20

44 10 0
                                    

Dua minggu penuh sang Raja Thelem mengelilingi wilayahnya sekaligus meninjau lokasi pembangunan. Tentu langsung ia kerjakan desain dari siang hingga malam bersama beberapa ahli bangunan disana. Tak peduli kantung mata yang menghiasi wajah datarnya.

Ia justru terpacu lebih semangat. Apalagi dengan kepuasan Kepala Akademi Edinburgh yang menerimanya menjadi siswa kedokteran. Tak sabar rasanya melanjutkan pendidikannya hingga tamat.

"Yang Mulia, kita sampai di Teviot Royal Palace." Ucap Oliver sambil membukakan pintu kereta.

Sambutan beberapa bangsawan terkesan mewah. Bahkan mereka mengganti permintaan pendaftaran siswa menjadi undangan siswa pindahan. Dan begini jadinya.

"Salam Raja Cayapata, selamat datang di Teviot Royal Palace!" Ucap seorang Pangeran Damian Roxtor.

"Salam, maaf saya tak dapat mengenali Anda. Apakah Anda Pangeran Damian Roxtor?" Ucap Arsena dengan nada sopan.

"Betul sekali! Lalu saya Putri Lianne Roxtor. Salam Raja Cayapata." Putri itu menunduk layaknya bangsawan elit. Kemudian segera mencubit pipi Arsena dalam kecepatan sekali kedip.

"Lianne, jaga sopan santun mu!" Ucap Pangeran Damian langsung menarik adiknya kebelakang.

Beberapa bangsawan menatap putri itu horor. Yang mereka tau bahwa keluarga besar Kaisar Rexion diajari adab dan tata krama bangsawan secara ketat dan tanpa ampun. Namun mendapatkan sebuah fakta nakal sosok putri Kaisar Rexion yang berlaku tak sopan bahkan pada penguasa kerajaan lain.

"Mohon maafkan adik saya Raja Cayapata! Sungguh saya meminta maaf." Ucap Pangeran Damian dengan merendah.

"Hmm." Hanya gumaman sebagai jawaban Arsena.

Selanjutnya mereka membawa tamu sekaligus calon siswa baru berkeliling. Mengingat bahwa akademi ini hanya ditujukan pada kalangan bangsawan. Maka serendah-rendahnya bangsawan adalah gelar Baron yang dibeli. Tak ada knight biasa, melainkan knight yang telah memiliki nama besar.

Batuan marmer sebagai lantai, serta batu alam sebagai ornamen penghias dinding dan tiang. Amat mewah dan tak akan termakan jaman menurut Arsena. Terlebih beberapa patung ukiran dengan ukuran besar menjadi beberapa spot penting.

'Gaya Eropa klasik memang tak pernah salah untuk melambangkan kekayaan.' Batin Arsena menilai beberapa sudut.

Hingga akhirnya mereka berpisah untuk melanjutkan pekerjaan dan kesibukan masing-masing. Dan Arsena memasuki asrama barunya. Warga cat pink pudar seperti warna alami batu kapur menjadi warna temboknya.

"Maaf Yang Mulia, saya Elina maid yang akan membantu keperluan Anda." Ucap Elina sambil tetap menunduk sopan.

"Bagaimana dengan kedua pengawalku?" Tanya Arsena sambil menata beberapa barangnya.

"Tuan Oliver dan Tuan Vesta berada di sisi lain Akademi. Tak diperbolehkan secara sembarangan berkeliaran di Akademi Yang Mulia!" Jelas maid itu.

"Ya, terimakasih infonya Bibi." Jawab Arsena tanpa melihatnya.

"Eh, maaf panggil saya Elina saja Yang Mulia!" Elina segera meralat kalimat jawaban itu sambil maju selangkah.

"Terserah mauku." Ucap Arsena dingin. Ia melirik tajam kebelakang, hingga terlihat sosok maid itu gemetar.

Esok paginya Arsena mulai bersekolah. Dengan mengenakan seragam baru, ia merasa kain dan jahitan seragam itu sangat rapi dan nyaman. Meski terdapat renda-renda yang membuatnya agak jijik.

"Tuan dan Nona tolong perhatian sebentar. Siswa baru akan menempati kelas kedokteran. Silahkan masuk!" Ucap guru dalam kelas.

Arsena memasuki kelas yang setidaknya berisi lima belas orang. Samar ia mendengar beberapa bisikan tak enak dari empat perempuan. Tetapi ia tak peduli, ia hanya perlu mengeyam pendidikan kedokteran disini lalu kembali ke Thelem dan buka praktek sendiri.

Good Doctor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang