Ep19

562 82 16
                                    

Firman hendak meninggalkan kediaman putra putrinya, namun, langkah kakinya kembali terhenti kala ia mendengar suara dari arah dapur.

"Siapa di sana?" Ujarnya dengan sedikit meninggikan suara. Pria itu kembali berjalan menuju dapur, disisirnya ke sekeliling ruangan tersebut dengan sorot tajam. Kini, tatapan Firman tertuju pada pintu kamar mandi yang tertutup. Pria paruh baya itu pun mulai melangkahkan kakinya menuju kamar mandi tersebut.

"Siapa di dalam?" ujarnya sambil memutar knop pintu kamar mandi.

Belum sempat pintu terbuka, tiba-tiba sebuah tangan menarik bajunya, dan menghadiahi pria itu dengan tinjunya.

"Apa yang kamu lakukan di sini, brengsek!"

________

Cio menaiki motornya dengan kecepatan tinggi. Perasaan cemas sejak tadi terus melanda karena Gita tak merespon panggilannya sejak tadi. Sebenarnya Gita sedang sibuk di dapur ketika Cio menghubunginya tadi, karena itulah Gita tidak mendengar deringan ponsel sama sekali.

Setelah memarkirkan motornya asal, Cio segera menuju pintu utama rumahnya. Ketakutan Cio kian menjadi setelah mendapati pintu rumahnya tidak terkunci. Tanpa pikir panjang, Cio segera berlari mencari keberadaan Gita di dapur, karna dia mendengar suara seseorang dari sana.

Tanpa berpikir apapun lagi, Cio segera menarik kerah pria tersebut dan menghadiahinya dengan sebuah tinju di wajahnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini, brengsek!" ujarnya setelah menghempaskan tubuh Firman pada dinding dapur.

Firman tertawa sambil memegangi pundaknya yang terbentur dinding.

"Aku cuma mau berkunjung ke rumah anakku. Kenapa kamu bisa semarah ini," Ujar pria itu enteng.

"Cih! Kalau kamu memang cuma mau berkunjung, kenapa harus menunggu ketika kami gak di rumah!" Bentak Cio.

"Mana aku tau!" Firman mengangkat bahunya acuh, tak sedikitpun ada rasa bersalah atau ketakutan di wajahnya.

"Bohong! Kamu memang sengaja menunggu rumah kosong, kan?"

"Terserah kamu aja. Lepas! Aku mau pergi."

Tak ingin membuat pria ini semakin lama berada di dalam rumah, Cio pun melepaskan cekalannya dari kerah baju Firman dan membiarkan pria itu pergi.

Setelah memastikan Firman telah benar-benar pergi, Cio segera membuka pintu kamar mandi guna mencari keberadaan Gita. Benar saja, Cio menemukan keberadaan gadis itu di sana. Gadis itu tengah berjongkok sambil memeluk tubuhnya sendiri, tubuh gadis itu juga terlihat gemetar karena ketakutan.

"Gita," ujar Cio meletakkan kedua tangannya di atas pundak Gita dan sedikit mengguncang tubuhnya. "Gita, ini aku." Cio mencoba menenangkan Gita, namun gadis itu masih tetap terlihat menunduk ketakutan. Tanpa pikir panjang, Cio segera menarik tubuh Gita, merengkuhnya dalam pelukan, sementara tangan kirinya mengusap lembut punggung Gita, berharap cara ini dapat membuat Gita kembali tenang.

Tangis Gita pun akhirnya pecah, ia peluk tubuh Cio dengan erat seolah memohon untuk tidak lagi meninggalkannya sendirian. "Dia datang lagi, Tante Ve datang lagi. T-tolong aku, a-aku nggak mau kembali ke sana," ujar Gita dengan suara bergetar.

Itu adalah pertama kalinya Gita bersuara setelah sekian lama gadis itu membisu. Tentu saja hal ini membuat Cio merasa sangat senang karena akhirnya Gita mau berbicara lagi.

"Jangan takut. Aku di sini. Dia nggak akan bisa bawa kamu pergi dari sini." Cio masih mengusap punggung Gita, mencoba memberi ketenangan pada gadis itu. Sungguh hatinya merasa sesak melihat Gita seperti ini. Meski Cio tidak mengenal Gita dengan baik sebelumnya, tapi Cio sedikit banyak tahu tentang Gita dari Fiony. Yang jelas, Gita dulu tidak seperti ini.

Deep Breath Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang