bayang bayang

1 0 0
                                    

Hari-hari menjelang perlombaan besar berjalan dengan lancar. Adit dan Qierin semakin dekat, berbicara melalui pesan singkat, atau bertemu setelah kuliah untuk berdiskusi tentang persiapan. Meskipun jadwal mereka padat, mereka berusaha menjaga komunikasi dan mendukung satu sama lain.

Adit selalu berusaha memberi semangat pada Qierin yang kadang terlihat ragu.

Adit: "Jangan khawatir, kita pasti bisa. Cuma satu langkah lagi, Qierin."

Qierin tersenyum, meski hatinya masih terasa sedikit cemas.

Qierin: "Aku malah merasa deg-degan. Apa kalau gagal, kamu bakal marah?"

Adit tertawa ringan, berusaha meyakinkan Qierin.

Adit: "Marah? Kenapa? Kita tim, kan? Kemenangan atau kegagalan, itu urusan kita berdua."

Qierin mengangguk dengan senyum kecil. Hubungan mereka tampak solid, dan Qierin merasa tenang dengan kehadiran Adit. Namun, ketenangan ini mulai terganggu ketika sebuah pesan anonim datang ke ponselnya.

Suatu malam, saat sedang mengerjakan tugas di kamar, Qierin menerima sebuah pesan melalui akun media sosial yang tidak dikenal. Pesan itu membuatnya terdiam sejenak, membaca dan mencerna setiap kata yang tertulis.

"Kamu pikir Adit sempurna? Tunggu sampai kamu tahu apa yang dia sembunyikan. Jika kamu bijak, jauhi dia sebelum terlambat."

Qierin merasakan kegelapan dalam kata-kata itu. Apa maksudnya? Apakah Adit benar-benar menyembunyikan sesuatu? Perasaan cemas dan bingung mulai menguasai pikirannya. Namun, ia tidak langsung memberitahukan Adit. Ia merasa harus mencari tahu terlebih dahulu.

Qierin: (berbicara pelan pada dirinya sendiri) "Apa yang sebenarnya Adit sembunyikan? Kenapa pesan ini terasa begitu nyata?"

Hari-hari berikutnya, perasaan Qierin semakin tertekan. Ia tidak bisa memungkiri bahwa benih keraguan mulai tumbuh dalam hatinya. Raka, mantan teman Adit di BEM yang sudah lama di-drop karena konflik internal, muncul kembali. Kali ini, ia datang dengan pesan yang jelas: ia ingin Qierin jauh dari Adit.

Raka mengirim pesan dengan nada penuh sindiran.

Raka: "Qierin, aku cuma mau kasih tahu kamu. Adit itu nggak seperti yang kamu kira. Dia egois, hanya peduli sama dirinya sendiri. Kalau kamu terus dekat dengan dia, suatu saat dia akan tinggalkan kamu begitu saja. Percaya deh."

Qierin tidak terima dengan tuduhan itu, namun hatinya mulai goyah. Raka tahu bagaimana cara memutar kata-kata agar terdengar meyakinkan.

Qierin: "Aku tidak percaya kalau Adit seperti itu. Kamu nggak tahu apa-apa tentang dia." Qierin membalas pesan tersebut.

Raka menghela napas, seolah kecewa karena Qierin masih tidak paham.

Raka: "Tapi kamu belum tahu yang aku tahu. Adit itu memanfaatkan semua orang di sekitarnya. Bahkan aku yang dulu juga dibuang gitu aja karena nggak bisa bantu dia jadi ketua BEM. Pikirkan baik-baik, Qierin."

Qierin semakin bingung. Apakah benar Adit seperti itu? Kenapa "orang itu" begitu yakin dengan tuduhannya? Namun, ia menepis pikiran itu. Adit bukanlah orang seperti itu, kan?

Sikap Qierin perlahan berubah. Ia mulai menjaga jarak dengan Adit, meskipun ia tahu dalam hatinya bahwa ia harus mempercayai Adit. Namun, ancaman dari "orang itu" dan pesan anonim itu terus menghantuinya.

Adit yang mulai merasakan perubahan sikap Qierin pun merasa khawatir. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi perasaan cemas itu terus menggerogoti dirinya.

Adit: "Qierin, kamu kenapa? Aku merasa kamu makin jauh dari aku. Kalau ada yang salah, tolong bilang, jangan diam saja."

Qierin menunduk, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. Ia tidak tahu bagaimana menjelaskan apa yang sedang dirasakannya. Di satu sisi, ia ingin tetap dekat dengan Adit, namun keraguan yang ditanamkan oleh Raka terus membuatnya merasa takut.

Qierin: "Aku... aku butuh waktu sendiri. Jangan tanya dulu, Adit. Aku nggak bisa jelasin."

Adit: "Aku nggak ngerti, Qierin. Kamu tahu aku peduli sama kamu. Kalau ada apa-apa, aku harap kamu bisa bicara sama aku."

Qierin tersenyum lemah, berusaha meyakinkan Adit bahwa semuanya baik-baik saja, meski di dalam hatinya, ia semakin terbelah antara kepercayaan dan keraguan.

Takdir Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang