Prolog

164 20 2
                                    

Tubuhku mati rasa, hanya terombang-ambing dalam ruangan putih. Meski tampak beberapa layar buram yang menggantung, aku tak bisa melihat dengan jelas. Mereka seperti berputar pelan layaknya sebuah vt tentang kehidupan dua orang yang berbeda.

"Arsen ngga akan kemana-mana." Terdengar lirih dan pilu.

"Mampus tuh Dion bego!" Sementara suara ini terdengar penuh kebencian.

Tak banyak yang kudengar selain itu. Terlalu riuh meski nyatanya suara-suara itu amat lirih. Aku tak terganggu, hanya bingung mengapa aku berada disini. Lalu mengapa aku tak merasakan emosi apapun selain kebingungan ini.

Perlahan tubuhku memudar, seperti hancur menjadi debu yang tak berguna. Tanpa rasa sakit atau harus memiliki keinginan bertanya mengapa. Hingga tak lama, menyisakan sebuah titik dengan cahaya redup.

"Terimakasih telah bersabar, lanjutkan hidupmu bersama takdir. Jika memang mimpimu tak terbatas, buktikan kebahagiaan juga berada di tanganmu." Suara itu menggema.

Aku menyukai suara itu. Dia memiliki suara yang menenangkan, meski aku tak bisa berucap. Ingin rasanya berterimakasih untuk memberikan sebuah rasa. Berterimakasih telah memberiku sesuatu meski aku tak tau apa itu.

Wushh

Kesadaranku lenyap. Ruangan putih itu menghilang seiring dengan pengelihatanku yang tertutup.

Good Doctor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang