8

59 13 1
                                    

Di era ini, tak ada satupun penggunaan plastik. Alat makan menggunakan logam, botol minum masih menggunakan kantong kulit elastis. Arsena tak menyukai hal ini, terasa seperti alat makan di penjara.

Gerabah merupakan benda yang agak sulit ditemukan. Terkecuali gelas atau botol kaca serta benda keramik, benda-benda ini bisa ia temukan. Tentu harganya selangit, bahkan beberapa bangsawan masih menggunakan teko keramik yang tak terlalu utuh. Mereka sering bilang jika benda ini salah satu wujud kekayaan.

Di hari Jumat, para siswa diperbolehkan memilih salah satu dari banyak studi dari Akademi. Studi penjahit, opera, sastra, penelitian ilmiah, bahkan yang mereka sebut alchemist. Dalam sehari, mereka bisa masuk kelas itu tanpa adanya kuota. Dan tentu masih terdapat kriteria penilaian untuk kelulusan.

Arsena memilih kelas alchemist, bukan karena linier dengan studi kedokteran. Hanya penasaran apakah seperti dalam cerita yaitu adanya potion penambah HP atau meningkatkan resistensi serangan. Layak dicoba bukan?

"Permisi, saya Arsena. Siswa baru yang memilih kelas alchemist!" Ucap Arsena dalam ruangan itu dengan canggung.

Hanya ada dua orang disana. Tepatnya pengajar dalam studi ini. Bahkan mereka terlihat tua, sama sekali berbeda dengan guru pengajar yang lain.

"Ah ya, kemari anak muda!" Seru seorang pengajar pria.

Arsena perlahan mendekati mereka yang sedang membersihkan beberapa tabung kaca. Namun bau ruangan yang menyengat amat terasa meski ruangan itu sangat bersih.

"Perkenalkan aku Profesor Markus Elfonte! Dan dia Profesor Eleanor Lazar." Segera ia menjabat tangan kecil Arsena lalu menyuruh anak itu menjabat rekannya.

"Salam kenal Duke Elfonte dan Archducess Lazar!" Mengingat marga bangsawan itu segera ia menunduk dengan sikap sempurna. Seharusnya ia hati-hati dengan akademi ini.

"Fufufu dia mengenaliku. Siapa namamu nak? Tentu bukan Arsen saja bukan?" Eleanor tertawa dengan anak kecil itu.

"Anu.. itu Anda bisa panggil saya Arsena saja!" Arsena benar-benar gugup.

"Sebut nama lengkapmu atau kupaksa minum ramuan aneh ini!" Ancam Eleanor dengan menunjuk botol kaca berisi cairan warna hijau muntahan.

"Eugh..." Arsena mual melihat cairan itu. Sungguh ia merasa melihat sebuah muntahan seseorang yang telah memakan tai sapi.

"Wah berani juga anak kecil ini." Markus menyeringai dengan menepuk pelan bahu Arsena.

"Arsena Chandrassa, iya itu nama saya." Sekuat tenaga ia menahan agar tak muntah serta menahan diri agar tak menangis karena ketakutan. Bahkan ia sempat lupa siapa nama lengkapnya.

"Ahahaha ternyata pemuda Chandrassa itu memiliki anak manis sepertimu." Eleanor benar-benar tertawa lepas. Menginginkan dirinya akan sosok Esna Chandrassa yang sering ketakutan saat dulu diminta orangtuanya meminum ramuan pereda sakit perut yang ia buat.

"Keluarkan disana." Tunjuk Markus pada toilet di pojok. Ia sadar betul bagaimana wajah anak itu menahan segalanya. Ia takut apabila anak itu pingsan sebelum memulai pelajaran.

Tak lama, Arsena keluar dari toilet. Lalu dimulai pelajaran dalam ruangan layaknya laboratorium itu. Mengapa hanya Arsena? Karena kelas itu sering dicap sebagai kumpulan orang-orang gila tanpa Tuhan dan Dewa.

"Baiklah, kumulai saja pelajaran ini." Ucap Eleanor membawa seperangkat alat nge-teh miliknya. Tentu bau-bau aneh telah hilang entah kemana saat ini.

"Alchemi sederhananya adalah membuat ramuan nak. Dasarnya layaknya kita membuat teh. Seberapa banyak air yang kau butuhkan harus sebanding dengan jumlah teh. Tetapi lihat pula berapa besar teko yang kau miliki.

Good Doctor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang