🍊bagian tujuh belas 🍊

501 39 0
                                    

Assalamualaikum....

Sorry baru up, udah sekitar 10 harian nggak up, dunia real lagi sibuk-sibuknya soalnya sorry yah, double up deh sebagai permintaan maaf, jangan lupa komen yang banyak okkk,

Selamat kembali menunggu

Haura melangkahkan kakinya dirumah yang beberapa saat lalu dibicarakannya pada sang papa. Rumah dengan cat berwarna putih, dibelakang ndalem itu tidak besar namun cukup sempurna untuk kedua pasangan muda itu menetap.

"Berarti ada handphone dong, haha kalau diasramakan nggak boleh," batinnya begitu senang. Semenjak menikah dengan Gus Asyar handphone miliknya disita oleh papa,dan diberikan kepada Gus Asyar.

"Tau nggak mas, dulu pas Haura SMP Haura seting ngayal tinggal dirumah minimalis gini,terus punya dua anak kembar gitu, minum es buah sama suami pas musim panas gitu beh," ucapnya dengan bersemangat.

Gus Asyar tersenyum hangat mendengar ucapan istrinya itu, ternyata keputusannya membangun rumah sederhana dengan lantai satu saja memang benar, dulu saat ia berencana membangun rumah ini ia sempat bimbang ingin membangun rumah seperti apa, ketiga saudaranya membangun rumah dengan tingkat dua dan namun juga minimalis, ada total 4 rumah dibelakang ndalem, tanah dibelakang ndalem itu memang sengaja dibangun empat rumah dengan selera para Gus, sang Abah sudah berencana membuat keempat saudara itu tidak terpisah meski memiliki keluarga sendiri. Ia ingin keempatnya saling membantu dalam mengembangkan pesantren,meskipun hanya akan ada salah satu yang memimpin, namun ia ingin keempatnya saling membantu.

"Mas!"

"Na'am."

"Itu rumah para cecunguk itu yah?" Tanyanya, cecunguk yang dimaksudnya disini adalah ketiga adik dari Gus Asyar.

Dari ketiganya memang tidak ada yang akur dengan Haura, Arsya yang merupakan mantan pacarnya, Amar yang tidak menyukainya, dan Afidz yang menjadi musuh bebuyutan Haura.

"Jangan cecunguk dong namanya Ning!" Ucapnya lembut, tanpa bentakan meskipun Haura telah menjelek-jelekkan adek-adeknya.

"Iya deh, masuk yuk mas," Haura menggandeng tangan Gus Asyar untuk masuk kedalam Haura kembali dibuat tercengang, rumah sekecil ini ternyata bisa terlihat begitu modern, dan keren meski dengan ruangan yang cukup sempit.

Gantian, kini gus Asyar yang membawa Haura menuju kamar, keduanya kini sampai dikamar milik keduanya. Kamar tanpa kamar mandi didalamnya itu nampak cukup luas hanya ada tempat tidur, satu lemari pakaian yang cukup besar dan satu meja rias.

~🍊~

"Mas ingat nggak Haura pernah minta dipanggil queen?" Tanyanya dengan mulut penuh, keduanya tenang menyantap seporsi gado-gado dalam satu piring.

"Ingat," ucap Gus Asyar santai.

"Terus kenapa nggak pernah panggil queen? Haura kan pengen gitu dipanggil gitu," rengeknya, ia menaruh sendok miliknya, nampaknya ia ingin berhenti memakan gado-gado itu sebagai bentuk protesnya.

^^
"Kasian Kachin-nya sayang, kalau ngetik queen harus ngatur keyboard."

"Yah biarin dong mas, ngapain mas perhatian sama Kachin, dia aja nggak pernah kasihan sama kita, atau jangan-jangan mas suka sama Kachin yah?"

"Ku tak pandai berdusta jujur saja suami Haura boleh jugaa🎼" senandung Kachin riang.

Bercanda anggap dialog diatas itu nggak ada okeyyy

Diantara 4 gusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang