, Gita memukul kasar bantal tak berdosa di hadapan. Rintihan pilu kembali terdengar dari bibir ranumnya.

"Ci Shani," rintihnya dalam tangis.

Tak lagi memukul bantal, tangannya lebih memilih meremat sprei sebagai pelampiasan. Diperhatikannya pergelangan tangannya yang telah bebas dari borgol yang lagi-lagi membuat Gita ingin menjerit. Kenapa Ve begitu tega padanya? Kenapa Ve tak mengijinkannya memeluk Shani meski hanya sebentar.

Mengubah posisinya menjadi terbaring, Gita masih enggan menghentikan tangis. Dara 22 tahun itu menutup mulutnya menggunakan tangan kiri, sementara tangan kanannya ia letakan di atas dada, lalu memukulnya kuat demi mengurangi sesak di dada.

Setelah puas menangis, Gita segera bangkit dari ranjang dan bergegas menuju kamar mandi. Jika biasanya gadis manja itu akan langsung masuk kamar mandi yang berada di dalam kamarnya, kali ini Gita harus rela menggunakan kamar mandi khusus untuk para asisten rumah tangga. Jika biasanya Bik Minah sudah menyiapkan air hangat untuk mandi tiap paginya, kali ini Gita harus merasakan dinginnya air di pagi hari.

Gadis manja itu keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk kimononya menuju kamar. Sesampainya di dalam kamar, ternyata Ve sudah menunggunya. Gita sudah tidak terkejut lagi. Wanita paruh baya itu duduk manis di atas ranjang kecil Gita sambil menyilangkan tangan di depan dada. Jangan lupakan 'senyum' manis si nyonya rumah yang menyambut Gita pagi itu.

"Ada apa lagi, Nyonya besar?" ucap Gita penuh penekanan pada akhir kalimatnya.

Ve bangkit dari duduknya, lalu tertawa mendengar panggilan baru dari Gita untuknya.

"Aku mengkhawatirkanmu semalaman. Aku takut kamu nggak nyaman karena kamar ini terlalu kecil untukmu," ucap Ve dengan wajah sedih yang dibuat-buat.

"Terimakasih atas perhatian anda, Nyonya. Tapi aku baik-baik saja. Silahkan sekarang anda keluar karena aku butuh privasi." Ucap Gita sambil membuka lebar pintu kamarnya, meminta Ve untuk keluar.

"Kamu masih saja angkuh, Gita." Ucap Ve masih dengan tawanya. "Tapi nggak papa, aku suka Gita yang seperti ini. Aku semakin merasa tertantang," Ve mendekatkan wajahnya pada Gita, kemudian mengelus pelan wajah cantik gadis itu. Namun sayang, Gita segera memalingkan wajah agar tangan Ve tidak sampai menyentuhnya. Ve tertawa hambar setelahnya.

"Kamu benar-benar menggemaskan, Gita." Ucap Ve lagi yang sama sekali tak di respon oleh Gita. Gadis itu masih setia memegangi daun pintu menunggu Ve keluar dari kamarnya. Ve pun pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi.

Gita segera menutup kembali pintunya setelah kepergian Ve. Lagi-lagi tubuhnya merosot menahan sesak. Seandainya saja Ci Shani masih bersamanya, semua ini tidak akan mungkin terjadi, Gita tidak akan membiarkan Ve menginjak-injak harga dirinya.

'Ci Shani, bertahanlah sebentar lagi, Ci. Aku juga akan bertahan untukmu,' batinnya dengan bibir terus terisak.

_________

Waktu sudah menunjukan pukul tujuh pagi ketika kaki jenjang Gita keluar dari kamar. Dara 22 tahun itu segera menunju ruang makan keluarga karena perutnya yang terasa lapar. Ternyata di sana sudah ada Ve dan Chika yang tengah menikmati sarapan pagi mereka. Langkah Gita terhenti tepat di depan kursi yang biasa ia duduki, kini kursi itu telah diduduki oleh Chika. Chika memandang cuek kearah Gita yang masih berdiri di dekat kursi yang tengah ia duduki. Berbeda dengan Ve yang terus memandangnya dengan 'senyum' manis andalannya. Wajah perempuan ini selalu terlihat tenang meski tengah marah sekalipun.

Deep Breath Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang