is this love?

0 0 0
                                    


Pencarian yang Tak Menyerah

Selama lima hari penuh pencarian tanpa henti, Adit dan teman-temannya bekerja tanpa lelah mencari Qierin. Mereka berkeliling, bertanya-tanya, dan menelusuri setiap tempat yang mungkin pernah dikunjungi Qierin.

Qierin duduk di sudut ruangan kecil yang gelap dan pengap. Seluruh tubuhnya terasa lemah, tetapi pikirannya terus bekerja. Raka baru saja meninggalkan sementara tempat itu setelah menghancurkan segala rasa percaya dirinya. Napasnya tersengal, dan air mata terus mengalir tanpa henti. Dalam hatinya, ia terus memohon, berdoa agar Tuhan mengirimkan pertolongan.

"Aku tidak boleh menyerah..." gumam Qierin dengan suara lemah, tangannya mencoba meraih benda apapun di sekitarnya untuk melindungi diri jika Raka kembali. "Aku harus bertahan... demi diriku sendiri."

Namun, setiap detik terasa seperti abad. Ketakutan mencengkram dirinya, dan tubuhnya yang bergetar tidak mampu sepenuhnya melawan trauma yang ia alami. Ia mencoba mengingat wajah kedua orang tuanya, teman-temannya, dan... Adit. Itu memberinya kekuatan untuk tetap hidup.

mereka akhirnya menemukan barang milik Qierin yang terjatuh di halaman kosong. Adit langsung melaporkan kepada pihak polisi yang menemaninya. Itu menjadi titik terang di tengah pencarian yang penuh kesedihan dan frustrasi.

Adit: "kami menemukan barangnya. Kami perlu bantuan pak."

Polisi menghampiri.

Polisi: "Kami akan ke melacak sekarang. Bersiaplah."

Ketika mereka tiba di sebuah gudang tua, firasat buruk Adit semakin kuat. Ia tidak peduli dengan prosedur. Tanpa berpikir panjang, Adit berlari secepat yang ia bisa, menerobos lorong gelap gudang tua. Langkahnya menggema di antara tembok berlumut, napasnya terengah dan dadanya terasa seperti ingin meledak. Isakan lirih yang ia dengar tadi membawanya ke ruangan kecil di ujung.

“Qierin!” panggilnya, suaranya pecah antara harapan dan ketakutan.

Di sudut ruangan, Qierin terbaring, tubuhnya melingkar seperti mencoba melindungi dirinya sendiri. Pakaian yang koyak dan luka di wajahnya menceritakan kengerian yang tak terkatakan.

“Qierin...” Adit mendekat perlahan, menahan air mata yang hampir jatuh.

Qierin mendengar suara itu. Matanya yang sembab membesar, dan harapan mulai tumbuh di hatinya. "Adit..." bisiknya pelan, suaranya hampir tak terdengar.

Namun, sebelum Adit sempat mencapai Qierin, Raka muncul dari balik pintu. Wajahnya penuh dengan kepuasan jahat, tetapi ia segera terkejut melihat Adit dan polisi bersenjata. "Kamu tidak akan menyentuh dia lagi!" teriak Adit dengan penuh amarah.

Raka mencoba melarikan diri, tetapi Adit berhasil menangkapnya. Pertarungan sengit terjadi, di mana Adit melampiaskan seluruh kemarahannya. Pukulan demi pukulan mendarat di wajah Raka, hingga polisi akhirnya memisahkan mereka. Dengan tangan diborgol, Raka tertunduk lemah, sementara Adit hanya fokus pada satu hal—Qierin.

Ia berlari ke arah Qierin, yang kini tergeletak lemas di lantai. "Qierin, aku di sini... Kamu aman sekarang," ujar Adit dengan suara bergetar, menyelimuti tubuh Qierin dengan jaketnya.

Qierin menatap Adit dengan mata penuh air mata. "Adit... aku takut..." isaknya.

"Kamu tidak perlu takut lagi. Aku janji, semuanya akan baik-baik saja," jawab Adit menggendong Qierin dengan hati-hati, seperti memegang sesuatu yang rapuh.

Di sepanjang perjalanan, Qierin hanya diam, menatap kosong ke depan. Tangan Adit yang gemetar mencoba menggenggam tangan Qierin untuk memberinya kekuatan, tapi gadis itu menarik tangannya perlahan, seolah sentuhan itu mengingatkannya pada sesuatu yang ingin ia lupakan.

Adit hanya bisa menahan rasa bersalah yang menghantamnya seperti ombak. “Maaf, Qierin… Maaf aku terlambat...” bisiknya.

Namun Qierin tetap bungkam, air mata jatuh tanpa suara dari sudut matanya.

Setibanya di rumah sakit, Qierin langsung dibawa ke ruang gawat darurat. Dokter dan perawat segera mengambil alih, meninggalkan Adit di luar ruangan dengan perasaan kacau.

Lia, Sam, dan teman-teman lain tiba beberapa saat kemudian. Mereka semua terdiam saat melihat Adit yang terduduk lemas di kursi tunggu. Wajahnya pucat, pandangannya kosong, dan tangannya terus mengepal.

“Adit,” panggil Lia pelan.

Adit menoleh, matanya merah karena menahan tangis. “Aku harusnya bisa menemukannya lebih cepat... Aku harusnya bisa melindunginya...” ucapnya dengan suara bergetar.

Sam meletakkan tangan di bahu Adit. “Kita semua nggak tahu ini bakal terjadi. Yang penting sekarang dia selamat.”

Namun bagi Adit, kata-kata itu tidak cukup.

Beberapa jam kemudian, dokter keluar dari ruang perawatan. “Qierin stabil, tapi dia butuh waktu untuk pulih, baik fisik maupun mental,” jelasnya.

Adit mengangguk, langsung masuk ke ruangan Qierin.

Di dalam, Qierin terbaring dengan infus terpasang di tangannya. Wajahnya pucat, tetapi matanya terbuka sedikit. Saat melihat Adit masuk, ia mencoba duduk, tapi tubuhnya terlalu lemah.

“Adit...” suaranya serak, nyaris seperti bisikan.

Adit mendekat, duduk di samping tempat tidurnya. “Aku di sini. Kamu nggak sendiri lagi.”

Air mata mengalir dari mata Qierin. “Aku takut... Aku nggak bisa... Aku nggak tahu apa aku masih bisa hidup normal lagi...” katanya dengan suara pecah.

Adit menggenggam tangannya perlahan. Kali ini, Qierin tidak menarik diri. “Kamu kuat, Qierin. Aku tahu itu. Apa pun yang terjadi, aku akan ada di sini. Kamu nggak harus menghadapi ini sendirian.”

Namun mata Qierin tetap menunjukkan kebimbangan dan luka yang dalam. Ia menatap Adit lama, lalu berbisik, “Aku nggak tahu apa aku masih pantas untuk hidup...”

Kata-kata itu menghantam Adit seperti pukulan keras. Ia menggenggam tangan Qierin lebih erat. “Jangan pernah bilang begitu. Kamu pantas untuk hidup. Kamu pantas untuk bahagia. Aku janji, aku akan melakukan apa saja untuk membantumu.”

Saat malam semakin larut, Adit duduk di samping tempat tidur Qierin, menatap gadis itu yang akhirnya tertidur. Namun meski matanya tertutup, wajah Qierin masih menampilkan sisa-sisa ketakutan yang sulit hilang.

Adit menghela napas panjang, memandang keluar jendela kamar rumah sakit. Terima kasih menjadi bagian dalan hidupku.

Takdir Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang