Pertanda

9 2 0
                                        

Berjam jam setelah Adit dibawa masuk untuk perawatan darurat.

Di ruang tunggu rumah sakit, suasana tegang terasa. Qierin duduk di kursi dengan gelisah, menunggu kabar tentang kondisi Adit. Sam duduk tak jauh darinya, terlihat termenung dan penuh penyesalan. Lia, yang juga menemani, melihat keadaan ini dan merasa perlu melakukan sesuatu.

Qierin berbisik pada dirinya sendiri. "Tolong, kak Adit. Aku berharap kamu baik-baik saja."ia menunduk, berdoa, dan terlihat sangat cemas.

Sam merenung dengan pandangan kosong, mengingat kembali kejadian di gunung. "Bagaimana bisa aku membiarkan ini terjadi..."

Lia mendekati Sam dengan pelan, membawa dua cangkir kopi. "Kak Sam, minumlah. Kamu perlu tenang juga."

"Terima kasih, Lia. Maaf merepotkan."

"Kita semua khawatir. Tapi menyalahkan diri sendiri nggak akan bantu apa-apa."

Sam menghela napas, menatap Qierin yang masih gelisah. "Lihat dia, Lia. Qierin... dia begitu peduli sama Adit. Aku... aku merasa bersalah. Bukan hanya karena kejadian di gunung, tapi juga karena aku melihat Qierin yang begitu khawatir."

Lia melihat ke arah Qierin, lalu kembali ke Sam. "Kamu nggak bisa kendalikan perasaan orang, kak Sam. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah mendukung kak Adit dan berharap dia cepat sadar."

"Aku tahu, tapi aku merasa telah mengkhianati sahabatku. Aku yang menyebabkan ini semua."

Lia meletakkan tangan di bahu Sam. "Kamu juga harus ingat, Sam. Ini kecelakaan. Tidak ada yang mau ini terjadi. Jangan siksa dirimu sendiri dengan rasa bersalah."

"Aku hanya ingin semua ini segera berakhir. Aku ingin Adit baik-baik saja. Dia sahabat terbaikku." Sam memohon

"Kita semua ingin yang terbaik untuk kak Adit. Dan kita semua di sini untuk mendukung satu sama lain." Ucap Lia menyemangati

"Terima kasih, Lia. Kamu benar. Aku harus kuat untuk Adit."

Di sudut lain, Qierin masih menunggu kabar dari dokter. Pandangannya sesekali melirik ke arah Sam dan Lia yang sedang berbicara. Dia merasakan ada beban berat di antara mereka, tapi fokusnya tetap pada Adit.

"Kak Adit, aku akan selalu di sini. Tolong cepat pulih" ucap Qierin dalam hati

Dokter yang sedang memeriksa rutin, melihat raga Adit yang bergetar hebat mengalami gejala hebat. Dokter yang mengetahui ini sangat darurat tiba-tiba, pintu ruang ICU terbuka dengan cepat, dan dokter keluar dengan wajah panik. Dia segera memanggil beberapa staf medis lainnya.

Dokter dengan suara tegang. "Cepat! Kami butuh semua peralatan darurat di sini, sekarang!"

Qierin melihat kejadian ini dengan mata lebar, merasa jantungnya hampir berhenti. "Dokter, apa yang terjadi?"

Dokter menyela dengan cepat saat memerintahkan staf medis. "Maaf, saya tidak bisa menjelaskan sekarang. Kami sedang berusaha sebaik mungkin. Tolong tunggu di sini."

Melihat staff medis berlarian dengan terburu-buru, hati Qierin sangat takut.
Qierin mulai menangis, air mata mengalir deras di pipinya
"Tidak, tolong dok! Kak Adit bisa diselamatkan"

Sam terlihat sangat khawatir, menahan air mata. "Qierin, tenanglah. Kita harus percaya pada dokter."

Lia memeluk Qierin, mencoba menenangkannya. "Kita berdoa, Qierin. Kita harus kuat untuk kak Adit."

Qierin terlalu lemas untuk berkata-kata, hanya bisa menangis dalam pelukan Lia. Sam, yang berdiri di samping mereka, merasakan beratnya situasi dan beban penyesalan yang mendalam.

Mereka bertiga hanya bisa menunggu, berharap dan berdoa agar Adit dapat melewati masa kritis ini. Ketegangan memenuhi ruangan, sementara di dalam ICU, para dokter dan perawat bekerja keras untuk menyelamatkan nyawa Adit.

Tak selang lama kemudian kedua Orangtua Adit datang dengan wajah cemas dan berderai air mata

Sam yang melihat langsung menghampiri, ia terkejut.

"Plakk" suara tamparan keras ibu Adit bebekas dipipi Sam

"Kenapa kamu tidak menolong Adit, kenapa Sam!!" jawab ibu Adit yang sangat kesal

Sam yang sangat bersalah hanya tertunduk pasrah, tidak di pungkiri bahwa menurutnya memang salahnya.

Ayah Adit langsung melerai keduanya. "sudah bu, sudah. Ini di rumah sakit tolong hargai yang lain."

"Sam bagaimana kondisi Adit sekarang?" Sambung ayah

Sam menjawab dengan pelan. "Adit masa kritis om, dokter sedang melakukan yang terbaik"

Ayah Adit hanya bisa pasrah mendengar kabar itu sambil menunduk menangis.

Keadaan semakin menegang, 2 jam berlalu dari ruang icu dokter tak kunjung keluar. Semua orang berdoa yang terbaik untuk Adit.

Takdir Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang