16.

109 8 4
                                    

"Acel mau sembunyiiii!" Acel sibuk sendiri berlarian mendengar Ryu memanggil namanya dari pintu depan saat pulang kerja. Riby sudah berlari lebih dulu menyambut Ryu pulang.

"Sini sembunyi di belakang Mama!" Aya tergelak melihat tingkah Arsel yang kebingungan memilih tempat sembunyi. Akhirnya ia menyarankan Arsel untuk naik ke sofa dan duduk di belakang punggungnya. Arsel patuh, Aya menahan tawa merasakan anak itu grasah grusuh di belakang badannya.

Ryu datang dengan ekspresi iseng. Ia sudah sempat melihat Arsel naik ke sofa dan sembunyi di balik tubuh Aya.

"Acel! Acel di mana? Papa pulang!" Ryu berdiri diam menahan tawa sama seperti Aya. Tangan kecil itu tampak memeluk perut Aya.

"Kesayangan Papa di mana ya?" Kepala Arsel muncul di bawah ketiak Aya dengan senyum lebar.

"Di sini! Tesayangan Papa di sini!" Arsel menunjuk diri dengan girang.

Aya tertawa lepas sekali. Hanya dengan sebutan 'Kesayangan Papa' anak sekecil Arsel langsung luluh. Arsel benar-benar tau dirinya disayangi.

Ryu tertawa. Dengan cepat Ryu menghampiri Arsel. Tubuhnya menunduk mencoba meraih Arsel dari balik tubuh Aya tapi tiba-tiba Arsel bangun dan bergerak ke samping Aya.

Tangannya gagal meraih Arsel, tubuh Ryu limbung ke depan dan tak sengaja bibirnya mengecup pipi Aya, tiba-tiba saja. Suara tawa langsung hilang berganti dengan hening. Jarak wajah keduanya cukup dekat. Dua pasang mata bertemu tanpa sengaja.

Aya benar-benar membeku dengan kejadian yang begitu cepat tanpa diduga. Tangan kiri Ryu bertumpu di pahanya, kalau tidak Ryu pasti sudah menindih tubuh Aya.

Beberapa hari yang lalu kok bisa ya aku ketiduran waktu lagi nonton sama Ryu padahal biasanya susah tidur.

Cekikikan Arsel membuat keduanya memutuskan kontak mata dengan canggung.

"Maaf, Ay." Ryu menjauh dan berdiri dengan benar. Aya juga terlihat salah tingkah di tempatnya duduk.

"Iyaa, Ry."

"Acel udah mulai nakal ya?" Ryu mengelus kepala Arsel. Sekarang Aya dan Ryu merasa kikuk.

"Tadi makanannya udah sampai semua, Ryu."

"Oh iya, nanti saya urus sisanya. Jeremy, Devan, dan istri mereka akan datang satu jam lagi,"

***

"Selamat datang semuanya!" Aya menyapa saat pintu rumah dibuka oleh Ryu. Anak-anak Jeremy dan Devan langsung berlarian masuk menghampiri Ryu membuat Aya shock, tidak menyangka bahwa rumahnya akan didatangi para bocil. Ada empat bocah yang ikut.

Seorang anak perempuan se-usia Arsel berlari memeluk paha Ryu,"Uncle Liyuuuuuu..."

Tatapan Arsel terlihat heran.

"Hai Ney!" Ryu menanggapi dengan senang.

"Maaf ya, Aya emang rame begini kalau udah ngumpul, hehe." Ekspresi Seira tampak segan. Seira dan Chintya memberikan dua bingkisan yang diterima Aya dengan senyuman.

"Nggak apa-apa, Kak!"

"Kamu cantik banget Ay padahal cuma dandan tipis-tipis gini," puji Seira lagi. Seira dan Chintya memeluk Aya, membisikkan kalimat penguat karena Aya baru selesai berduka. Aya hanya tersenyum.

"Masuk dulu yuk. Ngobrol di dalam aja!" Ryu menutup pintu sementara Aya sudah jalan lebih dulu bersama Chintya dan Seira serta anak-anak mereka.

"Gimana Aya, Ry? Masih sedih?" tanya Jeremy.

"Udah baikan,"

"Jagain baik-baik, Chintya waktu mamanya meninggal keliatan baikan setelah dua minggu tapi tiba-tiba pingsan karena nangis di kamar mandi berjam jam tanpa berhenti. Takut Aya juga gitu,"

A SymbioticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang