13.

92 7 0
                                    

Setelah beberapa hari berlalu, Aya tiba bersama jenazah ibunya di Jakarta. Pemakaman berlangsung lancar diiringi isak tangis Lian dan Aya yang terus mengeluarkan air mata tanpa suara sambil terus menguatkan Lian di pemakaman.

Lian tidak sanggup berlama-lama di pemakaman, remaja itu memutuskan pulang ke rumah kebun tanpa bicara apa pun. Panggilan video yang Lian tunggu berganti dengan berita kehilangan yang sama sekali tidak Lian duga. Aya membiarkan Lian pergi meninggalkan makam, meninggalkan Aya dan Oca yang sedang berdiri di pinggir makam. Ryu berdiri agak jauh di belakang keduanya, membiarkan Oca menenangkan sahabatnya.

"Ay, yang kuat yaa! Tante Irene udah tenang di sana." Oca mengelus bahu Aya tanpa henti. Tatapan Aya begitu nanar ke makam ibunya.

"Ca, tolong gue. Tolong temenin Lian sebentar di rumah. Dia sedih banget sekarang." Aya menggenggam erat tangan Oca meminta tolong dengan sungguh.

"Terus lo gimana di sini?" tanya Oca tidak tega.

"Gue nggak apa-apa. Tapi Lian pasti hancur banget sekarang. Tolong temenin ya, Ca? Dia dekat sama lo," ujarnya tegar. Oca akhirnya mengangguk karena tidak bisa menolak permintaan sahabat baiknya. Tangannya melepaskan rangkulan pada Aya lalu berbalik meninggalkan Aya.

"Tolong temenin Aya ya, Ryu?" pinta Oca sebelum meninggalkan pemakaman dibalas anggukan oleh Ryu.

Kini tinggal Aya dan Ryu di pemakaman. Ryu menatap punggung bergetar Aya dengan iba. Ryu pernah ada di posisi kehilangan. Ketika orang tuanya meninggal, tak seorang pun memeluk Ryu kecil yang berduka. Rio pun sibuk pada kesedihannya sendiri waktu itu. Ryu tak punya tempat bersandar. Lalu saat Rio pergi, Ryu mengalami hal yang sama lagi. Berduka tanpa punya tempat mengadu benar-benar menyakitkan. Ryu tahu apa yang Aya rasakan sekarang. Sangat tahu.

Setelah Lian dan Oca pergi, tangis Aya pecah cukup kencang merasuki telinga Ryu yang memperhatikannya dalam diam. Ketegaran yang dibuat di depan semua orang terutama di depan Lian kini runtuh tak bersisa. Aya yang tadi menguatkan adiknya sekarang begitu lemah saat sendirian. Tubuhnya bergetar hebat. Barangkali sejak tadi, Aya menahan diri untuk tidak begitu sedih di depan Lian agar Lian bisa tegar juga, padahal nyatanya, Aya memakai topeng baik-baik saja di depan adik kesayangannya. Saat Lian pergi, topeng itu pecah dan menunjukkan diri rapuh Aya yang sebenarnya.

Aya menangis sesenggukan, ia berteriak dan terus menjambak rambutnya serta memukuli dadanya sendiri tanpa ampun. Ryu iba, rasa empatinya sebagai manusia terusik. Ryu tidak tahan berdiam diri menyaksikan semuanya, ia spontan bergerak cepat menghampiri dan memeluk Aya dari belakang karena takut Aya makin menyakiti dirinya seperti orang kerasukan. Kedua tangan Aya dikunci dengan lengan Ryu di depan dada perempuan itu. Ryu mengekang gerak Aya sepenuhnya agar Aya tidak bisa memukul atau menjambak rambutnya lagi.

Seperti lepas kendali, Aya tetap meraung hebat dan berusaha melawan dan melepaskan diri agar bisa melampiaskan amarah pada tubuhnya sendiri tapi Ryu tidak merenggangkan sedikit pun pelukannya. Tangan Ryu dicakar dan kakinya menghentak tanah berkali kali sebagai perlawanan tapi Ryu tetap diam pada posisinya, tidak membiarkan Aya melepaskan diri.

Tak ada satu kalimat pun yang Ryu ucapkan untuk menenangkan Aya. Matanya fokus pada Aya yang ia peluk, tangan perempuan itu menggenggam rambutnya yang rontok begitu banyak. Aya menangis sesenggukan, air mata turun deras dari kedua mata membasahi wajah pucat pasi yang tertutup sebagian rambutnya yang kian berantakan. Aya benar-benar kacau saat ini. Perasaannya hancur berkeping dan tidak tau cara melampiaskan. Dadanya terasa sesak seperti akan meledak dan itu sungguh menyiksa dirinya. Aya berusaha tanpa henti untuk mengusahakan kesembuhan bagi ibunya. Aya bahkan sepakat menikah dengan Ryu demi uang. Yang Aya mau cuma kesembuhan ibunya tapi takdir malah mengambil ibunya darinya.

A SymbioticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang