Ryu akhirnya bisa istirahat setelah rapat presentasi design furniture baru yang akan diluncurkan tahun ini oleh perusahaannya. Menjadi CEO dari Aroe Group, perusahaan induk yang memegang beberapa merek terkenal dalam industri furniture Indonesia memang tugas berat yang sudah ia jalani beberapa tahun belakangan, ditambah Aroe Group juga punya tiga anak perusahaan sekarang. Tugas berat ini akhirnya diemban oleh Ryu sejak mendiang Rio memilih terjun ke politik.
Rio sejak dulu yakin bahwa Ryu mampu meneruskan bisnis keluarga sementara Rio bisa masuk ke bidang yang ia sukai. Keyakinan Rio terbukti, Ryu membawa perusahaan ke arah yang jauh lebih baik karena ketekunan Ryu belajar bisnis tanpa menyia-nyiakan satu kesempatan pun.
Untungnya, Ryu dan Rio bisa menjadi penerus bisnis orang tuanya yang dulunya dibangun susah payah lalu hampir bangkrut setelah orang tuanya meninggal karena perusahaan diurus orang lain hingga perlahan bangkit kembali ketika Rio nekat mengambil posisi CEO di usia yang terhitung masih muda dengan pengalaman yang minim dan mempertaruhkan keberlangsungan Aroe Group. Banyak para kolega bisnis memuji Rio dan Ryu, darah Rendra Aroeatmodjo, mendiang sang ayah, pemilik dan pendiri Aroe Group memang mengalir deras dalam tubuh keduanya tanpa perlu diragukan lagi.
Kerja keras dan ketekunan akhirnya berbuah manis karena Rio dan Ryu pintar memanfaatkan privilege sebagai anak orang kaya, punya warisan banyak dan punya banyak relasi. Bagi Ryu, ambisinya pada dunia bisnis yang ia geluti adalah cintanya. Apalagi sekarang hanya dirinya yang tinggal dan memiliki Aroe Group atas namanya.
"Pak, hari ini nggak ada janji makan siang sama siapa pun, jadi bapak mau saya pesanin makan atau makan di luar?" Nicho menghampiri meja Ryu. Seketika Lamunan Ryu buyar begitu saja.
"Nggak usah pesan makan, Nic. Saya belum lapar."
"Baik, Pak. Terkait info yang Pak Ryu minta tadi malam saya sudah siapkan." Nicho meletakkan beberapa kertas di meja Ryu.
"Oh ya, saya baru ingat, tolong bacakan aja, Nic." Nicho mengangguk. Ryu pasti kelelahan dan malas untuk membacanya sendiri.
"Apa betul ini orangnya?" Nicho memperlihatkan foto seseorang di ponselnya. Ryu mengangguk.
"Nama asli Ruhayya Aisthia, akrab dipanggil Aya, umur 30 tahun, single, menguasai ilmu bela diri judo, salah satu lulusan terbaik PTN nomor satu di Indonesia yang sekarang berprofesi sebagai Arsitek pada perusahaan penyedia jasa design dan konstruksi bangunan bernama Lalire Design and Build. Karya designnya cukup dikenal di kalangan pejabat dan artis. Yang bersangkutan pernah membuat design museum daerah pemberian salah satu gubernur di pulau Sumatera, Arsitek rumah salah satu pengusaha tambang batu bara, pernah mendesign museum bencana juga, terlibat dalam beberapa proyek gedung pemerintah, real estate, cluster, dan lainnya. Pernah men-design rumah hunian musisi terkenal di Indonesia, pernah membuat beberapa design rumah hunian di luar negeri dan masih banyak proyek yang ditangani selama menjadi Arsitek. Proyek-proyek ini terdiri dari proyek yang ditangani secara pribadi maupun di bawah naungan Lalire. Sebagian dari klien Ruhayya Aisthia bahkan rela menunggu lama untuk menunggu jasa design secara pribadi. Proyek terbarunya di luar Lalire yang telah rampung bulan ini adalah Galeri Seni Lukis Yun Faisal yang akan diresmikan pada tanggal 20 mendatang sekaligus dengan acara lelang lukisan. Kabarnya Ruhayya Aisthia akan hadir di sana."
"Pekerja keras," gumam Ryu sambil melihat jam tangannya."Info lainnya?"
"Ada, Pak."
"Yun Faisal ... Yun Faisal, saya kayak pernah dengar." Ryu berpikir keras.
"Gimana, Pak? Saya bacakan lagi?"
"Sebentar, kegiatan saya di tanggal 20 itu apa, ya, Nic? Bisa tolong re-schedule aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Symbiotic
RomanceApapun yang terjadi, waktu terus berjalan dan tidak berhenti meskipun Aya ingin bernapas tanpa beban sehari saja. Seumur hidup Aya selalu meyakini bahwa cobaan yang ia dapatkan pasti sesuai dengan kapasitasnya sebagai seorang manusia. Namun keyakina...