17

40 9 1
                                    

"Permisi Prof, bisakah saya minta tolong untuk membuatkan jenis obat ini?" Arsena menyodorkan kertas.

"Apapun Yang Mulia!" Goda Profesor Eleanor.

"Ck," Arsena tak menyukai candaan orang tua ini.

"Hmm, tunggu untuk apa ini? Kau menuliskannya sebagai antivirus?" Selidik Profesor Eleanor.

"Abaikan saja Prof, saya menuliskannya obat. Itu saja." Ucapnya mengangguk mencoba meyakinkan.

"Hmm, sepertinya kau tau banyak hmm? Ayo ceritakan dulu!" Profesor Eleanor merubah nadanya dengan menggoda.

"Profesor ingin tau?" Arsena celingukan lalu mendekatkan kepalanya pada Profesor Eleanor.

"Aku tak mau memberitahu!" Bisik Arsena.

Puk

Profesor itu langsung memukul bahu Arsena. Ia kesal dengan candaan itu. Berharap ada pengetahuan baru, tetapi anak itu menyembunyikannya.

"Aku tak akan membuatnya!" Ucap Profesor Eleanor merajuk.

"Yasudah, akan saya laporkan pada pihak rumah sakit. Saya permisi!" Arsena mengambil kertasnya lalu berbalik.

Saat berada dekat pintu, seorang pria tua menghadang Arsena. Menatap kertas yang tadi dibawanya lalu menengok rekannya.

"Apa dia menolak pesanan rumah sakit? Biar aku saja!" Ucap Profesor Markus melantangkan suaranya.

Arsena melotot, begitupun Profesor Eleanor. Bahkan para alchemist lain menatap mereka. Sementara si pelaku senyam-senyum usai mengatakannya.

"Ok kuambil pesananmu nak! Akan selesai secepatnya dan pasti langsung kuantarkan kesana!" Ucap Profesor Markus lalu mendorong Arsena keluar laboratorium alchemist itu.

"Hey itu pekerjaanku!" Profesor Eleanor berkacak pinggang.

"Maaf Nyonya, kau baru saja menolaknya." Ucap Profesor Markus sambil mengedipkan sebelah matanya.

Beberapa orang tertawa melihatnya. Sementara Profesor Eleanor bersungut-sungut tak terima. Kemudian mereka kembali ke pekerjaannya masing-masing.

Keesokan hari, obat-obatan benar-benar jadi dan langsung diantarkan Profesor Markus. Dengan dibungkus kantung putih, ia menyerahkan daftar pesanan.

"Sebanyak ini? Lalu cairan yang kau sebut vaksin!" Ucap Profesor Markus didepan meja kerja Arsena.

"Sudah lengkap Prof, lalu bagaimana bisa secepat ini botol vaksin selesai?" Tanya Arsena dengan datar.

"Ini sudah ada resepnya, penelitian baru awal. Lalu kau memintanya, apa kau berniat membunuh salah satu pasienmu hm?" Ujar Profesor Markus.

Kedua perawat itu terkejut. Menatap Arsena penuh ketakutan. Melihat calon dokter itu akan memberikan obat yang belum tentu khasiatnya.

"Nona tolong bantu saya!" Arsena tak menghiraukan apapun.

Ia masuk ke ruang rawat para bayi. Dengan membawa beberapa botol dalam kotak suhu stabil yang dibawakan Profesor Markus oleh asistennya.

Dengan membawa banyak suntikan kecil Arsena juga turut membawa seluruh berkas pasien. Dimulai dari bayi berusia 12 bulan.

"Nona jumlah bayi dibawah dua tahun hanya dua orang?" Tanya Arsena sambil membaca teliti rekam medisnya.

"Benar, tapi..." Kedua perawat itu gemetar.

"Tolong nanti siapkan air hangat. Kemungkinan bekas suntikan akan bengkak dan nyeri!" Ucap Arsena datar sambil mengambil sekian mili liter cairan menggunakan suntikan kecil.

Good Doctor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang