BAB 2 : pulang

15 8 0
                                    

"Bantu aku memanggil pikiranku, dia pergi sangat jauh. Aku tidak ingin dia mencari harapan diluar sana. Itu akan membuatku gila."

-Venaya Abiru-

Suara kegaduhan terjadi diluar kamar. Ada yang berusaha mendobrak pintu dengan paniknya. Hingga pintu berhasil terbuka, dan menampilkan tubuh seorang gadis meringkuk di atas ranjang miliknya.

Ibunya masuk diikuti bapaknya, serta beberapa warga yang membawa ember berisi air.

"Apa kau tidak menyadarinya? Apa kau ingin mati, Biru? Jawab ibu! Apa kau ingin mati??" ibunya berteriak murka. Kemarahan menguasai dirinya, bagaimana tidak, si jago merah dengan semangatnya sudah membakar sebagian kamar milik anaknya.

"Sudahi dulu marah mu, Bu. Bantu bapak matikan apinya! Atau kau bawa sajalah anak itu keluar dulu!" suruh bapak. Ia mengambil ember yang berisi air. Ada juga beberapa warga yang ikut membantu, saat mengetahui telah terjadi kebakaran.

Tubuh Biru tersentak. Ibunya menarik kasar tangan Biru agar ikut keluar bersamanya. Ia marah sekaligus khawatir melihat putrinya hampir saja dimakan oleh api.

"Biru hanya ingin api itu melahap ingatan Biru, Bu." Ia memberitahu. Matanya berkaca-kaca, pikirannya selalu tersiksa oleh bayang Ali. Itulah sebabnya ia memikirkan hal konyol saat melihat api menjalar masuk kedalam kamar berukuran sedang miliknya. Tak ada pergerakan darinya, saat melihat buku sketsa kesayangannya hangus terbakar bersama wajah-wajah Ali disana.

"Bodoh kau Biru! Bukan hanya ingatanmu yang akan hilang, tapi juga nyawamu! Susah-susah ibu besarkan kau Biru. Kau tidak sayang pada ibu? Sampai memilih musnah bersama api, hah??" ibunya menangis dengan tangan bergetar memegangi putrinya.

Biru diam saja. Ia melihat api sudah sepenuhnya dipadamkan oleh warga serta bapaknya.

"Apa kau baik-baik saja, nak?" tanya bapak menghampiri Biru. Biru mendongak menatap wajah penuh keringat itu. Hatinya dihampiri rasa sesal. Namun, kebakaran itu bukan sepenuhnya salah dirinya. Tidak ada yang tahu apa kebakaran itu disengaja atau tidak.

"Buku. Buku Biru, mana Pak?" mengabaikan pertanyaan bapaknya. Ia dengan panik berlari masuk kedalam kamar, dan mengobrak-abrik meja tempat dimana ia sering menyimpan buku sketsanya.

Kedua orang tuanya dibuat heran dengan tingkah anaknya.

Selang beberapa menit. Biru keluar tanpa membawa apapun. Tangannya penuh dengan abu berwarna hitam bekas kebakaran.

"Biru jahat, Pak, Bu." ia menangis, "Biru tidak menyelamatkan Ali, padahal tadi, Biru melihat dengan jelas api membakarnya."

Kedua orang tuanya sama sekali tidak mengerti dengan apa yang anaknya katakan. Mereka mengira anaknya masih shok, akibat kebakaran tersebut. Oleh karenanya, mereka menuntun Biru untuk duduk terlebih dahulu.

"Tenangkan dirimu, nak! Tidak ada luka ditubuh mu, kan?" pertanyaan khawatir kembali pak Tama lontarkan. Biru hanya mengangguk sebagai jawaban ia tak terluka sedikitpun.

"Pak, biarkan Biru tidur bersama ibu. Bapak tidak apa-apa, kan, tidur di sofa dulu?"

"Iya, Bu."

Mendapatkan persetujuan. Bu Salwa-ibunya Biru, kemudian mengajak anaknya untuk tidur di kamar bersamanya.

Tinggallah pak Tama seorang diri. Ia berpikir keras tentang kejadian yang baru saja menimpa keluarganya. Ia sangat yakin kebakaran itu adalah hal yang disengaja. Namun, jika seperti itu, siapa orang yang telah tega, berusaha membunuh putri tercintanya.

Melautkan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang