Setelah masa kritis yang panjang, kondisi fisik Adit mulai menunjukkan kemajuan siginifikan. Namun, pemulihan nya membuat ia putus asa, mulai merayapi dirinya. Semangatnya seakan tenggelam dalam keputusasaan.
Setiap pagi, Ibu Adit selalu hadir lebih awal di samping tempat tidurnya. Ia memastikan bahwa Adit mendapatkan sarapan yang cukup dan memulai hari dengan semangat positif.
"Pagi, Adit. Bagaimana tidurmu semalam?"
"Pagi, mah. Tidurku lumayan nyenyak." Jawab Adit
Adit sering kali menolak bertemu dengan teman-temannya. Ia merasa putus asa melihat kondisi fisiknya yang belum pulih sepenuhnya.
"Aku tidak ingin mereka melihatku seperti ini, mah. Aku merasa sangat lemah."
"Jangan begitu, Nak. Mereka datang untuk mendukungmu.
"Tolong sampaikan pada mereka bahwa aku belum siap bertemu." Menolak Adit
Mendengar kabar dari Ibu Adit, Qierin merasa khawatir. Ia mencoba membujuk Adit melalui pesan singkat, namun Adit tetap bersikeras menolak.
"Kak Adit, aku dan yang lain hanya ingin mendukungmu".
"Terima kasih, Qierin. Tapi aku butuh waktu. Aku tidak ingin kalian melihatku seperti ini."
Setelah beberapa kali ditolak, Qierin akhirnya memutuskan untuk menghormati keinginan Adit. Namun, ia tetap tidak bisa menyingkirkan rasa khawatirnya. Qierin menjalani hari-harinya seperti biasa bersama Lia, namun pikirannya selalu kembali ke Adit.
Qierin dan Lia berusaha menjalani rutinitas kampus seperti biasa. Mereka mengikuti kelas, mengerjakan tugas, dan sesekali menghabiskan waktu di taman kampus.
"Qierin, kamu terlihat sangat khawatir. Mungkin kita bisa mencoba mengunjungi kak Adit lagi?" Lia bertanya
"Aku tidak tahu, Lia. Aku tidak ingin memaksanya. Tapi aku juga tidak bisa berhenti memikirkannya."
Suatu sore, Qierin memutuskan untuk mengunjungi rumah sakit sendirian. Ia merasa ada sesuatu yang harus ia lakukan untuk melihat keadaan Adit secara langsung. Saat ia tiba di rumah sakit, ia tanpa sengaja melihat Adit yang berusaha berjalan di koridor untuk memulihkan kekuatan kakinya.
Adit tampak memaksakan diri dan hampir terjatuh. Qierin yang melihatnya langsung berlari untuk membantu.
"Kak Aditttt, hati-hati!"
"Qierin... apa yang kamu lakukan di sini?" Adit terkejut dengan napas terengal engal
"Aku tidak bisa tinggal diam. Aku khawatir tentangmu."
Qierin membantu Adit untuk duduk di kursi roda terdekat. Ia menatap mata Adit dengan penuh rasa khawatir.
"Kak Adit, kamu tidak perlu melalui ini sendirian. Aku dengan yang lain di sini untukmu.
"Aku merasa sangat lemah, Qierin. Aku tidak bisa pulih dengan cepat." Adit berputus asa
"Kamu tidak lemah kak Adit. Kamu adalah sahabat teman temanmu, dan kami ingin melihatmu pulih. Kamu harus percaya bahwa kami semua mendukungmu."
Adit menatap Qierin dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Ia merasa terharu oleh ketulusan Qierin.
"Terima kasih, Qierin. Aku akan berusaha lebih keras. Untukmu, untuk semua orang yang mendukungku."
Seiringan waktu, Adit mencoba untuk bangkit kembali. Ia mencoba memaksa tubuhnya untuk bisa pulih lebih cepat, namun itu makin memperkeruh keadaan.
"Ahhh" teriak adit kesakitan
Adit kembali duduk untuk rehat sejenak, jika ia semakin memaksakan yang ia dapat hanyalah kesengsaraan tubuhnya.
"Kenapa diriku tidak sanggup?" Dalam hati. "Jika begini terus aku hanya mengecewakan orang yang sudah mendukung ku" gumam lanjutnya.
Terlintas dibenak pikiran Adit yang jahat.
"Aku engga mau merepotkan yang lain lagi, aku ingin mengakhiri ini semua"Adit perlahan bergerak menuju tangga darurat rumah sakit. Setiap langkah terasa berat, baik secara fisik maupun emosional. Kepalanya dipenuhi dengan pikiran gelap tentang kegagalan dan rasa putus asa.
Ketika ia mencapai atap rumah sakit, angin dingin menerpa wajahnya, seolah-olah mengingatkan bahwa dunia luar masih ada. Adit berdiri di tepi atap, menatap kosong ke bawah. Pikirannya berputar-putar, mempertimbangkan pilihan yang ingin dia ambil.
Saat ia hampir memutuskan untuk melompat, suara langkah kaki cepat terdengar mendekat.
"Kak Adit, tunggu!" teriak Qierin dengan napas terengah-engah. Dia telah mencari Adit setelah merasakan firasat buruk ketika meninggalkan rumah sakit.
Adit terkejut dan menoleh. "Qierin, kenapa kamu di sini?"
Qierin berlari mendekat, matanya penuh dengan air mata. "Firasatku menunjukkan kamu disini kak Adit. Kenapa kamu ingin mengakhiri hidup?"
Adit menatap Qierin, bingung bagaimana ia bisa tahu. "Aku hanya merasa sangat lemah dan tidak berguna. Aku tidak ingin terus merepotkan kalian semua."
Qierin mengambil langkah mendekat, perlahan agar tidak mengejutkan Adit. "Kak Adit, kamu tahu bahwa dalam agama kita, kehidupan ini adalah ujian. Setiap cobaan yang kita hadapi adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jangan menyerah, karena Allah selalu bersama orang-orang yang sabar."
Adit menundukkan kepala, air mata mulai mengalir. "Aku hanya tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku sudah mencoba untuk bangkit, namun sudah lama aku tak menunjukkan kepulihan sepenuhnya"
Qierin mendekat dan meraih tangan Adit dengan lembut. "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Cobaan ini adalah bagian dari rencana-Nya. Ketika kamu merasa lemah, ingatlah bahwa Allah tidak pernah meninggalkanmu. Kami juga di sini untuk mendukungmu."
Adit melihat ke dalam mata Qierin dan merasakan ketulusan serta dukungannya. "Tapi aku merasa begitu jauh dari Allah, begitu jauh dari semuanya."
Qierin tersenyum lembut. "Tidak ada kata terlambat untuk kembali. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Setiap langkah kecil yang kamu ambil menuju pemulihan adalah langkah menuju-Nya. Mari kita berdoa bersama dan memohon kekuatan dari-Nya."
Adit perlahan mengambil langkah mundur dari tepi atap, dengan air mata yang terus mengalir.
"Kamu tidak sendirian, Kak Adit. Kami di sini untukmu," bisik Qierin.
Saat mereka berdua berdiri di sana, di atap rumah sakit, Adit merasakan beban yang sedikit terangkat. Dia menyadari bahwa ada harapan dan bahwa dengan dukungan dari orang-orang yang mencintainya dan dengan mengandalkan kekuatan dari imannya, dia bisa menemukan kekuatan untuk terus bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Tak Terduga
RomanceMengisahkan tentang seorang perempuan bernama assyaqierin reyna menjalani kehidupan berbeda. Mendapatkan pandangan pertama saat dewasa. Lika liku kehidupan yang penuh tantangan baru