...
.
.
.
...
Felix meletakkan bunga krisan putih di depan makam sahabatnya, Jeongin. Dia berdoa, menangkupkan kedua tangannya. Matanya terpejam.
Entah kenapa hari ini hujan sejak pagi. Tidak badai memang, hanya hujan biasa. Apa cuaca selalu mengikuti emosi Felix?
Di belakangnya, Hyunjin berdiri memegang payung. Melindungi Felix dari guyuran air hujan. Merapatkan jaket. Semakin dingin hari ini. Itu artinya ini hampir masuk pengunjung musim dingin. Pernikahan mereka bulan depan, sudah masuk musim semi.
Felix selesai berdoa. Menatap batu nisan setinggi setengah meter bertuliskan 'keluarga Yang' itu lekat-lekat.
"Hei, Jeongin. Kuharap kau baik-baik saja di sana. Sudah lama kita tidak bertemu. Aku minta maaf melarangmu untuk menyusulku ke Australia. Apa kau masih membenciku sekarang? Tidak apa-apa, karena aku tidak mungkin bisa membencimu, Jeongin. Kau adalah sahabatku, sejak dulu kau menyelamatku dari perundung-perundung itu. Terima kasih. Aku juga mau minta maaf, aku tahu kau mencintai Hyunjin. Tapi Hyunjin memilihku, kau tahu itu. Aku pernah memberitahumu, jangan mencintai orang berlebihan.." Felix menangis lagi.
"Jangan mencintai orang berlebihan, Jeongin. Aku tahu pada akhirnya pasti tidak akan happy ending kalau dipaksakan. Kenapa kau tidak mendengarkanku? Sudah kubilang.... jangan... Jeongin. Aku ingin kau mendapatkan yang lebih baik daripada Hyunjin, pasanganmu sudah ditentukan sejak kau lahir. Tidak kusangka pasanganmu itu malaikat maut. Maafkan aku. Walau kau memaksa aku tetap tidak bisa membencimu.
"Aku dan Hyunjin akan menikah besok. Kuharap aku dan Hyunjin bisa menjadi keluarga yang bahagai. Aku juga ingin Jeongin bahagia di sana. Sekali lagi aku minta maaf. Aku pamit."
Felix bangkit berdiri, menoleh kearah Hyunjin. "Ayo kembali."
Hyunjin mengangguk. Mereka kembali ke mobil. Hyunjin membereskan wajah Felix yang berantakan habis menangis. Mencium dahinya. "Lebih baik?"
"Yah, lebih mendingan. Apa aku boleh ke suatu tempat dulu sebelum pulang?"
Hyunjin tersenyum kecil, mengangguk.
"Mm, aku ingin ke rumah Jeongin sebentar."
"Busan? Tidak masalah, sih. Tapi aku tidak yakin rumah itu masih berpenghuni sekarang. Dia hanya tinggal berdua dengan kakaknya, kan. Setelah pemakaman Jeongin, kakaknya menyusul keluarga yang lain di London, saat ini dia kuliah di sana juga. Rumah itu kosong. Kemungkinan besar juga sudah dijual sekarang." Jelas Hyunjin.
"Begitu."
Hyunjin berpikir, "mungkin kita bisa ke aparetemennya di Seoul."
Felix menoleh, "Jeongin punya apartemen?"
Hyunjin mengangguk, menyalakan mobil, "ya, katanya agar tidak jauh-jauh pulang-pergi Seoul-Busan. Jadi, dia meminta managerku untuk memesankan apartemen di dekat gedungku."
Felix menatap Hyunjin heran, "manager?"
"Iya, manager. Kau tahu dia sangat bebas di kantorku. Dia mengaku akan menikahiku, jadi semua orang harus menghormatinya, begitu." Jawab Hyunjin.
Felix ber-oh mengerti, Jeongin bisa semena-mena begitu, kok bisa orang-orang menyukainya, ya?
Mereka sampai di gedung apartemen, yang ternyata mewah itu setengah jam kemudian. Felix digandeng oleh Hyunjin ke dalam, bertanya kepada resepsonis.
"Oh, pak Hwang. Selamat siang. Ada perlu kemari? Nona Yeji sedang pergi saat ini." ucap resepsionis itu, menunduk hormat pada Hyunjin.
Felix melirik Hyunjin, oh, apartemen ini kepunyaannya, toh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Long Time no See
Ficção AdolescenteSeorang Hwang yang jatuh cinta pada seorang Lee di tengah badai salju. Seorang Lee yang akhirnya merasakan kembali rasanya dicintai. BxB, Dom:Hyunjin, Sub:Felix