🍊 bagian tiga belas🍊

777 53 6
                                    

Assalamualaikum.....

Nunggu nggak nih, nggak mood banget sorry yah

Ada tokoh yang menurut kalian ngeselin nggak sih disini???

Atau tokoh yang buat kalian ngerasa ilfil gitu??

Jan lupa banyak² komen, mungkin bisa balikin mood Kachin

Papay...

"kalian lagi, kalian lagi!" Geram ustadzah Yoyoh menatap tajam keempat santriwati yang tengah menunduk takut.

"Selalu saja kalian, apa niat kalian sebenarnya, ma terkenal? Mau dicap anak pembangkang? Atau apa?" Ia benar-benar kesal dengan santrinya yang selalu itu-itu saja, buaknnerarti ia berharap ada santri lain lagi baru lagi yang berulah, mereka saja kepalanya sudah pening.

"DAN KAMU!" Haura tersentak, gadis itu diteriaki tepat didepan wajahnya.

"Masih baru loh kamu ini, sudah buat ulah aja, tiga aja saya nggak tahan rasanya ini nambah kamu lagi, mau pecah ini kepala," ustadzah Yoyoh menunjuk-nunjuk kepalanya yang tertutup Khimar.

"Emang kepala bisa pecah yah?" Habis sudah, Haura keceplosan. Ia sebenarnya sama sekali tidak ingin dihukum atau membuat onar, ia hanya mengantuk dan tak kuasa menahannya. Tau sajakan niatnya masuk asrama agar terbebas dari shalat subuh dan semua shalat sunah yang akan dilaksanakan dimasjid, belum lagi tadarus Al-Qur'an, membedakan sa, sya ,tsa saja ia masih belum bisa.

"Melawan kamu yah!" Sudah emosi, mendengar pertanyaan Haura tentu ustadzah Yoyoh makin emosi.

Gadis itu merutuki dirinya sendiri, bagaimana ia bisa berucap seperti itu didepan ustadzah yang hampir sepantaran dengan mamanya, namun dengan wajah yang begitu sangar, Haura saja sampai takut melihatnya.

Ustadzah Yoyoh mencubit lengan Haura "aakkh" gadis itu memekin kesakitan, cubitan kecil yang membuat nyeri itu membuat Haura menatap horor ustadzah Yoyoh.

Ia berlarian didalam ruang BK disertai ustadzah Yoyoh yang mengejarnya dibelakang. Ustadzah Yoyoh ingin kembali mencubit Haura, namun bukan Haura namanya kalau tidak kabur, seorang Haura membiarkan dirinya disiksa, tidak mungkin!

"Ustadzah ini namanya, pe- huft huft penganiayaan!" Ia tersengal-sengal, ruangan yang dipenuhi dengan lemari yang berada didepan dinding, dan beberapa kursi dan meja itu membuat ruangan yang cukup luas ini teras abegitu sempit.

Haura berhenti, ia cukup lelah begitupun dengan ustadzah Yoyoh, keduanya beristirahat sejenak dari acara kejar-kejaran.

"Ini kalau Abah tau, ustadzah nyubit santri kaya gini, bakal dipecat!" Ucapnya asal, sok tau sekali Haura ini, belum juga ada sebulan ia berada disini, ia sudah sok paling kenal dengan sifat Abahnya itu.

"Abah, Abah, kyai, panggil kyai bukan Abah, emang kamu anaknya?" Protesnya tidak terima dengan panggilan Haura pada pemilik pesantren yaitu Abah Ali.

"Semua Satri disini pasti dianggap anak, yah boleh dong panggil Abah!"

"Tidak beradab sekali kamu ini, siapa nama kamu tadi?"

"Mama aja yang lebih tua belum pikun, ustadzah ko udah pikun?" Haura makin nyolot, ia tidak bisa.

"Haura!" Bukan, ini bukan ustadzah Yoyoh melainkan Asyar yang sudah berada didepan pintu, menatap kegaduhan dan kehancuran ruang BK akibat ulah istrinya dan ustadzah.

Dengan tangan yang diletakkan dibelakang tubuhnya Asyar berjalan dengan tenang, menghampiri kelima wanita yang berada didalam ruangan tertutup ini, Gus Asyar tentu tidak sendiri dibelakangnya ada ustadz Zikri.

Diantara 4 gusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang