🍊bagian delapan belas🍊

581 44 123
                                    

Jangan lupa komen, sama-sama tau ko Kachin emang baik 🤭🤭


"Apa maksud dari ucapanmu mar?"

Amar memilih duduk disofa, ia melepas pecinya lalu mengacak rambutnya, ia bapak begitu kalut dan Gus Asyar sama sekali tidak mengerti alasan kekalutan adeknya itu.

Ada banyak tanda tanya dikepala Gus Asyar saat ini, mengapa Amar ingin Haura menjadi ibu nyai yang sempurna, bukankah selama ini mereka berdua memperebutkan posisi pemimpin pesantren dengan menjadi yang paling terbaik diantara yang baik, namun mengapa saat ini Amar berbeda.

"Bang, Amar sedikitpun nggak mau jadi pengganti Abah, Amar nggak akan pernah bisa ngantiin posisi Abah, sekuat apapun Amar berusaha mengalahin Abang Amar nggak akan bisa bang dan itu buat Amar marah sama diri Amar sendiri. Kadang Amar malu untuk ketemu sama Abang, karena berusaha merebut posisi abang. Kadang juga Amar kesal tidak bisa menandingi Abang, sampai selama ini Amar selalu maksain diri karena harapan umi besar banget bang. Tapi sekarang Amar benar-benar nggak bisa lagi bang,Amar sadar bukan ini yang Amar mau. Saat ini umi berencana jodohin Amar sama Ning dari pesantren sebelah bang, biar posisi Amar lebih kuat dari Abang, jadi Amar mohon bang, biarin Haura tinggal diasrama, mendapat pendidikan terbaik disana!" Terlihat jelas dari mata Gus Amar, ia tidak berbohong atas segala ucapannya.

Ternyata selama ini Gus Asyar sudah salah sangka dengan saudaranya itu, ia pikir Amar membencinya, ternyata ia salah Amar hanya malu akan dirinyanya sendiri.

"Amar, dengarin Abang, ilmu yang selama ini kita dapat disini atau diluar bukan untuk menjadi bahan perbandingan siapa yang lebih cocok, dan pantas menjadi pemimpin disini, tidak ada yang lebih tinggi diantara kita mar, Abang, kamu, Arsya, dan Afidz itu setara. Abang akui Abang memang berambisi menjadi pemimpin pesantren disini, bukan karena Abang lebih tua atau lebih berilmu dari kalian, ataupun karena Abang Ingin dipandang lebih tinggi dari kalian, Abang punya alasan sendiri, yang tidak bisa Abang ceritakan, dan kalaupun nantinya bukan Abang yang jadi pemimpin disini itu tidak membuat Abang marah atau membenci salah satu dari kalian. Abang hanya berharap kalian menjadi pemimpin yang adil, dan bijaksana, lebih baik dari Abah hanya itu." Gus Asyar memeluk saudaranya itu, untuk pertama kalinya mereka berbicara sepanjang lebar ini, untuk pertama kalinya ia memeluk Amar seperti ini.

Gus Asyar tidak pernah sedekat dan seakrab ini dengan para saudaranya, mereka bersaudara tapi mereka berempat terpisah, tidak ada kehangatan yang menjadi alasan kedekatan mereka.

Abah adalah orang yang paling menginginkan para putranya itu menjadi dekat namun ia tidak pernah berhasil, ada tembok besar yang menghalangi keempatnya. Dan hari ini salah satu dari tembok itu hancur, dan itu karena kedatangan Haura. Anak kemaren sore yang datang dengan kerusuhan.
Dan dengan ulahnya juga kedua Gus yang dikenal sangat dingin itu berbagi kehangatan.

"Dan untuk istri Abang, Abang yakin bisa mendidik dia mar, percaya sama Abang!"


~🍊~

Haura berjalan sambil menendang beberapa krikil yang menghalangi jalannya, tadi saat Amar masi dirumah ia mendengar semuanya, ia saat ini mulai paham dengan kondisi keluarga ndalem yang beberapa hari lalu dimasukinya, dan ia dapat menarik kesimpulan bahwa  ada dinding besar yang dipasang keluarga ndalem untuk Gus Asyar. Beberapa dari mereka sengaja membatasi interaksi dengan suaminya, atau kata lainnya suaminya itu terkucilkan.

Gadis itu memilih pergi dari rumah, dengan cara melewati jendela kamar, ia tidak enak hati untuk keluar kamar, tapi ia juga tidak sanggup berada didalam kamar terus, jiwa bosannya meronta-ronta.

Ia tidak sadar sudah sampai ditepi danau, danau ini snata jarang didatangi oleh para santri, beberapa santri hanya akan kemari jika tidak ada air yang dapat digunakan.
Haura memilih duduk disebuah kursi panjang ya g terletak disamping pohon besar yang menjadi nanungan dari tempat duduk itu.

Diantara 4 gusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang