BAB 5 : self facts

15 9 0
                                    

Pagi sekali Kafi sudah bertandang ke rumah Biru. Biru yang pada saat itu ingin melakukan rutinitasnya, dikejutkan dengan kehadiran Kafi. Pagi ini, Biru sudah siap dengan sepeda dan tak lupa memasukkan bunga ke dalam keranjang sepedanya.

Ditatapnya Kafi yang menampilkan deretan gigi putihnya. Kafi pun sama, ia juga memandangi  Biru yang begitu cantik menurutnya.

"Ada urusan, ya?" tanya Kafi.

Biru mengangguk. "Mau bawa bunga untuk Ali," ujarnya. "Ada perlu?" sambungnya.

"Oh, tidak. Hanya ingin mengajak jalan-jalan. Ternyata kau ada urusan." Kafi nampak kecewa. "Yasudah kalau begitu, aku pulang dulu—"

"Kau bisa ikut dengan Biru ke sana. Tapi, itupun kalau kau mau saja," potong Biru cepat, ia menawarkan Kafi untuk ikut padanya ke pantai.

Kafi menimang-nimang sejenak.

"Kebetulan sekali kau juga membawa sepeda." Biru menambahkan saat melihat sepeda Kafi.

Kafi melirik sepedanya. "Apa tidak menggangu, jika aku ikut?"

Biru terkekeh pelan. "Tentu saja tidak, kan, aku yang mengajak kau kesana."

"Baiklah, ayo pergi," putus Kafi. Ia akhirnya ikut pada Biru untuk bertemu rival beda alamnya. Musuh dalam percintaan ya maksudnya.

Niat awal ingin mengajak Biru sepedaan gagal, dan berujung ia ikut ke pantai melihat Biru akan melautkan bunga lagi.

Bersepeda di waktu pagi itu begitu menenangkan. Apalagi pagi begitu belum banyak kendaraan yang berlalu lalang. Mereka jadi leluasa mengendarai sepeda, tanpa takut adanya kendaraan lain yang terganggu.

Kafi sesekali melirik Biru yang terlihat tenang mengayuh sepedanya. Ia selalu berandai-andai dalam hatinya. Dan yang paling ia andaikan adalah, andai saja Biru bisa menjadi miliknya.

Kafi sudah menaruh hati pada Biru sejak lama. Ia yang notabenenya murid pindahan tentu saja tidak langsung mengetahui seluk beluk sekolahnya. Saat itu Biru dimintai tolong untuk mengenalkannya tempat-tempat penting disekolah tersebut. Ya, Kafi pikir mungkin saja Biru sudah melupakan momen tersebut. Kafi tidak mudah tertarik pada wanita, Biru adalah gadis yang berhasil membuatnya tertarik. Hingga saat ini Kafi masih mengharapkan cinta dari Biru.

"Kafi," panggil Biru.

Kafi menoleh. "Hmm?"

Biru menunjuk sebuah pohon yang biasa ia singgahi, hanya untuk menggambar.

"Kita simpan sepedanya disana," beritahunya. Kafi mengangguk dan mengikuti kemana arah Biru melangkah. Ia sempat terpanah dengan senyum Biru yang begitu membuatnya candu.

Mereka tiba dibawah pohon.

Tidak menunggu Kafi. Biru melangkah lebih dulu, ingin mengantarkan bunganya pada Ali.

Kafi merogoh saku celananya mengambil sebuah handphone, yang terselip disana. Berniat ingin memotret Biru yang tengah membelakanginya.

"Calon istri ini," gumamnya. Satu foto berhasil ia dapatkan.

Kafi gelagapan saat Biru berbalik dan mendapati dirinya sedang mengarahkan kamera pada biru. Tanpa ia duga, Biru justru berpose.

"Ayo, foto lagi!" suruh Biru.

Kafi dengan semangatnya kembali memfoto Biru yang sedang berpose. Setelah dirasa cukup dan kehabisan gaya, Kafi akhirnya menyudahi. Ia mengikuti Biru yang melangkah jauh didepannya.

Kafi cukup melihat saja saat Biru meletakkan perlahan bunganya dipermukaan air. Tangan Biru mengusir bunga tersebut untuk menjauh darinya. Kali ini hatinya kembali berharap.

Melautkan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang