chapter 3

175 22 11
                                    

Day 3 - writing challenge

Kasih vote + komen yg banyak ya, jangan lupa save ke reading list kalian.
Kamsahamnida yeorobundeul.

 Kamsahamnida yeorobundeul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°
°
°

Evelyn berjalan gontai menuju kelas yang terasa membosankan, bahkan sekolah itu terasa sangat berbeda kala dua orang yang selalu bersamanya kini tak ada disampingnya lagi.

Ketika dulu ia selalu mendengar tawa renyah dengan lesung pipi yang selalu setia menghiasi wajah seseorang dan rangkulan atau genggaman tangan yang begitu hangat, kini yang ia dapati hanya kesepian dan kesunyian yang tak berkesudahan ditengah keramaian yang menyapanya.

Seolah keramaian disekitarnya tengah mengejek dirinya yang amat kesepian ditinggal dua sosok berharga dalam hidupnya.

Seolah matahari tak lagi bersinar, sehingga bulan pun tak mau menerangi malam lagi, dan kini menyisakan bumi yang redup bahkan nyaris padam sebab tak ada sedikitpun cahaya yang sudi menyinari bumi yang gersang itu.

Matahari dan bulan sudah bosan mempedulikan bumi yang selalu bergantung padanya, tapi ini bukan sekedar tentang matahari, bulan atau bumi yang saling berhubungan satu sama lain.

Ini tentang bagaimana keadaan Evelyn yang sosoknya ditinggalkan oleh dua cahaya serta perisainya.

Tentang dirinya yang semakin kesepian dan tak tahu harus pulang kemana saat ia merasa lelah dengan dunia.

Tentang rumah yang sudah menutup pintunya dan tak lagi membiarkan dirinya masuk kesana.

Tentang........

Evelyn tertawa sumbang, betapa mirisnya hidup menjadi dirinya. Bahkan ketika remaja seusianya asyik menikmati masa muda yang terjadi sekali seumur hidup, dirinya malah sibuk meratapi nasib. Nasib yang entah kapan akan berpihak padanya.

Seolah tak mengizinkan Evelyn berbahagia, nama yang sangat ia hindari dan tak pernah ia sebut namanya dengan tanpa permisi diucapkan oleh seseorang yang tiba-tiba menepuk pundak Evelyn.

"Vel, gue mau wawancara lo soal kasus Fabian."

Deg

Nama itu.

Mati-matian Evelyn menahan diri agar tak menyebut nama itu, tapi dengan seenaknya seseorang menyebutkannya.

Evelyn menutup telinganya dengan kedua tangan, ia tak mau menangis ditempat ini. Lalu tanpa mempedulikan orang tadi ia berlari sekuat tenaga menghindar.

Menghindari semua tentang sosok yang perlahan ia lupakan, walaupun pada kenyataannya ia tak akan pernah bisa melupakan sosok itu. Sosok yang ia anggap sebagai tempatnya pulang.

Langkah Evelyn kini tak berarah, ia melupakan tujuan awalannya yang akan memasuki kelas. Gadis itu berlari entah kemana dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

Go Home [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang