17.

107 8 0
                                    

"Huhuhu finally bestie time again," Aya membuka pintu coffee shop yang tidak ramai. Ia punya janji bertemu dengan Oca setelah pulang kerja. Sengaja Aya pilih tempat yang sepi pengunjung karena takut Oca teriak-teriak lagi mendengar curhatnya. Coffee shop yang sepi karena tempatnya di lorong dan sulit untuk banyak mobil parkir. Namun harus Aya akui, kopinya cocok di lidah Aya makanya Aya kembali ketika punya waktu kosong.

Kasir sedang melayani satu orang pengunjung saat Aya masuk. Ia langsung mengantri.

"Maaf, saya lupa bawa dompet, QR Code aja ya?" tanya pengunjung di depan Aya ke kasir dibalas anggukan.

Pengunjung di depan Aya tampak sibuk menekan tombol on/off ponselnya tapi layar tidak menyala. Aya hanya memperhatikan dalam diam pengunjung perempuan dengan pakaian casual lengkap dengan topi hitam dan masker hitam di depannya.

"Duh, maaf Mbak, ponsel saya baterainya habis. Ada pengisi daya nggak? Saya pinjam sebentar aja biar saya bisa bayar,"

"Maaf, Mbak. Ponsel saya beda tipe," jawab kasir sopan. Aya melirik perempuan yang gusar di depannya.

"Pakai punya saya aja sekalian, Mbak." Aya maju satu langkah, ia menyodorkan debit card miliknya ke kasir.

"Eh ka-mu mau bayar kopiku? Nggak usah." Pengunjung tadi menolak.

Aya tersenyum, matanya masih melihat-lihat pastry yang enak di dalam kaca, "Nggak apa-apa, cuma kopi kok."

Pandangan Aya beralih ke pengunjung di sampingnya saat kasir sedang mencatat pesanan.

"Terima kasih," tambah pengunjung itu lagi.

"Ponsel kita se-tipe. Mau pakai pengisi dayaku dulu? Mungkin ada yang penting." tawar Aya ramah sambil mengambil kabel pengisi daya dari tasnya.

"Boleh. Terima kasih sekali lagi," Pengunjung itu mengambil pengisi daya nirkabel dari tangan Aya.

"Sama-sama. Mata kamu nggak asing, tapi nggak mungkin kamu orang yang aku pikirkan." Aya tersenyum canggung. Ia tidak bisa menahan yang ada dipikirannya saat melihat pengunjung itu.

Pengunjung perempuan itu membuka masker, lalu tersenyum ke Aya.

Aya melongo, rahangnya hampir jatuh saking kagetnya, "Lu----"

"Sstttt...." Pengunjung itu mengisyaratkan Aya untuk diam dengan jari telunjuknya di mulut. Aya masih kaku dan tidak bisa berkata kata sementara orang di depannya kini menggunakan masker kembali.

Pengunjung perempuan itu menunjuk kopi Aya yang sudah selesai diracik. Aya lantas mengambilnya. Pengunjung itu kini menunjuk satu meja kosong di sudut, mengisyarakatkan pada Aya agar keduanya ke sana. Aya langsung setuju.

"Suka lagu-laguku, ya?" ujar pengunjung itu sambil duduk menghadap Aya dan dinding di belakangnya lalu membuka masker dan topinya.

"Luna Sandara, kan?" Dengan senyum lebar, perempuan tadi mengangguk.

Aya kini sumringah. Mimpi apa Aya bertemu dengan penyanyi lokal terkenal favoritnya yang selama ini belum bisa ia hadiri konser-konsernya karena sibuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah sampai lupa bersenang-senang. Ditambah lagi bertemunya di coffee shop yang sepi.

Perempuan bernama panggung Luna Sandara itu mengangguk, "Terima kasih ya udah bantuin, dompetku ketinggalan di mobil suamiku, terus baterai ponselku tiba-tiba habis dan nggak bawa pengisi daya."

"Nggak apa-apa, silahkan pakai."

"By the way, nama kamu siapa?" tanya Luna lagi. Aya masih belum percaya ia duduk satu meja dengan Luna dan ternyata Luna se-ramah itu.

A SymbioticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang