Kritis

8 2 0
                                    

Selama 3 jam menunggu dokter akhirnya keluar dari ruang operasi dengan wajah serius.

"Kondisi Adit stabil untuk saat ini, tapi dia kehilangan banyak darah. Kami membutuhkan donor darah yang sesuai dengan golongan darahnya. Apakah ada di antara kalian yang mau membantu?" Jawab Dokter tegas

"Golongan darahnya apa, Dokter?" Serentak menjawab

"Adit memiliki golongan darah B+. Kami butuh donor segera."

Mereka semua segera menuju ruang pemeriksaan untuk cek golongan darah. Satu per satu hasil keluar, menunjukkan bahwa tidak ada yang cocok, sampai akhirnya giliran Lia.

"Lia memiliki golongan darah B+, dia bisa menjadi donor." Ucap perawat memberi tahu

"Lia, tolong. Kak Adit butuh kamu." Qierin memohon

"Tapi... aku takut. Apa aku benar-benar bisa?" Lia takut

"Kamu bisa, Lia. Kak Adit butuh kamu sekarang lebih dari sebelumnya. Dokter, tolong bantu yakinkan Lia."

"Lia, pendonoran darah ini sangat penting untuk menyelamatkan nyawa Adit. Kami akan memastikan prosesnya aman dan nyaman untukmu. Kamu bisa melakukan ini." Dokter meyakinkan

Lia menghela napas, lalu mengangguk pelan. Mereka semua kembali ke ruang donor darah, di mana proses pendonoran dimulai. Sementara itu, Qierin dan Sam menunggu dengan cemas di luar.

Qierin berdoa dalam hati sambil terisak "Tolong yaallah, biarkan ini berhasil."

Mereka semua menunggu dengan cemas, berharap pendonoran darah ini bisa membantu menyelamatkan nyawa Adit. Waktu terasa berjalan lambat, dan setiap detik penuh dengan ketegangan dan harapan.

Setelah beberapa waktu, dokter keluar dari ruang donor dengan senyuman tipis di wajahnya.

Dokter mengumumkan dengan suara lega. "Proses pendonoran darah berhasil. Kondisi Adit menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Kami akan terus memantau, tapi ini langkah yang sangat positif."

Ibu Adit menangis bahagia dan memeluk suaminya. "Terima kasih, Tuhan. Terima kasih, Lia. Terima kasih semuanya."

Sam merasa sedikit lega tapi masih cemas. "Terima kasih, Dokter. Terima kasih, Lia."

Qierin memeluk Lia yang baru keluar dari ruang donor. "Kamu hebat, Lia. Terima kasih banyak."

"Kita lakukan ini bersama. Kita semua peduli pada kak Adit." Ucap Lia dengan nada lemas

Dengan semangat yang sedikit terangkat, mereka semua berharap dan berdoa agar Adit segera pulih sepenuhnya. Meskipun perjalanan ini masih panjang, mereka tahu bahwa bersama-sama, mereka bisa melalui semua ini.

Setelah transfusi darah, kondisi Adit tetap kritis. Ketegangan di rumah sakit semakin tinggi, terutama di ruang tunggu tempat Qierin, Sam, Lia, dan teman-teman lainnya setia menunggu. Meskipun transfusi darah berhasil, tubuh Adit masih belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang signifikan.

Qierin tidak pernah berhenti berdoa. Dia selalu membawa sajadah dan Al-Qur'an kecil di dalam tasnya, menggunakannya untuk memohon pertolongan dari Tuhan. Setiap kali ada waktu luang, dia menyempatkan diri untuk shalat dan berdoa, berharap keajaiban akan datang untuk Adit.

Qierin berbisik menangis. "Ya Allah, Engkau Maha Penyembuh. Tolong selamatkan kak Adit, berikan dia kekuatan untuk bertahan. Kami semua butuh dia."

Malam itu, ketika semuanya sedang tidur di ruang tunggu, tiba-tiba terdengar bunyi alarm dari ruang ICU. Qierin yang sedang berdoa langsung berlari ke jendela ICU, melihat para dokter dan perawat berjuang menyelamatkan Adit.

"Ya Allah, tolonglah dia. Jangan ambil dia dari kami." Terisak memohon

Para dokter bekerja keras, mencoba segala cara untuk menstabilkan kondisi Adit. Setelah beberapa jam yang menegangkan, dokter keluar dengan wajah yang sangat serius.

"Kami berhasil menstabilkan Adit untuk sementara, tapi kondisinya masih sangat kritis. Kami akan terus memantau dan melakukan yang terbaik." Ucap dokter dengan suara berat

Ibu Adit menangis memohon. "Tolong, Dokter. Lakukan apa saja untuk menyelamatkan anak kami."

"Kami akan melakukan yang terbaik. Kami juga butuh doa dan dukungan dari kalian semua."

Setelah kejadian itu, Qierin semakin sering berdoa, berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkan Adit. Dia merasa sangat putus asa, namun tetap berusaha tegar dan percaya kepada Tuhan.

Beberapa hari kemudian, kondisi Adit semakin memburuk. Dokter memanggil keluarga dan teman-teman Adit ke ruangannya untuk memberikan pembaruan.

"Kami telah melakukan yang terbaik, namun Adit masih dalam kondisi kritis. Kami akan terus memantau dan melakukan upaya yang diperlukan." Tegas dokter

"Yang terbaik yang bisa kita lakukan sekarang adalah berdoa dan berharap untuk keajaiban. Kami akan terus memantau kondisinya setiap saat." Lanjut dokter

"Terima kasih, Dokter. Tolong lakukan yang terbaik untuk anak kami." Ucap kedua orangtua Adit

Takdir Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang