Beberapa minggu setelah insiden dengan Pak Budi. Qierin mulai kembali ke rutinitas kampus, namun masih dalam proses penyembuhan dari trauma yang dialaminya.Qierin duduk di kelas, berusaha fokus pada pelajaran.
"Aku harus tetap semangat. Aku nggak boleh terus merasa takut."
"Kamu baik-baik saja, Qierin? Kalau kamu butuh apa-apa, aku selalu di sini buat kamu." Lia berbisik setelah melihat keanehan raut wajah Qierin
"Terima kasih, Lia. Aku masih berusaha, tapi aku tahu aku nggak sendirian." Qierin tersenyum lemah
Setelah kelas selesai, Qierin dan Lia berjalan keluar kelas dan menuju taman kampus. Qierin merasa perlu menceritakan kejadian sebenarnya kepada Lia.
Qierin mengambil napas dalam-dalam.
"Lia, aku perlu ngomong sesuatu ke kamu. Ini tentang apa yang terjadi beberapa minggu yang lalu." Ucap Qierin dengan rasa takut
"Apa yang terjadi, Qierin? Kamu bikin aku khawatir." Ucap Lia yang sangat penasaran
dengan suara bergetar Qierin melanjutkan bicaranya.
"Waktu itu, aku datang lebih awal ke kampus untuk persiapan ujian. Pak Budi mencoba memanfaatkan keadaan dan memaksa aku... Aku menolak, dan aku teriak minta tolong. Untungnya, Sam mendengar dan menolong aku."
Lia Terkejut, menutup mulutnya dengan tangan Ya Tuhan dengan perasaan tak menyangka.
"Qierin! Kenapa kamu nggak bilang dari awal? Aku nggak tahu kamu mengalami hal seberat ini."
*Aku takut, Lia. Takut jadi viral di kampus. Aku nggak mau orang-orang tahu dan menghakimi aku." Ucap Qierin sambil meneteskan air mata
Lia memeluk Qierin dengan erat.
"Aku ada di sini buat kamu. Kamu nggak perlu khawatir sendirian lagi. Kita hadapi ini bareng-bareng."
Lia dan Qierin menyudahi pembicaraan mereka.
Keesokan harinya di tempat BEM, Adit dan Sam sedang berbicara.
"Aku kepikiran dan khawatir tentang Qierin. Dia terlihat kuat, tapi aku tahu dia masih trauma." Ucap adit yang gelisah
"Benar. Kita harus terus mendukungnya, Adit. Dia butuh waktu untuk pulih." Sam mendukungnya
Adit memutuskan untuk menemui Qierin setelah kelas berakhir.
Adit menunggu di luar kelas, ketika Qierin dan Lia keluar.
"Qierin, bisa kita bicara sebentar?"
Qierin terkejut melihat Adit yang menunggu samping pintu.
"Tentu, Kak Adit." Ucap ia sambil melihat pelan
(sambil berjalan ke taman kampus)
"Aku ingin tahu bagaimana keadaanmu. Aku tahu ini nggak mudah."
"Aku masih merasa takut kadang-kadang. Tapi aku mencoba untuk tetap kuat. Terima kasih kak"
"Kamu nggak perlu berterima kasih. Aku senang bisa membantu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa kamu tidak sendirian." Ucap Adit yang meyakinkan
Adit berpikir sejenak dan kemudian mengajak Qierin untuk menghiburnya.
"Gimana kalau kita keluar sebentar? Mungkin jalan-jalan atau makan bareng bisa bantu kamu merasa lebih baik." Ucap Adit dengan lembut
Qierin tersenyum lemah, menolak dengan halus.
"Terima kasih, Kak Adit. Tapi aku merasa butuh waktu sendiri dulu. Aku harap Kakak ngerti."
Adit mengangguk dengan pengertian.
*Tentu, Qierin. Aku akan ada di sini kalau kamu butuh sesuatu. Ambil waktu sebanyak yang kamu perlu."
Setelah itu, Adit menjaga jarak seperti yang diminta oleh Qierin dan mulai fokus kembali ke kegiatan organisasinya, menghilang dari kehidupan sehari-hari Qierin.
Lia melihat Qierin yang termenung mulai coba bertanya.
"Hei, Qierin. Kamu mikirin apa sih? Kamu kelihatan murung."
"Aku kepikiran kenapa Kak Adit tidak menanyakan kabar lagi tentangku?" Ucap Qierin yang nampak sedih
Lia mengetahui ada yang aneh dengan perilaku sifat Qierin mulai meledeknya
"Cie cie udah mikirin kak Adit nih, udah ada rasa ya? Ehem ehem" Lia meledek cengengesan
"Ih apaan si kamu Lia, aku cuman memikirkan saja kok, enggak lebih" Ucap Qierin yang tersipu malu
Lia mengangguk, mengerti.
"Mungkin dia cuma ngasih kamu ruang, seperti yang kamu minta. Jangan terlalu dipikirin, ya."
"Iya, kamu benar. Aku harus fokus ke kuliah dan penyembuhan dulu." Qierin tersenyum tipis
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Tak Terduga
RomanceMengisahkan tentang seorang perempuan bernama assyaqierin reyna menjalani kehidupan berbeda. Mendapatkan pandangan pertama saat dewasa. Lika liku kehidupan yang penuh tantangan baru