Double up lagi ...
°
°
°"Justru lo yang kenapa-napa, Bian." Evelyn terlihat sangat khawatir dan wajahnya sudah pucat sesaat menemukan banyak lebah juga darah yang mengerti tepat diwajah Brian.
Mungkin jika bukan dalam kondisi seperti ini, Brian akan sangat senang jika Evelyn mengkhawatirkannya. Tapi kenapa kali ini ia malah merasa sedih.
"Bian?" Gumam lelaki itu sambil menatap balik manik yang sedari tadi menatapnya lekat. "Gak biasanya lo manggil gue dengan nama itu?"
Seketika Evelyn tersadar dan tangkupan tangan diwajah Brian pun terlepas seketika. Ternyata ia salah sebut nama.
Pantas saja Brian bahkan Rico dan Gio pun menatap dirinya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Ternyata rupanya ia salah sebut nama, atau Evelyn memang tengah mengkhawatirkan sosok yang namanya mirip dengan Brian, bukan lelaki dihadapan itu.
Ah benar ternyata, ia memang tengah mengkhawatirkan sosok itu. Sosok yang menurutnya memiliki banyak kesamaan dengan Brian, lelaki dihadapannya.
"Gue obatin ya." Ucapannya mengalihkan pembicaraan, kemudian gadis itu berjalan mengambil kotak P3K yang berada tak jauh dari tempat duduknya semula.
Perlahan Evelyn membersihkan luka Brian dengan kain kasa yang telah dituangi cairan antiseptik dan diusapkannya perlahan pada luka serta lebaman yang mulai membiru.
"Kok lo bisa sampe gini sih?"
"Gimana dia gak babak belur, orang dia maju paling depan." Bukan Brian yang menjawab, tapi Gio.
Evelyn membelalakkan matanya tak percaya, "berarti yang lain juga sama?"
Ketiganya mengangguk.
"Tapi tenang aja, gue udah telpon polisi kok. Mungkin sebentar lagi mereka dateng." Kini giliran Rico yang berbicara.
Ternyata ucapannya benar, tak lama kemudian suara sirine mobil polisi terdengar semakin mendekat diikuti suara motor yang sepertinya satu persatu dari mereka mulai meninggalkan SMA Gemintang Cendikia karena keberadaan polisi yang mengetahui aksi mereka.
"Akhirnya polisi dateng juga."
>>><<<
Ketika kerusuhan semakin menjadi dan perkelahian yang tak dapat dielak oleh siapapun, terdengar suara sirine mobil polisi yang semakin mendekat ke arah SMA Gemintang Cendikia membuat semua anggota Dark Ephypany memundurkan tubuh mereka.
"MUNDUR" itu bukan suara Alby, melainkan Harvey yang mengambil alih komando.
Dengan gerakan cepat, semua anggota Dark Ephypany langsung mundur dan berlari menuju motor masing-masing kemudian menyalakan motor dan dengan kecepatan penuh mereka mulai meninggalkan SMA Gemintang Cendikia dengan siswa dan security yang terluka akibat ulah Alby serta antek-anteknya.
Tepat saat polisi sampai di lokasi, yang mereka dapati hanya sisa dari kerusuhan itu. Para siswa dan security yang ikut melawan terlihat seperti oknum yang terlibat tawuran.
Hal itu membuat beberapa dari mereka bersorak kesal.
"Kemana aja sih pak?"
"Kami bisa aja mati karena ulah geng tadi."
Umpatan demi umpatan terus mereka tujukan pada para polisi itu, sehingga beberapa polisi yang ada di lokasi hanya bisa membungkuk sambil meminta maaf.
Hal itu membuat mereka hanya bisa menghela napas, ternyata benar. Aparat tak dapat berkerja dengan gesit, bahkan disaat situasinya dalam bahaya.
"Maaf kami terlambat, tapi kami akan berusaha menyelidiki dan mengupas tuntas kasus ini sampai ke akar-akarnya."
Bukannya mendengarkan kalimat permintaan maaf serta janji dari polisi itu, beberapa siswa malah berlalu dan tak menghiraukan polisi-polisi tersebut sepertinya mereka tak butuh penjelasan atas keterlambatan oknum aparat itu.
Ketika kondisi sekolah mulai kembali kondusif, dan para siswa juga security yang terluka mulai diobati oleh para medis yang datang bersama para polisi tadi, dengan tergesa-gesa Zee berlari kesana-kemari mencari keberadaan Lian dan juga Brian.
Saat Zee mulai pasrah sebab tak kunjung menemukan keduanya, tiba-tiba dengan sendirinya Lian menghampirinya dengan wajah yang dipenuhi lebam sama seperti dirinya.
"Lo kemana aja sih? Gue dari tadi keliling nyari lo sama Bian." Cerocos Zee, tapi setelah mengetahui bahwa Lian tak bersama Brian, Zee kembali mendelik. "Bian mana?"
Lian yang masih mengatur napasnya, spontan langsung menggeleng.
"Gue juga gak tahu."
"Lah kok? Terus dia kemana?" Zee seketika khawatir dengan sahabatnya itu. "Jangan-jangan dia–"
Belum selesai ia berbicara, Lian langsung memotong kalimatnya.
"Heh kalo ngomong suka seenaknya, ya kali si Bian dibawa sama mereka terus dijadiin sandra." Tukas Lian menepis asumsi serta pemikiran buruk Zee.
"Terus Bian mana?"
"Tadi gue suruh dia nyari Lily dan gue bilang biar gue yang hadepin si Alby si*lan itu."
Kalimat itu membuat Zee merasa sedikit lega, setidaknya sahabat itu tak dibawa dan tak dijadikan sandera oleh geng jahat itu.
"Syukur deh kalo gitu." Akhirnya Zee bisa bernapas lega sekarang. "Gila banget sih mereka, bisa-bisanya nyerang ke sekolah. Motivasinya apa coba?" Gerutu Zee tak habis pikir.
"Sejauh ini, mereka yang paling jauh."
>>><<<
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Home [END] ✓
Fiksi RemajaSepenggal kisah tentang dua insan yang bertemu tanpa sengaja, kala itu keduanya masih tak tahu apa-apa, yang masih menyimpulkannya bahwa rumah adalah satu-satunya tempat untuk tidur dan berteduh dari hujan serta terik matahari. Tapi pada kenyataann...