"Baik, Pak. Terima kasih untuk kepercayaannya. Saya akan segera tinjau lokasi." Aya menyambut jabat tangan dari kliennya yang pamit pergi. Kliennya meminta Aya mendesign rumah hunian secara pribadi tanpa melibatkan jasa arsitek di kantor Aya. Sebulan sudah berlalu sejak ia hampir bunuh diri dan kini melanjutkan hidup tanpa semangat. Aya pun giat menerima banyak permintaan jasa arsiteknya secara pribadi karena mengingat uang yang masuk bisa utuh untuk dirinya sendiri. Aya tidak pernah istirahat, siang malam mengerjakan design tanpa lelah. Ia benar-benar kerja keras.
Aya duduk sendiri di salah satu meja restoran menunggu jam makan siang selesai dan pergi ke tempat lain untuk rapat keperluan kantor. Namun ada pesan di ponselnya dari pihak kantor yang memberi tahu bahwa rapat ditunda ke hari besok karena klien yang bersangkutan membatalkan janji tiba-tiba dan Aya dibebaskan untuk tidak kembali ke kantor hari ini.
"Ah akhirnya ada waktu kosong untuk duduk lebih lama di tempat nyaman ini." Aya menyeruput minumnya sambil melihat sekitar. Mata Aya terkunci pada anak kecil yang duduk sendiri dengan beberapa piring makanan di mejanya. Anak itu lahap sekali makan udang tempura dengan tangan polosnya.
"Lucunya, kecil-kecil bisa makan sendiri dan anteng pula." Aya terus memerhatikan anak laki-laki itu sampai tiba-tiba anak itu terbatuk-batuk tanpa henti.
Tanpa pikir panjang Aya langsung lari menghampiri anak kecil yang menurutnya tersedak. Aya mencoba menggendong dan melakukan pertolongan pertama namun tidak ada apapun yang keluar dari mulutnya.
"Maaf, Bu. Ada apa ini?" seorang pelayan perempuan menghampirinya.
"Anak ini tiba-tiba batuk tapi tidak ada apa-apa dalam mulutnya. Badannya makin lemas. Di mana orangtuanya?" Para pelayan berdatangan. Seketika kepanikan terjadi. Semua pengunjung berkerumun.
"Telpon ambulance!" Perintah Aya dengan panik.
"Anak ini tadi ditinggal sebentar pada kami oleh orang tuanya ke toilet tadi."
"Cari orangtuanya!" suruh Aya lagi dan langsung dipatuhi pelayan.
"Maaf ada apa berkumpul----ya ampun, Arsel!" Seorang laki-laki menghampiri Aya dan mencoba mengambil alih anak kecil yang dipanggil Arsel namun sang anak memeluk leher Aya dengan erat meskipun dalam keadaan setelah sadar.
"Ka-ka-kamu----" Aya terbata melihat seseorang yang panik di hadapannya. Aya pernah melihat orang itu. Namun sebaliknya, laki-laki itu panik mengecek kondisi anak yang Aya gendong.
"Saya harus bawa anak saya ke rumah sakit!" Ucapnya serius. Mata laki laki itu melirik meja dan melihat piring tempura yang isinya sudah berkurang.
"Iy-iy-iya biar saya bantu. Di-di mana mobilnya?" Pertanyaan Aya tidak dijawab melainkan Aya sudah ditarik bersama dengan anak dalam gendongannya ke tempat parkir dan dibawa masuk ke sebuah mobil Rubicorn putih mewah menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit anak itu langsung ditangani dokter. Aya bisa bernapas lega melihat anak kecil itu tertidur. Aya duduk di samping tempat tidur selagi orangtua sang anak mengurus administrasi.
"Terima kasih." Aya menoleh. Tiba-tiba di sampingnya ada seseorang.
"Saya Ryu." Laki-laki itu menjulurkan tangan. "Ruhayya Aisthia." Balasnya menerima jabatan tangan itu.
"Kamu yang waktu itu di atap rumah sakit, kan?"
"Kamu yang hampir bunuh diri itu?" Tanya Ryu mengernyitkan dahinya. Aya mengangguk malu.
"Terima kasih sudah menyelamat Arsel. Arsel ini alergi udang. Saya yang pesan tempura tapi lupa memindahkan piringnya dari jangkauan Acel saat saya ke toilet." Ryu tersenyum lalu beralih ke sisi lain tempat tidur untuk melihat Arsel lebih dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Symbiotic
RomanceApapun yang terjadi, waktu terus berjalan dan tidak berhenti meskipun Aya ingin bernapas tanpa beban sehari saja. Seumur hidup Aya selalu meyakini bahwa cobaan yang ia dapatkan pasti sesuai dengan kapasitasnya sebagai seorang manusia. Namun keyakina...